A. PENGERTIAN HAKIKAT MANUSIA
Dalam kehidupannya yang riil
manusia menunjukkan keragaman dalam berbagai hal, baik tampilan fisiknya,
strata sosialnya, kebiasaannya, bahkan sebagaimana dikemukakan di atas,
pengetahuan tentang manusia pun bersifat ragam sesuai pendekatan dan sudut
pandang dalam melakukan studinya. Alasannya bukankah karena mereka semua adalah
manusia maka harus diakui kesamaannya sebagai manusia? (M.I. Soelaiman, 1988).
Berbagai kesamaan yang menjadi karakteristik esensial setiap manusia ini
disebut pula sebagai hakikat manusia, sebab dengan karakteristik esensialnya
itulah manusia mempunyai martabat khusus sebagai manusia yang berbeda dari yang
lainnya. Contoh: manusia adalah animal
rasional, animal symbolicum, homo feber, homo sapiens, homo sicius, dan sebagainya.
Mencari pengertian hakikat manusia merupakan tugas metafisika, lebih spesifik lagi adalah
tugas antropologi (filsafat
antropologi). Filsafat antropologi berupaya mengungkapkan konsep atau
gagasan-gagasan yang sifatnya mendasar tentang manusia, berupaya menemukan
karakteristik yang sifatnya mendasar tentang manusia, berupaya menemukan
karakteristik yang secara prinsipil (bukan gradual)
membedakan manusia dari makhluk lainnya. Antara lain berkenaan dengan: (1)
asal-usul keberadaan manusia, yang mempertanyakan apakah ber-ada-nya manusia di
dunia ini hanya kebetulan saja sebagai hasil evolusi atau hasil ciptaan Tuhan?;
(2) struktur metafisika manusia, apakah yang esensial dari manusia itu badannya
atau jiwanya atau badan dan jiwa; (3) berbagai karakteristik dan makna
eksistensi manusia di dunia, antara lain berkenaan dengan individualitas,
sosialitas.
Berdasarkan uraian di atas, dapat kita simpulkan bahwa
pengertian hakikat manusia adalah seperangkat gagasan atau konsep yang mendasar
tentang manusia dan makna eksistensi manusia di dunia. Pengertian hakikat
manusia berkenaan dengan “prinsip adanya” (principe
de’etre) manusia. Dengan kata lain, pengertian hakikat manusia adalah
seperangkat gagasan tentang “sesuatu yang olehnya” manusia memiliki
karakteristik khas yang memiliki sesuatu martabat khusus” (Louis Leahy, 1985).
Aspek-aspek hakikat manusia, antara lain berkenaan dengan asal-usulnya (contoh:
manusia sebagai makhluk Tuhan), struktur metafisikanya (contoh: manusia sebagai
kesatuan badan-ruh), serta karakteristik dan makna eksistensi manusia di dunia
(contoh: manusia sebagai makhluk individual, sebagai makhluk sosial, sebagai
makhluk berbudaya, sebagai makhluk susila, dan sebagai makhluk beragama).
B. ASPEK-ASPEK HAKIKAT MANUSIA
1. Manusia sebagai MakhlukTuhan
Manusia adalah makhluk paling sempurna yang pernah
diciptakan oleh
Tuhan YME. Kesempurnaan yang dimiliki oleh manusia merupakan suatu
konsekuensi fungsi dan tugas mereka sebagai khalifah di muka bumi ini. Kitab
suci menerangkan bahwa manusia berasal dari tanah dengan mempergunakan
bermacam-macam istilah, seperti Turab, Thien, Shal-shal, dan Sualalah.
Manusia adalah subjek yang
memiliki kesadaran (consciousness)
dan penyadaran diri (self-awarness).
Oleh karena itu, manusia adalah subjek yang menyadari keberadaannya, ia mampu
membedakan dirinya dengan segala sesuatu yang ada di luar dirinya (objek).
Selain itu, manusia bukan saja mampu berpikir tentang diri dan alam sekitarnya,
tetapi sekaligus sadar tentang pemikirannya. Namun, sekalipun manusia menyadari
perbedaannya dengan alam bahwa dalam konteks keseluruhan alam semesta manusia
merupakan bagian daripadanya. Oleh sebab itu, selain mempertanyakan asal usul
alam semesta tempat ia berada, manusia pun mempertanyakan asal-usul keberadaan
dirinya sendiri.
