MAKALAH KURIKULUM DAN PENGAJARAN TERBARU LENGKAP
KURIKULUM DAN PENGAJARAN
Kurikulum dan pembelajaran dua hal
yang saling berkaitan dan harus dipahami betul oleh guru agar dapat menyajikan
pembelajaran dalam bentuk pengalaman yang bermakna bagi siswa. Jadi pada
hakikatnya setiap kurikulum yang formal yang dikeluarkan oleh pemerintah hanya
dapat direalisasikan berkat usaha guru. Walaupun kurikulum dikatakan
“uniform”pelaksanaannya harus selalu melalui pribadi guru,jadi mengandung
perbedaan individual. Selain itu guru juga dapat berusaha menyesuaikan
kurikulum itu dengan perkembangan psikologis tiap siswa,atau dengan keadaan
masyarakat tempat sekolah itu berada. Bahkan ada kesempatan untuk memberikan
“muatan lokal” kepada kurikulum.
Tanpa persiapan, guru tidak tahu
dengan jelas akan kemana siswa harus dibimbing,tujuan apa yang harus
dicapai,perubahan kelakuan apa yang harus dibangkitkan,hingga manakah tujuan
pelajaran telah tercapai,kesulitan apa yang dihadapi,kelemahan apa yang harus
diperbaiki demi peningkatan mutu. Mutu pendidikan bergantung pada mutu guru,dan
mutu guru turut ditentukan oleh pemahamannya tentang seluk-beluk kurikulum.
Untuk lebih jelasnya mengenai
kurikulum dan pengajaran terdapat pada uraian berikut ini :
A.
KONSEP-KONSEP
DASAR KURIKULUM DAN PENGAJARAN
1. Pengertian Kurikulum
Menurut La-zimnya kurikulum dipandang sebagai suatu rencana
yang disusun untuk melancarkan proses belajar-mengajar dibawah bimbingan dan
tanggung jawab sekolah atau lembaga pendidikan beserta staf pengajarnya.
Kurikulum formal meliputi : Tujuan pembelajaran,umum dan
spesifik, Bahan pelajaran yang tersusun sistematis, Strategi belajar-mengajar serta
kegiatan-kegiatannya, Sistem
evaluasi untuk mengetahui hingga mana tujuan tercapai.
Kurikulum tak formal terdiri dari kegiatan-kegiatan yang
juga direncanakan akan tetapi tidak berkaitan langsung dengan pelajaran
akademis dan kelas tertentu.yang termasuk didalamnya: pertunjukan
sandiwara,pertandingan antar kelas/ antar sekolah,perkumpulan berbagai
hobi,pramuka,dan lain-lain.
2. Proses pengembangan kurikulum
Terdapat dua proses utama,yakni pengembangan pedoman
kurikulum dan pengembangan pedoman instruksional. Pedoman kurikulum meliputi:
a. Latar belakang yang berisi rumusan falsafah dan tujuan
lembaga pendidikan,populasi yang menjadi sasaran,rasional,struktur organisasi
pelajaran.
b. Silabus yang berisi matapelajaran secara lebih terinci yakni
scope(ruang lingkup) dan sequenc-nya(urutan penyajiannya).
c. Desain evaluasi termasuk strategi revisi atau berbaikan
kurikulum mengenai bahan pelajaran dan organisasi bahan dan strategi
instruksionalnya.
Pedoman instruksional untuk tiap
mata pelajaran yang dikembangkan berdasarkan silabus.
3. Langkah-langkah dalam pengembangan pedoman kurikulum
a.
Kumpulkan keterangan mengenai
faktor-faktor yang turut menentukan kurikulum serta latar belakangnya.
b. Tentukan mata pelajaran atau mata kuliah yang akan diajarkan
c.
Rumuskan tujuan tiap mata pelajaran
d. Tentukan hasil belajar yang diharapkan dari siswa dalam tiap
matapelajaran
e. Tentukan topik-topik tiap matapelajaran
4. Mutu Pendidikan
Pendekatan pengembangan kurikulum dengan menyusun pedoman
kurikulum dan pedoman instruksional bertujuan untuk meningkatkan mutu sekolah
dan universitas dengan meningkatkan efektivitas mengajar.
5. Kedudukan Kurikulum dalam Pendidikan
Dalam penyelenggaraan pendidikan di
sekolah, pendidik mempunyai tugas pokok untuk melaksanakan pengajaran
atau sekarang lebih dikenal dengan istilah pembelajaran. Kegiatan pembelajaran diwujudkan dalam
bentuk interaksi antara pendidik dengan peserta didik. Peserta
didik memiliki tugas pokok belajar yakni berusaha memperoleh perubahan perilaku
atau pencapaian kemampuan tertentu berdasarkan pengalaman belajarnya yang
diperoleh dalam berinteraksi dengan lingkungannya.