Terdapat dua pandangan filsafat yang berbeda
tentang asal-usul alam semesta, yaitu (1) Evolusionisme
dan (2) Kreasionisme. Menurut Evolusionisme, alam semesta menjadi ada
bukan karena diciptakan oleh sang pencipta atau prima causa, melainkan ada dengan sendirinya, alam semesta
berkembang dari alam itu sendiri sebagai hasil evolusi. Sebaliknya,
Kreasionisme menyatakan bahwa adanya
alam semesta adalah sebagai hasil ciptaan suatu Creative Cause atau Personality
yang kita sebut sebagai Tuhan YME (J. Donal Butler, 1968). Menurut Evolusionisme beradanya manusia di alam
semesta adalah sebagai hasil evolusi. Hal ini, antara lain dianut oleh Herbert
Spencer (S.E. Frost Jr., 1957) dan Konosuke Matsushita (1997). Sebaliknya, Kreasionisme menyatakan bahwa beradanya
manusia di alam semesta sebagai makhluk (ciptaan) Tuhan. Filsuf yang
berpandangan demikian, antara lain Thomas Aquinas (S.E. Frost Jr., 1957) dan
Al-Ghazali (Ali Issa Othman, 1987).
Dari
kedua pandangan di atas (Evolusionisme
dan Kreasionisme), pandangan manakah
yang dapat Anda terima? Coba bandingkan dengan keyakinan Anda!
Kita memang tak dapat memungkiri tentang adanya proses
evolusi di alam semesta termasuk pada diri manusia, namun atas dasar keyakinan
agama tentu saja kita tak dapat menerima pandangan yang menyatakan beradanya
manusia di alam semesta semata-mata sebagai hasil evolusi dari alam itu sendiri
tanpa Pencipta. Di dalam metafisika khususnya dalam kosmologi, paham evolusionisme juga ditentang melalui apa
yang dikenal sebagai argumen kosmologi
yang menyatakan bahwa segala sesuatu yang ada harus mempunyai suatu sebab.
Adanya alam semesta termasuk di dalamnya manusia adalah sebagai akibat. Dalam
pengalaman hidup kita menemukan adanya rangkaian sebab-akibat. Sebab pertama adalah sumber bagi sebab-sebab
yang lain, tidak berada sebagai materi,
melainkan sebagai "Pribadi" atau "Khalik". Argumen semacam
ini antara lain dikemukakan oleh Muhammad Baqir Ash-Shadr (1991) dan Thomas
Aquinas (Titus, et.al., 1959).
Oleh karena manusia berkedudukan sebagai makhluk
Tuhan YME maka dalam pengalaman hidupnya terlihat bahkan dapat kita alami
sendiri adanya fenomena kemakhlukan (M.I. Soelaeman, 1988), antara lain berupa
pengakuan atas kenyataan adanya perbedaan kodrat dan martabat manusia daripada
Tuhannya. Manusia merasakan dirinya begitu kecil dan rendah di hadapan Tuhannya
Yang Maha Besar dan Maha Tinggi. Manusia memiliki keterbatasan dan
ketidakberdayaannya, manusia serba tidak tahu, sedangkan Tuhan serba Maha Tahu.
Manusia bersifat fana, sedangkan Tuhan bersifat abadi, manusia merasakan kasih
sayang Tuhannya, namun ia pun tahu begitu pedih siksa-Nya. Semua itu melahirkan
rasa cemas dan takut pada diri manusia terhadap Tuhannya, tetapi di balik itu
diiringi pula dengan rasa kagum, rasa hormat, dan rasa segan karena Tuhannya
begitu luhur dan suci. Semua itu menggugah kesediaan manusia untuk bersujud dan berserah diri kepada penciptanya.
Selain itu, menyadari akan maha kasih sayangnya Sang Pencipta maka kepada-Nya
manusia berharap dan berdoa. Dengan demikian, di balik adanya rasa cemas dan
takut itu muncul pula adanya harapan yang mengimplikasikan kesiapan untuk
mengambil tindakan dalam hidupnya. Adapun hal tersebut dapat menimbulkan
kejelasan akan tujuan hidupnya, menimbulkan sikap positif dan familiaritas akan
masa depannya, menimbulkan rasa dekat dengan penciptanya.
2. Manusia sebagai Kesatuan Badan–Roh
Para
filsuf berpendapat yang berkenaan dengan struktur metafisik manusia.
Terdapat empat paham mengenai
jawaban atas permasalahan tersebut, yaitu Materialisme, Idealisme, Dualisme,
dan paham yang mengatakan bahwa manusia adalah kesatuan badan-roh.
Materialisme.
Gagasan para penganut Materialisme, seperti Julien
de La Mettrie dan Ludwig Feuerbach
bertolak dari realita sebagaimana dapat diketahui melalui pengalaman diri atau
observasi. Oleh karena itu, alam semesta atau realitas ini tiada lain adalah
serba materi, serba zat, atau benda. Manusia merupakan bagian dari alam semesta
sehingga manusia tidak berbeda dari alam itu sendiri. Sebagai bagian dari alam
semesta, manusia tunduk pada hukum alam, hukum kualitas, hukum sebab-akibat
atau stimulus-respon. Manusia dipandang sebagai hasil puncak mata rantai
evolusi alam semesta sehingga mekanisme tingkah lakunya (stimulus-respon)
semakin efektif. Yang esensial dari manusia adalah badannya, bukan jiwa atau
rohnya. Manusia adalah apa yang nampak dalam wujudnya, terdiri atas zat
(daging, tulang, dan urat syaraf). Segala hal yang bersifat kejiwaan, spiritual atau rohaniah pada manusia dipandang
hanya sebagai resonansi
saja dari berfungsinya badan atau organ tubuh. Pandangan hubungan antara badan dan jiwa
seperti itu dikenal sebagai Epiphenomenalisme (J.D. Butler, 1968).
Plato
Idealisme. Bertolak belakang dengan pandangan materialisme, penganut Idealisme menganggap
bahwa esensi diri manusia adalah jiwanya
atau spiritnya atau rohaninya, hal ini sebagaimana
dianut oleh Plato. Sekalipun Plato
tidak begitu saja mengingkari aspek badan, namun menurut dia, jiwa mempunyai kedudukan lebih tinggi daripada
badan. Dalam hubungannya dengan badan, jiwa berperan sebagai
pemimpin badan, jiwalah yang mempengaruhi badan karena itu badan mempunyai
ketergantungan kepada jiwa. Jiwa adalah asas primer yang menggerakkan semua
aktivitas manusia, badan tanpa jiwa tiada memiliki daya. Pandangan tentang
hubungan badan dan jiwa seperti itu dikenal sebagai Spiritualisme (J.D.Butler,
1968).
Dualisme. Dalam uraian terdahulu tampak adanya dua
pandangan yang bertolak belakang.
Pandangan pihak pertama bersifat monis–materialis, sedangkan pandangan pihak
kedua bersifat monis– spiritualis. C.A. Van Peursen (1982) mengemukakan paham
lain yang secara tegas bersifat dualistik, yakni pandangan dari Rene Descartes.
Menurut Descartes, esensi diri manusia terdiri atas dua substansi, yaitu badan
dan jiwa. Oleh karena manusia terdiri atas dua substansi yang berbeda (badan
dan jiwa) maka antara keduanya tidak terdapat hubungan saling mempengaruhi
(S.E. Frost Jr., 1957), namun demikian setiap peristiwa kejiwaan selalu paralel
dengan peristiwa badaniah atau sebaliknya. Contohnya, jika jiwa sedih maka
secara paralel badanpun tampak murung atau menangis. Pandangan hubungan antara
badan dan jiwa seperti itu dikenal sebagai Paralelisme (J.D. Butler, 1968).
Rene Descrates
Sebagai
kesatuan badani-rohani, manusia hidup dalam ruang dan waktu, sadar akan diri
dan lingkungannya, mempunyai berbagai kebutuhan, insting, nafsu, serta
mempunyai tujuan. Selain itu, manusia mempunyai potensi untuk beriman dan
bertakwa kepada Tuhan YME dan potensi untuk berbuat baik, potensi untuk mampu
berpikir (cipta), potensi berperasaan (rasa), potensi berkehendak (karsa), dan
memiliki potensi untuk berkarya. Adapun dalam eksistensinya manusia memiliki
aspek individualitas, sosialitas, moralitas, keberbudayaan, dan keberagaman.
Implikasinya maka manusia itu berkomunikasi, memiliki historisitas, dan
dinamika.
3. Manusia sebagai Makhluk Individu
Sebagaimana Anda alami bahwa manusia menyadari
keberadaan dirinya sendiri. Kesadaran manusia akan dirinya sendiri
merupakan perwujudan individualitas manusia. Manusia sebagai individu atau sebagai
pribadi merupakan kenyataan yang paling riil dalam kesadaran manusia. Sebagai individu, manusia adalah satu kesatuan
yang tak dapat dibagi, memiliki perbedaan
dengan manusia yang lainnya sehingga bersifat unik dan merupakan subjek yang
otonom.