Untuk mencapai
tujuan pendidikan tertentu, pendidik berupaya “menyampaikan” sejumlah isi dan
bahan pembelajaran kepada peserta didik melalui proses atau cara tertentu,
serta melaksanakan evaluasi untuk mengetahui proses dan hasil pembelajaran,
yang keseluruhannya dikemas dalam bentuk kurikulum. Dengan demikian, kurikulum
dapat dikatakan sebagai salah satu komponen utama dalam sistem pendidikan.
6. Hubungan Kurikulum dengan Teori
Pendidikan
Telah dikemukan di atas bahwa rumusan
kurikulum dapat diklasifikasikan dalam dua pandangan, yakni pandangan
tradisional (klasik) dan pandangan modern. Hal ini dimungkinkan karena
terjadinya pergeseran dalam teori-teori pendidikan.
Kurikulum memang memiliki keterkaitan
yang sangat erat dengan teori pendidikan. Suatu kurikulum disusun dengan
mengacu pada satu atau beberapa teori kurikulum dan teori kurikulum dijabarkan
berdasarkan teori pendidikan tertentu.
Nana S. Sukmadinata (1997) mengemukakan
empat jenis hubungan kurikulum dengan teori pendidikan, yaitu :
a. Pendidikan klasik (classical education), yang
memandang bahwa pendidikan berfungsi sebagai upaya memelihara, mengawetkan dan
meneruskan warisan budaya. Teori pendidikan ini lebih menekankan peranan isi
pendidikan dari pada proses. Isi pendidikan atau materi diambil dari
khazanah ilmu pengetahuan yang ditemukan dan dikembangkan para ahli tempo dulu
yang telah disusun secara logis dan sistematis. Dalam prakteknya, pendidik
mempunyai peranan besar dan lebih dominan, sedangkan peserta didik memiliki
peran yang pasif, sebagai penerima informasi dan tugas-tugas dari pendidik.
b.
Pendidikan pribadi (personalized
education). Konsep pendidikan ini bertolak dari asumsi bahwa sejak
dilahirkan anak telah memiliki potensi-potensi tertentu. Pendidikan harus
dapat mengembangkan potensi-potensi yang dimiliki peserta didik dengan bertolak
dari kebutuhan dan minat peserta didik. Dalam hal ini, peserta didik menjadi
pelaku utama pendidikan, sedangkan pendidik hanya menempati posisi kedua, yang
lebih berperan sebagai pembimbing, pendorong, fasilitator dan pelayan
peserta didik.
Teori ini memiliki dua aliran yaitu
pendidikan progresif dan pendidikan romantik. Pendidikan progresif dengan tokoh
pendahulunya- Francis Parker dan John Dewey - memandang bahwa peserta didik
merupakan satu kesatuan yang utuh. Isi pengajaran berasal dari pengalaman
peserta didik sendiri yang sesuai dengan minat dan kebutuhannya. Ia merefleksi
terhadap masalah-masalah yang muncul dalam kehidupannya. Berkat refleksinya
itu, ia dapat memahami dan menggunakannya bagi kehidupan. Pendidik lebih
merupakan ahli dalam metodologi dan membantu perkembangan peserta didik sesuai
dengan kemampuan dan kecepatannya masing-masing. Pendidikan romantik berpangkal
dari pemikiran-pemikiran J.J. Rouseau tentang tabula rasa, yang
memandang setiap individu dalam keadaan fitrah,-- memiliki nurani kejujuran,
kebenaran dan ketulusan.
c.
Teknologi pendidikan, yakni suatu
konsep pendidikan yang mempunyai persamaan dengan pendidikan klasik
tentang peranan pendidikan dalam menyampaikan informasi. Namun diantara
keduanya ada yang berbeda. Dalam tekonologi pendidikan, lebih diutamakan adalah
pembentukan dan penguasaan kompetensi atau kemampuan-kemampuan praktis, bukan
pengawetan dan pemeliharaan budaya lama. Dalam konsep pendidikan teknologi, isi
pendidikan dipilih oleh tim ahli bidang-bidang khusus. Isi pendidikan berupa
data-data obyektif dan keterampilan-keterampilan yang yang mengarah
kepada kemampuan vocational . Isi disusun dalam bentuk desain
program atau desain pengajaran dan disampaikan dengan menggunakan bantuan media
elektronika dan para peserta didik belajar secara individual. Peserta didik
berusaha untuk menguasai sejumlah besar bahan dan pola-pola kegiatan secara
efisien tanpa refleksi. Keterampilan-keterampilan barunya segera digunakan
dalam masyarakat. Guru berfungsi sebagai direktur belajar (director of
learning), lebih banyak tugas-tugas pengelolaan dari pada penyampaian dan
pendalaman bahan.