Sebagai individu, manusia adalah kesatuan yang tak
dapat dibagi antara aspek badani dan rohaninya. Setiap manusia mempunyai
perbedaan sehingga bersifat unik. Perbedaan ini baik berkenaan dengan postur
tubuhnya, kemampuan berpikirnya, minat dan bakatnya, dunianya, serta
cita-citanya. Pernahkah Anda menemukan anak kembar siam? Manusia kembar siam
sekalipun, tak pernah memiliki kesamaan dalam keseluruhannya. Setiap manusia
mempunyai dunianya sendiri, tujuan hidupnya sendiri. Masing-masing secara sadar
berupaya menunjukkan eksistensinya, ingin menjadi dirinya sendiri atau bebas
bercita-cita untuk menjadi seseorang tertentu, dan masing-masing mampu
menyatakan "inilah aku" di tengah-tengah segala yang ada.
Bayi Kembar
Setiap manusia mampu menempati posisi, berhadapan,
menghadapi, memasuki, memikirkan, bebas mengambil sikap, dan bebas mengambil
tindakan atas tanggung jawabnya sendiri (otonom). Oleh karena itu, manusia
adalah subjek dan tidak boleh dipandang
sebagai objek. Berkenaan dengan hal ini, Theo Huijbers menyatakan bahwa
"manusia mempunyai kesendirian yang ditunjukkan dengan kata pribadi"
(Soerjanto P. dan K. Bertens, 1983); adapun Iqbal menyatakannya dengan istilah
individualitas atau khudi (K.G.
Syaiyidain, 1954).
4. Manusia sebagai Makhluk Sosial
Dalam hidup bersama dengan
sesamanya (bermasyarakat) setiap individu menempati kedudukan (status) tertentu. Di samping itu, setiap individu
mempunyai dunia dan tujuan hidupnya masing-masing, mereka juga mempunyai dunia
bersama dan tujuan hidup bersama dengan sesamanya. Selain adanya kesadaran
diri, terdapat pula kesadaran sosial pada manusia. Melalui hidup dengan
sesamanyalah manusia akan dapat mengukuhkan eksistensinya. Sehubungan dengan
ini, Aristoteles menyebut manusia sebagai makhluk sosial atau makhluk
bermasyarakat (Ernst Cassirer, 1987).
Terdapat hubungan pengaruh timbal
balik antara individu dengan masyarakatnya. Ernst Cassirer menyatakan: manusia
takkan menemukan diri, manusia takkan menyadari individualitasnya, kecuali
melalui perantaraan pergaulan sosial. Adapun Theo Huijbers mengemukakan bahwa
dunia hidupku dipengaruhi oleh orang lain sedemikian rupa sehingga demikian mendapat
arti sebenarnya dari aku bersama orang lain itu (Soerjanto P. dan K. Bertens,
1983). Sebaliknya, terdapat pula pengaruh dari individu terhadap masyarakatnya.
Masyarakat terbentuk dari individu-individu, maju mundurnya suatu masyarakat
akan ditentukan oleh individu-individu yang membangunnya.
Oleh karena setiap manusia adalah
pribadi (individu) dan adanya hubungan pengaruh timbal balik antara individu
dengan sesamanya maka idealnya situasi hubungan antara individu dengan
sesamanya itu tidak merupakan hubungan antara subjek dengan objek, melainkan
subjek dengan subjek. Martin Burber menyebut situasi hubungan yang terakhir itu sebagai hubungan I-Thou (Maurice S. Friedman, 1954).vBerdasarkan hal itu dan karena terdapat hubungan timbal-balik antara individu dengan sesamanya
dalam rangka mengukuhkan eksistensinya masing-masing maka hendaknya terdapat Sekolah
merupakan salah satu keseimbangan antara individualitas dan bentuk interaksi sosial sosialitas pada setiap
manusia.
Siswa Berdiskusi
5. Manusia sebagai Makhluk Berbudaya
Manusia memiliki inisiatif dan kreatif dalam
menciptakan kebudayaan, hidup berbudaya, dan membudaya. Kebudayaan
bertautan dengan kehidupan manusia sepenuhnya, kebudayaan menyangkut sesuatu
yang nampak dalam bidang eksistensi setiap manusia. Manusia tidak terlepas dari
kebudayaan, bahkan manusia itu baru menjadi manusia karena bersama
kebudayaannya (C. A. Van Peursen, 1957). Sejalan dengan ini, Ernst Cassirer
menegaskan bahwa "manusia tidak menjadi manusia karena sebuah faktor di
dalam dirinya, seperti misalnya naluri atau akal budi, melainkan fungsi kehidupannya,
yaitu pekerjaannya, kebudayaannya. Demikianlah kebudayaan termasuk hakikat
manusia" (C.A. Van Peursen, 1988).
Sebagaimana dinyatakan di atas, kebudayaan memiliki
fungsi positif bagi kemungkinan eksistensi manusia, namun demikian apabila
manusia kurang bijaksana dalam mengembangkannya, kebudayaanpun dapat
menimbulkan kekuatan-kekuatan yang mengancam eksistensi manusia. Contoh: dalam
perkembangan kebudayaan yang begitu cepat, sejak abad yang lalu kebudayaan
disinyalir telah menimbulkan krisis antropologis.
Martin Buber, antara lain mengemukakan keterhukuman manusia oleh karyanya
sendiri. Manusia menciptakan mesin untuk melayani dirinya, tetapi akhirnya
manusia menjadi pelayan mesin. Demikian pula dalam bidang ekonomi, semula manusia
berproduksi untuk memenuhi kebutuhannya, tetapi akhirnya manusia tenggelam dan
dikuasai produksi (Ronald Gregor Smith, 1959).
Kebudayaan tidak bersifat statis, melainkan
dinamis. Kodrat dinamika pada diri manusia mengimplikasikan adanya perubahan
dan pembaharuan kebudayaan. Hal ini tentu saja didukung pula oleh pengaruh
kebudayaan masyarakat atau bangsa lain terhadap kebudayaan masyarakat yang
bersangkutan. Selain itu, mengingat adanya dampak positif dan negatif dari
kebudayaan terhadap manusia, masyarakat kadang-kadang terombang-ambing di
antara dua relasi kecenderungan. Di satu pihak ada yang mau melestarikan
bentuk-bentuk lama (tradisi),
sedangkan yang lain terdorong untuk menciptakan hal-hal baru (inovasi). Ada pergolakan yang tak
kunjung reda antara tradisi dan inovasi. Hal ini meliputi semua kehidupan
budaya (Ernst Cassirer, 1987).
6. Manusia sebagai Makhluk Susila
Menurut
Immanuel Kant, manusia memiliki aspek kesusilaan karena pada manusia terdapat rasio praktis yang memberikan
perintah mutlak (categorical imperative). Contoh: jika kita meminjam
barang milik orang lain maka ada perintah
yang mewajibkan untuk mengembalikan barang pinjaman tersebut. (S.E. Frost Jr.,
1957; P.A. Van Der Weij, 1988). Sehubungan hal itu, dapatlah dipahami jika
Henderson (1959) menyatakan: "Man is
creature who makes moral
distinctions. Only human beings question whether an act is morally right or
wrong".
Sebagai makhluk yang otonom atau
memiliki kebebasan, manusia selalu dihadapkan pada suatu alternatif tindakan
yang harus dipilihnya. Hal ini sebagaimana dikemukakan Soren Aabye Kierkegaard:
"Yes, I perceive perfectly that there are two possibilities, one can do
either this or that" (Fuad Hasan,
1973). Adapun kebebasan berbuat ini juga selalu berhubungan dengan
norma-norma moral dan nilai-nilai moral yang juga harus dipilihnya. Oleh karena
manusia mempunyai kebebasan memilih dan menentukan perbuatannya secara otonom
maka selalu ada penilaian moral atau tuntutan pertanggung-jawaban atas
perbuatannya.
7. Manusia sebagai Makhluk Beragama
Aspek
keberagamaan merupakan salah satu karakteristik esensial eksistensi manusia yang terungkap dalam bentuk pengakuan atau keyakinan akan
kebenaran suatu agama yang diwujudkan dalam sikap dan perilaku. Hal ini terdapat
pada manusia manapun baik dalam rentang waktu (dulu-sekarang-akan datang)
maupun dalam rentang geografis tempat manusia berada. Keberagamaan menyiratkan
adanya pengakuan dan pelaksanaan yang sungguh atas suatu agama. Adapun yang
dimaksud dengan agama ialah "satu sistem credo (tata keimanan atau keyakinan) atas adanya sesuatu yang
mutlak di luar manusia; satu sistem ritus (tata peribadatan) manusia kepada
yang dianggapnya mutlak itu; dan satu sistem norma (tata kaidah) yang mengatur
hubungan manusia dengan manusia dan alam lainnya yang sesuai dan sejalan dengan
tata keimanan dan tata peribadatan termaksud di atas (Endang Saifuddin Anshari,
1982).