d. Pendidikan interaksional, yaitu suatu konsep pendidikan yang
bertitik tolak dari pemikiran manusia sebagai makhluk sosial yang senantiasa
berinteraksi dan bekerja sama dengan manusia lainnya. Pendidikan sebagai
salah satu bentuk kehidupan juga berintikan kerja sama dan interaksi. Dalam
pendidikan interaksional menekankan interaksi dua pihak dari guru kepada
peserta didik dan dari peserta didik kepada guru. Lebih dari itu, interaksi ini juga
terjadi antara peserta didik dengan materi pembelajaran dan dengan lingkungan,
antara pemikiran manusia dengan lingkungannya. Interaksi ini terjadi melalui
berbagai bentuk dialog. Dalam pendidikan interaksional, belajar lebih sekedar
mempelajari fakta-fakta. Peserta didik mengadakan pemahaman eksperimental dari
fakta-fakta tersebut, memberikan interpretasi yang bersifat menyeluruh serta
memahaminya dalam konteks kehidupan.
B.
DETERMINAN
KURIKULUM
1.
Landasan
Filosofis
Filsafat memegang peranan penting dalam pengembangan
kuikulum. Sama halnya seperti dalam Filsafat Pendidikan, kita dikenalkan pada
berbagai aliran filsafat, seperti : perenialisme, essensialisme,
eksistesialisme, progresivisme, dan rekonstruktivisme. Dalam pengembangan
kurikulum pun senantiasa berpijak pada aliran – aliran filsafat
tertentu, sehingga akan mewarnai terhadap konsep dan implementasi kurikulum
yang dikembangkan. Dengan merujuk kepada pemikiran Ella Yulaelawati (2003), di
bawah ini diuraikan tentang isi dari-dari masing-masing aliran filsafat,
kaitannya dengan pengembangan kurikulum.
Perenialisme lebih
menekankan pada keabadian, keidealan, kebenaran dan keindahan dari pada warisan
budaya dan dampak sosial tertentu. Pengetahuan dianggap lebih penting dan
kurang memperhatikan kegiatan sehari-hari. Pendidikan yang menganut faham ini
menekankan pada kebenaran absolut , kebenaran universal yang tidak
terikat pada tempat dan waktu. Aliran ini lebih berorientasi ke masa
lalu.
Essensialisme menekankan
pentingnya pewarisan budaya dan pemberian pengetahuan dan keterampilan pada
peserta didik agar dapat menjadi anggota masyarakat yang berguna. Matematika,
sains dan mata pelajaran lainnya dianggap sebagai dasar-dasar substansi
kurikulum yang berharga untuk hidup di masyarakat. Sama halnya dengan
perenialisme, essesialisme juga lebih berorientasi pada masa lalu.
Eksistensialisme menekankan
pada individu sebagai sumber pengetahuan tentang hidup dan makna. Untuk
memahami kehidupan seseorang mesti memahami dirinya sendiri. Aliran ini
mempertanyakan : bagaimana saya hidup di dunia ? Apa pengalaman itu ?
Progresivisme menekankan
pada pentingnya melayani perbedaan individual, berpusat pada peserta didik,
variasi pengalaman belajar dan proses. Progresivisme merupakan landasan
bagi pengembangan belajar peserta didik aktif.
Rekonstruktivisme merupakan
elaborasi lanjut dari aliran progresivisme. Pada rekonstruktivisme,
peradaban manusia masa depan sangat ditekankan. Di samping menekankan tentang
perbedaan individual seperti pada progresivisme, rekonstruktivisme lebih jauh
menekankan tentang pemecahan masalah, berfikir kritis dan sejenisnya. Aliran
ini akan mempertanyakan untuk apa berfikir kritis, memecahkan masalah,
dan melakukan sesuatu ? Penganut aliran ini menekankan pada hasil belajar
dari pada proses.
Masing-masing aliran filsafat pasti
memiliki kelemahan dan keunggulan tersendiri. Oleh karena itu, dalam praktek
pengembangan kurikulum, penerapan aliran filsafat cenderung dilakukan
secara eklektif untuk lebih mengkompromikan dan mengakomodasikan berbagai
kepentingan yang terkait dengan pendidikan.