Seperti telah kita maklumi dari
uraian terdahulu, manusia memiliki potensi untuk mampu beriman dan bertakwa kepada
Tuhan YME. Di lain pihak, Tuhan pun telah menurunkan wahyu melalui
utusan-utusanNya, dan telah menggelar tanda-tanda di alam semesta untuk
dipikirkan oleh manusia agar manusia beriman dan bertakwa kepadaNya. Manusia
hidup beragama karena agama menyangkut masalah-masalah yang bersifat mutlak
maka pelaksanaan keberagamaan akan tampak dalam kehidupan sesuai agama yang
dianut masing-masing individu. Hal ini baik berkenaan dengan sistem
keyakinannya, sistem peribadatan maupun pelaksanaan tata kaidah yang mengatur
hubungan manusia dengan Tuhannya, hubungan manusia dengan manusia serta
hubungan manusia dengan alam.
Dalam keberagamaan ini manusia
akan merasakan hidupnya menjadi bermakna. Tata cara hidup dalam berbagai aspek
kehidupannya, jelas pula apa yang menjadi tujuan hidupnya sebagai berikut.
a. Manusia
adalah makhluk utama, yaitu diantara semua makhluk natural dan supranatural,
manusia mempunyai jiwa bebas dan hakikat yang mulia.
b. Manusia adalah kemauan bebas. Inilah kekuatannya yang luar biasa dan
tidak dapat dijelaskan: kemauan dalam arti bahwa kemanusiaan telah masuk ke
dalam rantai kausalitas sebagai sumber utama yang bebas kepadanya dunia alam world of nature, sejarah, dan masyarakat
sepenuhnya bergantung serta terus menerus.
c. Manusia
adalah makhluk yang sadar. Ini adalah kualitasnya yang paling menonjol.
Kesadaran dalam arti bahwa melalui daya refleksi yang menakjubkan, ia memahami
aktualitas dunia eksternal, menyingkap rahasia yang tersembunyi dari pengamatan, dan mampu menganalisa
masing-masing realita dan peristiwa.
d. Manusia adalah makhluk yang sadar diri. Ini berarti bahwa ia adalah
satu-satunya makhluk hidup yang mempunyai pengetahuan atas kehadirannya
sendiri, ia mampu mempelajari, menganalisis, mengetahui, dan menilai dirinya.
e. Manusia adalah makhluk kreatif. Aspek kreatif tingkah lakunya ini
memisahkan dirinya secara keseluruhan dari alam, dan menempatkannya di samping
Tuhan. Hal ini menyebabkan manusia memiliki kekuatan ajaib semu quasi-miracolous yang memberinya kemampuan
untuk melewati parameter alami dari eksistensi dirinya.
f. Manusia adalah makhluk idealis, pemuja yang ideal. Dengan ini berarti ia
tidak pernah puas dengan apa yang ada, tetapi berjuang untuk mengubahnya
menjadi apa yang seharusnya. Idealisme adalah faktor utama dalam pergerakan dan
evolusi manusia. Idealisme tidak memberikan kesempatan untuk puas di dalam
pagar-pagar kokoh realita yang ada. Kekuatan inilah yang selalu memaksa manusia
untuk merenung, menemukan, menyelidiki, mewujudkan, membuat, dan mencipta dalam
alam jasmaniah dan rohaniah.
g. Manusia
adalah makhluk moral. Di sinilah timbul pertanyaan penting mengenai nilai.
Nilai terdiri dari ikatan yang ada antara manusia dan setiap gejala, perilaku,
perbuatan atau dimana suatu motif yang lebih tinggi daripada motif manfaat
timbul. Ikatan ini mungkin dapat disebut ikatan suci karena ia dihormati dan
dipuja begitu rupa sehingga orang merasa rela untuk membaktikan atau
mengorbankan kehidupan mereka demi ikatan ini.
h. Manusia
adalah makhluk utama dalam dunia alami, mempunyai esensi uniknya sendiri, dan
sebagai suatu penciptaan atau sebagai suatu gejala yang bersifat istimewa dan
mulia. Ia memiliki kemauan, ikut campur dalam alam yang independen, memiliki
kekuatan untuk memilih dan mempunyai andil dalam menciptakan gaya hidup melawan
kehidupan alami. Kekuatan ini memberinya suatu keterlibatan dan tanggung jawab
yang tidak akan punya arti kalau tidak dinyatakan dengan mengacu pada sistem
nilai.