2.
Landasan
Psikologis
Nana Syaodih Sukmadinata (1997) mengemukakan bahwa minimal
terdapat dua bidang psikologi yang mendasari pengembangan kurikulum yaitu
(1) psikologi perkembangan dan (2) psikologi belajar. Psikologi perkembangan
merupakan ilmu yang mempelajari tentang perilaku individu berkenaan dengan
perkembangannya. Dalam psikologi perkembangan dikaji tentang hakekat
perkembangan, pentahapan perkembangan, aspek-aspek perkembangan, tugas-tugas
perkembangan individu, serta hal-hal lainnya yang berhubungan perkembangan
individu, yang semuanya dapat dijadikan sebagai bahan pertimbangan dan
mendasari pengembangan kurikulum. Psikologi belajar merupakan
ilmu yang mempelajari tentang perilaku individu dalam konteks belajar.
Psikologi belajar mengkaji tentang hakekat belajar dan teori-teori belajar,
serta berbagai aspek perilaku individu lainnya dalam belajar, yang semuanya
dapat dijadikan sebagai bahan pertimbangan sekaligus mendasari pengembangan
kurikulum.
Sementara itu, berkenaan dengan landasan psikologis, Ella
Yulaelawati memaparkan teori-teori psikologi yang mendasari Kurikulum 2004 yang
berbasis kompetensi. Dengan mengutip pemikiran Spencer, Ella Yulaelawati
mengemukakan pengertian kompetensi bahwa kompetensi merupakan “karakteristik
mendasar dari seseorang yang merupakan hubungan kausal dengan referensi
kriteria yang efektif dan atau penampilan yang terbaik dalam pekerjaan pada
suatu situasi“.
Selanjutnya, dikemukakan pula
tentang 5 tipe kompetensi, yaitu
:
a. motif; sesuatu yang dimiliki seseorang
untuk berfikir secara konsisten atau keinginan untuk melakukan suatu aksi.
b. bawaan; yaitu karakteristik fisik yang merespons secara
konsisten berbagai situasi atau informasi.
c.
konsep diri; yaitu tingkah laku,
nilai atau image
seseorang;
d. pengetahuan; yaitu informasi khusus yang dimiliki seseorang;
dan
e.
keterampilan; yaitu kemampuan melakukan tugas secara
fisik maupun mental.
Kelima
kompetensi tersebut mempunyai implikasi praktis terhadap perencanaan sumber
daya manusia atau pendidikan. Keterampilan dan pengetahuan cenderung lebih
tampak pada permukaan ciri-ciri seseorang, sedangkan konsep diri, bawaan dan
motif lebih tersembunyi dan lebih mendalam serta merupakan pusat
kepribadian seseorang. Kompetensi permukaan (pengetahuan dan keterampilan)
lebih mudah dikembangkan. Pelatihan merupakan hal tepat untuk menjamin
kemampuan ini. Sebaliknya, kompetensi bawaan dan motif jauh lebih sulit untuk
dikenali dan dikembangkan.
3.
Landasan
Sosial-Budaya-IPTEK
Kurikulum dapat dipandang sebagai suatu rancangan
pendidikan. Sebagai suatu
rancangan, kurikulum menentukan pelaksanaan dan hasil
pendidikan. Kita maklum bahwa pendidikan merupakan usaha mempersiapkan peserta
didik untuk terjun ke lingkungan masyarakat. Pendidikan bukan hanya untuk
pendidikan semata, namun memberikan bekal pengetahuan, keterampilan serta
nilai-nilai untuk hidup, bekerja dan mencapai perkembangan lebih lanjut di
masyarakat.
Peserta didik berasal dari masyarakat,
mendapatkan pendidikan baik formal maupun informal dalam lingkungan
masyarakat dan diarahkan bagi kehidupan masyarakat pula. Kehidupan
masyarakat, dengan segala karakteristik dan kekayaan budayanya menjadi landasan
dan sekaligus acuan bagi pendidikan.
Dengan pendidikan, kita tidak
mengharapkan muncul manusia – manusia yang menjadi terasing dari lingkungan
masyarakatnya, tetapi justru melalui pendidikan diharapkan dapat lebih mengerti
dan mampu membangun kehidupan masyakatnya. Oleh karena itu, tujuan, isi, maupun
proses pendidikan harus disesuaikan dengan kondisi, karakteristik, kekayaan dan
perkembangan yang ada di masyakarakat.
Setiap lingkungan masyarakat
masing-masing memiliki sistem-sosial budaya tersendiri yang mengatur pola
kehidupan dan pola hubungan antar anggota masyarakat. Salah satu aspek penting
dalam sistem sosial budaya adalah tatanan nilai-nilai yang mengatur cara
berkehidupan dan berperilaku para warga masyarakat. Nilai-nilai
tersebut dapat bersumber dari agama, budaya, politik atau segi-segi kehidupan
lainnya.
Sejalan dengan perkembangan masyarakat
maka nilai-nilai yang ada dalam masyarakat juga turut berkembang sehingga
menuntut setiap warga masyarakat untuk melakukan perubahan dan
penyesuaian terhadap tuntutan perkembangan yang terjadi di sekitar masyarakat.
Pada awalnya, ilmu pengetahuan dan
teknologi yang dimiliki manusia masih relatif sederhana, namun sejak abad
pertengahan mengalami perkembangan yang pesat. Berbagai penemuan teori-teori baru
terus berlangsung hingga saat ini dan dipastikan kedepannya akan terus semakin
berkembang
Akal manusia telah mampu menjangkau
hal-hal yang sebelumnya merupakan sesuatu yang tidak mungkin. Pada
jaman dahulu kala, mungkin orang akan menganggap mustahil kalau manusia bisa
menginjakkan kaki di Bulan, tetapi berkat kemajuan dalam bidang Ilmu
Pengetahuan dan Teknologi pada pertengahan abad ke-20, pesawat Apollo
berhasil mendarat di Bulan dan Neil Amstrong merupakan orang pertama yang
berhasil menginjakkan kaki di Bulan.
Perkembangan dalam bidang Ilmu
Pengetahuan dan Teknologi, terutama dalam bidang transportasi dan komunikasi
telah mampu merubah tatanan kehidupan manusia. Oleh karena itu, kurikulum
seyogyanya dapat mengakomodir dan mengantisipasi laju perkembangan ilmu
pengetahuan dan teknologi, sehingga peserta didik dapat mengimbangi dan
sekaligus mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi untuk kemaslahatan dan
kelangsungan hidup manusia.
Berkenaan dengan pengembangan Kurikulum
2004, Ella Yulaelawati memaparkan kondisi-kondisi sosiologis yang terjadi saat
ini. Dikemukakan, bahwa kurikulum perlu merespons terhadap perubahan yang
terjadi dalam interaksi masyarakat lokal dan masyarakat global.
Kemajuan cepat dunia dalam bidang
informasi dan teknologi dalam dua dasa warsa terakhir telah berpengaruh pada
peradaban manusia melebihi jangkauan pemikiran manusia sebelumnya. Pengaruh ini
terlihat pada pergeseran tatanan sosial, ekonomi dan politik yang memerlukan
keseimbangan baru antara nilai-nilai, pemikiran dan cara-cara kehidupan yang
berlaku pada konteks global dan lokal.
Selain itu, dalam abad pengetahuan
sekarang ini, diperlukan masyarakat yang berpengetahuan melalui belajar
sepanjang hayat dengan standar mutu yang tinggi. Sifat pengetahuan dan
keterampilan yang harus dikuasai masyarakat sangat beragam dan canggih,
sehingga diperlukan kurikulum yang disertai dengan kemampuan meta-kognisi dan
kompetensi untuk berfikir dan belajar bagaimana belajar (learning to learn)
dalam mengakses, memilih dan menilai pengetahuan, serta mengatasi siatuasi yang
ambigu dan antisipatif terhadap ketidakpastian. Kurikulum juga perlu
memuat isu-isu global, seperti : demokrasi, hak dan kewajiban manusia, isu
lingkungan, dan peningkatan konsensus terhadap nilai-nilai lokal dan universal.
4.
Falsafah
lembaga Pendidikan
Kita diindonesisa memiliki falsafah nasional yang
tegas,pancasila yang berfungsi sebagai pegangan bagi lembaga pendidikan untuk
pengembangan falsafah atau pandangan masing-masing sesuai dengan missi dan
tujuan nasional serta nilai-nilai masyarakat yang dilayaninya.
5.
Falsafah
pengajar/guru
Tiap guru harus mempunyai gambaran yang jelas mengenai
falsafah lembaga pendidikan tempat ia bekerja. Sebaiknya falsafah guru sendiri
konsisten dengan falsafah sekolah agar dapat membimbing siswa ke arah tujuan
pendidikan seperti dirumuskan dalam kurikulum.
6.
Dua dimensi
yang saling berkaitan dari determinan psikologis :
Teori belajar, Hakikat pelajar secara individual antara lain
berkenaan dengan taraf :
a. Motivasi
b. Kesiapan
c. Kematangan intelektual
d. Kematangan emosional
e. Latar belakang pengalaman
f.