Manusia Makhluk yang Beragam
Terimakasih pak atas materi yg disampaikan, saya jdi lebih mengerti tentang aspek-aspek manusia dan hakikatnya.smoga sllu memberikan materi-materi yg lebih baik lagi😊
BalasHapusKomentar ini telah dihapus oleh pengarang.
BalasHapusTerimakasih pak atas materinya, saya jdi lebih tahu tentang aspek2 manusia dan hakikatnya😇
BalasHapusSangat membantu sekali dan menambah wawasan😊
BalasHapusTerima kasih pak ,materi yang bapak sampaikan sangat membantu saya dalam proses belajar untuk mengetahui tentang pengertian dan aspek-aspek hakikat manusia.
BalasHapusTerimah kasih pak atas materi yang bapak sampaikan sangat sangat membantu sekali buat saya pak 😊
BalasHapusTerimakasih pak atas materinya karena ini dapat menambah wawasan saya serta membantu saya untuk mengerjakan tugas kelompok
BalasHapusTerima kasih pak sudah memberikan materi belajar yang sangat baik sehingga mahasiswa mengerti dan tidak bosan belajar di kelas
BalasHapusTerima kasih pak dengan materi ini kami lebih terbantu untuk materi pembelajaran @dinda_arini1
BalasHapusTerima kasih pak atas materi yang bapak sampaikan sangat sangat membantu sekali buat saya pak @slmaa_shndaa
BalasHapusTerima kasih pak atas materi yang bapak sampaikan,dari materi ini saya jadi tau aspek-aspek hakikat manusia. Sekali lagi terima kasih pak😊
BalasHapusTerima kasih pak atas materinya, karena ini sangat membantu semoga bermanfaat bagi saya dan teman-teman
BalasHapusTerima kasih pak atas materinya, karena ini sangat membantu semoga bermanfaat bagi saya dan teman-teman
BalasHapusTerima kasih pak atas materinya, karena ini sangat membantu semoga bermanfaat bagi saya dan teman-teman
BalasHapusterimakasih pak atas materinya,karena ini sangat membantu saya semoga bermanfaat bagi saya dan teman- teman @navita hasybyah
BalasHapusterimakasih juga atas materinya,saya memahami pengertian dan aspek-aspek hakikat manusia
BalasHapusTerima kasih pak atas materinya, materi ini sangat bermanfaat bagi kami dalam proses pembelajaran.
BalasHapusAfriyani_1D
Terima kasih pak atas materinya, materi ini sangat bermanfaat bagi kami dalam proses pembelajaran.
BalasHapusAfriyani_1D
Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh,saya pribadi mengucapkan terimakasih pak iqbal atas materinya yg telah disampaikan diblogspot tadi.Menurut saya materinya sangat menarik karena membahas tentang Manusia berkaitan dengan Hubungan Manusia antara Tuhan dan makhluk yg lainnya,dan juga semoga selalu memberikan materi yang bermanfaat dan berwawasan luas serta bermotivasi lagi
BalasHapusTerima kasih pak atas materinya,karena ini sangat membantu kami dalam proses pembelajaran.
BalasHapusRara Tresya 1D
Terima kasih pak atas materinya, sangat membantu dlm belajar dan menambah wawasan saya tentang aspek-aspek hakikat manusia@ardelia putri
BalasHapusTerimakasih pak materinya, semoga materinya bisa bermanfaat bagi kita semua. Dan semoga kami bisa mengerjakan tugas yang bapak amanatkan dengan baik.
BalasHapus@zenisagita (1D)
Terimakasih pak materinya, semoga materinya bisa bermanfaat bagi kita semua. Dan semoga kami bisa mengerjakan tugas yang bapak amanatkan dengan baik.
BalasHapus@zenisagita (1D)
Terima kasih pak materinya, semoga bisa bermanfaat bagi kita semua. Dan semoga kami bisa mengerjakan tugas yang bapak amanatkan dengan baik.
BalasHapus@zenisagita (1D)
Terima kasih pak atas wawasannya tentang Aspek-Aspek Hakikat Manusia ini, dengan adanya blog tersebut dpat membantu saya dalam mengerjakan tugas sebagai referensi.