Teori-teori belajar utama
Pada pokoknya terdapat lima kelompok teori belajar
utama,yakni :
a.
Behaviorisme
b. Psikologi daya
c.
Perkembangan kognitif
d. Teori lapangan (teori gestalt)
e. Teori kepribadian
C.
PENDEKATAN-PENDEKATAN
DALAM PENGEMBANGAN KURIKULUM
1. Pendekatan bidang studi
Pendekatan ini menggunakan bidang studi atau matapelajaran
sebagai dasar organisasi kurikulum,misalnya
matematika,sains,sejarah,geografi,atau IPA,IPS,dan sebagainya.
2. Pendekatan interdisipliner
Dalam pelajaran telah dilibatkan berbagai disiplin ilmu
seperti geografi (lokasi rumah),ekonomi (biaya rumah tangga),matematika
(pengeluaran setiap pagi untuk membeli sayur,dan sebagainya).
3. Pendekatan rekonstruksionisme
Pendekatan ini disebut juga rekonstruksi sosial karena
memfokuskan kurikulum pada masalah-masalah penting yang dihadapi dalam
masyarakat,seperti polusi,ledakan penduduk,kemiskinan,malapetaka akibat
kemajuan teknologi,perang dan damai,keadilan sosial,hak asasi manusia,dan
lain-lain.
Peranan guru ialah sebagai orang yang menganjurkan perubahan
(agent of change) mendorong siswa menjadi partisipan aktif dalam proses
perbaikan masyarakat.
4. Pendekatan Humanistik
Kurikulum ini berpusat pada siswa, jadi “student-center”.
Dan mengutakan perkembangan afektif siswa sebagai persyaratan dan sebagai
bagian integral dari proses belajar. Para pendidik humanistik yakin,bahwa
kesejahteraan mental dan emosional siswa harus dipandang sentral dalam
kurikulum,agar belajar itu memberi hasil maksimal.Pendekatan pembelajaran
humanistik memandang manusia sebagai subyek yang bebas merdeka untuk menentukan
arah hidupnya. Manusia bertanggungjawab penuh atas hidupnya sendiri dan juga
atas hidup orang lain. Pendekatan yang lebih tepat digunakan dalam pembelajaran
yang humanistik adalah pendekatan dialogis, reflektif, dan ekspresif.
Pendekatan dialogis mengajak peserta didik untuk berpikir bersama secara kritis
dan kreatif. Pendidik tidak bertindak sebagai guru melainkan fasilitator dan
partner dialog; pendekatan reflektif mengajak peserta didik untuk berdialog
dengan dirinya sendiri; sedangkan pendekatan ekspresif mengajak peserta didik
untuk mengekspresikan diri dengan segala potensinya (realisasi dan aktualisasi
diri). Dengan demikian pendidik tidak mengambil alih tangung jawab, melainkan
sekedar membantu dan mendampingi peserta didik dalam proses perkembangan diri,
penentuan sikap dan pemilahan nilai-nilai yang akan diperjuangkannya.
Pendidikan yang humanistik menekankan bahwa pendidikan
pertama-tama dan yang utama adalah bagaimana menjalin komunikasi dan relasi
personal antara pribadi-pribadi dan antar pribadi dan kelompok di dalam
komunitas sekolah. Relasi ini berkembang dengan pesat dan menghasilkan
buah-buah pendidikan jika dilandasi oleh cinta kasih antar mereka.
Pribadi-pribadi hanya berkembang secara optimal dan relatif tanpa hambatan jika
berada dalam suasana yang penuh cinta (unconditional love), hati
yang penuh pengertian (understanding heart) serta relasi
pribadi yang efektif (personal relationship). Dalam mendidik
seseorang kita hendaknya mampu menerima diri sebagaimana adanya dan kemudian
mengungkapkannya secara jujur (modeling). Mendidik tidak sekedar
menransfer ilmu pengetahuan, melatih keterampilan verbal kepada para peserta
didik, namun merupakan bantuan agar peserta didik dapat menumbuhkembangkan
dirinya secara optimal.
5. Pendekatan accountability
Accountability atau pertanggungjawaban lembaga pendidik-an
tentang pelaksanaan tugasnya kepada masyarakat, akhir-akhir ini tampil sebagai
pengaruh yang penting dalam dunia pendidikan. Namun, menurut banyak pengamat
pendidikan accountability ini telah mendesak pendidikan dalam arti yang
sebenarnya menjadi latihan belaka.
Accountability yang sistimatis yang pertama kalinya
diperkenalkan Frederick Taylor dalam bidang industri pada permulaan abad ini.
Pendekatannya, yang kelak dikenal sebagai “scientific management” atau
manajemen ilmiah, menetapkan tugas-tugas spesifik yang harus diselesaikan
pekerja dalam waktu tertentu.
6. Pendekatan pembangunan nasional
Pendekatan ini mengandung tiga unsur:
a. Pendidikan kewarganegaraan
Dalam masyarakat demokratis,
warganegara dapat dimasukkan dalam tiga kategori: Warganegara yang apatis, Warganegara
yang pasif, Warganegara yang aktif
b. Pendidikan sebagai alat pembangunan nasional
Tujuan pendidikan ini adalah
mempersiapkan tenaga kerja yang diperlukan untuk memenuhi kebutuhan
pembangunan. Para pengembang kurikulum bertugas untuk mendisain program yang
sesuai dengan analisis jabatan yang akan diduduki.
c. Pendidikan keterampilan praktis bagi kehidupan sehari-hari
Keterampilan yang diperlukan bagi
kehidupan sehari- hari dapat dibagi dalam beberapa kategori yang tidak hanya
bercorak keterampilan akan tetapi juga mengandung aspek pengetahuan dan sikap,
yaitu: Keterampilan untuk mencari nafkah dalam rangka sistim ekonomi suatu
negara. Keterampilan untuk mengembangkan masyarakat. Keterampilan untuk
menyumbang kepada kesejahteraan umum. Keterampilan sebagai warganegara yang
baik
D.
TUJUAN
PENGAJARAN
Bila misalnya tujuan ialah “membantu siwa mengembangkan
sikap positif terhadap kesegaran dan kesehatan jasmani” maka maksudnya ialah
agar siswa didorong untuk melakukan hal-hal yang bermanfaat bagi kesehatannya.
Tujuan pendidikan,demikian pula tujuan matapelajaran lazim
dirumuskan dari tiga aspek,yakni aspek kognitif,afektif,dan psikomotor.
1. Hasil belajar siswa
Hasil belajar siswa dirumuskan sebagai tujuan instruksional
umum dinyatakan dalam bentuk yang lebih spesifik dan merupakan komponen dari
tujuan umum matakuliah atau bidang studi.
2. Ranah belajar kognitif
Ranah ini mempunyai enam tingkatan dari yang paling rendah:
pengetahuan dasar (fakta,peristiwa,informasi,istilah) sampai yang paling
tinggi: evaluasi (pandangan yang didasarkan atas pengetahuan dan pemikiran) sehingga
merupan suatu hierarki.
3. Ranah belajar afektif
Dalam garis besarnya ranah afektif sebagai berikut:
a.
Menerima (memperhatikan) ada
kepekaan terhadap adanya kondisi,gejala,keadaan atau masalah tertentu.
b. Merespon. Memberi reaksi terhadap suatu gejala secara
terbuka.
c.
Menghargai . memberi penilaian atau
kepercayaan kepada suatu gejala yang cukup konsisten.
d. Organisasi. Mengembangkan nilai-nilai sebagai suatu
sistem,termasuk hubungan antar nilai dan tingkat prioritas nilai-nilai itu.
e. Karakteristik suatu nilai atau perangkat nilai.
4. Ranah belajar Psikomotor
Ranah ini kurang mendapat perhatian para pendidik
dibandingkan dengan kedua ranah lainnya.
a. Pandangan atas ketiga ranah
Bila kita tinjau secara horizontal,
maka kita lihat adanya kesamaan pada tiap tingkatan,khususnya pada tingkat
rendah dan paling tinggi. Misalnya pada tingkat rendah :
Kognitif _ pengetahuan
dasar - mengingat
informasi (S – R )
Afektif - nilai
dasar - pembentukan
kebiasaan (S – R)
Psikomotor - reaksi
dasar - respons
terhadap stimulus (S – R)
5.
Perumusan masalah
Ketiga ranah belajar harus diperhatikan dengan cermat dalam
perumusan tujuan umum. Pendesai kurikulum harus merumuskan dengan jelas apakah
yang diharapkan sebagai hasil belajar siswa,apakah tujuan pelajaran.atau
memupuk pengertian dan penghargaan atas keanekaragaman geografis tanah air kita
ini.
E.
STRATEGI DAN
SUMBER MENGAJAR
1.
Strategi
mengajar
Strategi mengajar adalah pendekatan umum dalam mengajar dan
tidak begitu terinci dan bervariasi dibanding dengan kegiatan belajar siswa
seperti yang dicantumkan dalam rencana instruksional atau persiapan satuan
pelajaran.