BalasHapusAmanda sri febianti 1D
Terimakasih pak atas materinya,karena sangat membantu dalam proses pembelajaran.
BalasHapusTerimakasih pak atas materinya,karena sangat membantu dalam proses pembelajaran.
BalasHapusTerimakasih pak materinya,materi ini sangat membantu saya dan teman-teman dalam proses pembelajaran
BalasHapus@Wanda ft (1D)
Alhamdulilah Terimakasih sekali pak
BalasHapusMateri nya sangat bermanfaat.
Saya izin Screen Shot Boleh ga pak??
Untuk dibaca
Terima kasih pak materinya sangat bermanfaat dan membantu proses pembelajaran
BalasHapusTerimakasih pak, untuk materi.materinya lengkap dan mudah di pahami
BalasHapusTerimakasih pak untuk materinya,sangat bermanfaat dan membantu saya dalam mencari bahan materi kuliah
BalasHapusTerima kasih pak atas materi yg bapak berikan sangat membantu saya
BalasHapusNama:Neli Nurjanah
BalasHapusNim:190141536
Kelas:1A
Terimakasih materi bapak sangat membantu kami dalam belajar
Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.
BalasHapusKELOMPOK 7
BalasHapusANGGOTA :
-AMANDA SRI FEBIANTI
-NURUL SAPITA
-TARWINDA PUASARI
-ZENI SAGITA
-ZIHAN OKTAVIANA
KELAS :1 D
PERTANYAAN :
1. BAGAIMANA PROSES PENDIDIKAN YANG MEMANUSIAKAN MANUSIA?
2. MENGAPA SETIAP MANUSIA MEMILIKI PERBEDAAN DALAM KEPRIBADIANNYA?
3. APA BUKTINYA JIKA MANUSIA TELAH MEMENUHI TUGAS MENJADI MANUSIA?
Kelompok 9
BalasHapusAnggota:
1. Rara Tresya (190141664)
2. Tania Dwi Pratiwi(190141642)
3. Tri Haryati(190141645)
4. Ardelia putri azharine(190141665)
Kelas : 1D
Pertanyaan:
1. Kenapa manusia taraf intensitasnya lebih rendah daripada hewan?
2. Bagaimana peran seorang individu terhadap sosialisasi?
3. Berikan contoh moralitas dengan sosialisasi?
Kelompok 9
BalasHapusAnggota:
1. Rara Tresya (190141664)
2. Tania Dwi Pratiwi(190141642)
3. Tri Haryati(190141645)
4. Ardelia putri azharine(190141665)
Kelas : 1D
Pertanyaan:
1. Kenapa manusia taraf intensitasnya lebih rendah daripada hewan?
2. Bagaimana peran seorang individu terhadap sosialisasi?
3. Berikan contoh moralitas dengan sosialisasi?
Kelompok 9
BalasHapusAnggota:
1. Rara Tresya (190141664)
2. Tania Dwi Pratiwi(190141642)
3. Tri Haryati(190141645)
4. Ardelia putri azharine(190141665)
Kelas : 1D
Pertanyaan:
1. Kenapa manusia taraf intensitasnya lebih rendah daripada hewan?
2. Bagaimana peran seorang individu terhadap sosialisasi?
3. Berikan contoh moralitas dengan sosialisasi?
Kelompok 9
BalasHapusAnggota:
1. Rara Tresya (190141664)
2. Tania Dwi Pratiwi(190141642)
3. Tri Haryati(190141645)
4. Ardelia putri azharine(190141665)
Kelas : 1D
Pertanyaan:
1. Kenapa manusia taraf intensitasnya lebih rendah daripada hewan?
2. Bagaimana peran seorang individu terhadap sosialisasi?
3. Berikan contoh moralitas dengan sosialisasi?
KELOMPOK 7
BalasHapusANGGOTA :
-AMANDA SRI FEBIANTI
-NURUL SAPITA
-TARWINDA PUASARI
-ZENI SAGITA
-ZIHAN OKTAVIANA
KELAS :1 D
PERTANYAAN :
1. BAGAIMANA PROSES PENDIDIKAN YANG MEMANUSIAKAN MANUSIA?
2. MENGAPA SETIAP MANUSIA MEMILIKI PERBEDAAN DALAM KEPRIBADIANNYA?
3. APA BUKTINYA JIKA MANUSIA TELAH MEMENUHI TUGAS MENJADI MANUSIA?