Tiap strategi mengajar mempunyai sejumlah kebaikan akan
tetapi disamping itu ada pula kelemahan masing-masing.
2.
Sumber
mengajar
Sumber mengajar sudah harus diusahakan pada pedoman
kurikulum. Pada taraf ini hendaknya dikerahkan sedapat mungkin tenaga pengajar
untuk bersama-sama menyiapkan segala sumber mengajar yang diperlukan.
Sumber-sumber mengajar biasanya banyak memerlukan waktu untuk mngembangkannya
oleh sebab itu sebaiknya dikembangkab oleh team daripada oleh individu secara
tersendiri. Sumber mengajar yang siap dibuat harus segera dicatat dalam
katalog. Agar sistematis diberi kode tertentu. Sumber itu disimpan dilokasi
yang sentral agar mudah digunakan oleh setiap pengajar.
F.
MEMDESAIN
RENCANA EVALUASI KURIKULUM
1.
Tujuan evaluasi
Tujuan evaluasi kurikulum dimaksudkan untuk memeriksa
ketercapaian tujuan pendidikan yang ingin diwujudkan melalui
kurikulum yang bersangkutan indikator kinerja yang akan dievaluasikan yang
merupakan efektivitas program.
Dalam sebuah evaluasi harus berpatokan pada kurikulum atau
silabi dan dirancang secara jelas yaitu apa yang harus dinilai, materi
penilaian, alat penilai, dan interpretasi hasil penilaian.
Beberapa prinsip yang harus dipegang dalam suatu pelaksanaan
evaluasi pendidikan:
a.
Keterpaduan.
Evaluasi tersebut harus memegang
pada prinsip-prinsip keterpaduan atau keselarasan. Dimana ada
kesesuaian antara tujuan intruksional pengajaran tujuan pembelajaran, materi
pembelajaran, dan metode pembelajaran.
b.
Keterlibatan peserta didik
Dalam sebuah
prinsip evaluasi harus memperhatikan keterlibatan peserta didik merupakan
suatu hal yang mutlak, karena keterlibatan peserta didik dalam evaluasi bukan
alternatif dan seluruhnya mempunyai keterkaitan yang erat.
c.
Koherens
Suatu evaluasi pendidikan harus
berkaitan dengan materi pembelajaran yang telah dipelajari dan sesuai dengan
ranah kemampuan peserta didik yang hendak diukur. Dan keselarasan peseta didik
dengan pembelajaran harus sesuai.
d.
Pedagogis
Pedagogis adalah seni dalam
mengajar. Prinsip evaluasi pendidikan yang ketujuah adalah perlu adanya alat
penilai dari aspek pedagogis untuk melihat perubahan sikap dan perilaku
sehingga pada akhirnya hasil evaluasi mampu menjadi motivator bagi diri siswa
atau peserta didik.
e.
Akuntabel
Sudah semestinya hasil evaluasi
haruslah menjadi alat akuntabilitas atau bahan pertanggungjawaban bagi pihak
yang berkepentingan seperti orangtua siswa, sekolah, dan lainnya.
2.
Proses dan metodologi penilaian
Berbagai model desain kurikulum memerlukan berbagai cara
evaluasi yang berbedah pula. Salah satu contoh model yang sering digunakan
adalah desain tujuan. Evaluasi ini terdiri atas langkah-langkah sebagai
berikut:
Pelaksanaan evaluasi internal à Rancangan
revisi à Pendapat ahli à Komentar
yang dapat dipercaya à Model
kurikulum.
Dalam program evaluasi ini masih terdapat perbedaan pendapat
tentang apakah ahli yang melaksanakan kurikulum harus juga ahli dalam bidang
ilmu tersebut. Banyak peneliti yang berpendapat bahwa jika ahli tersebut
mempunyai kekurangan dalam teknik evaluasi kurikulum, mungkin akan dihasilkan
hal-hal yang bias. Meskipun demikian, ada pula ahli yang mengemukakan empat
langkah evaluasi kurikulum yang berfokus pada tujuan, yaitu evaluasi
awal, evaluasi formatif, evaluasi sumatif, dan evaluasi jangka
panjang.
Dari dua macam pendapat tadi, dapat ditarik kesimpulan bahwa
jika dikatagorikan secara personal, evaluasi ini berupa evaluasi internal dan
eksternal. Apabila dikatagorikan secara sifat, terdapat dua macam evaluasi,
yaitu evaluasi formatif dan sumatif. Pada saat ini terdapat berbagai model evaluasi yang dapat
dijadikan pegangan untuk mendesain proses dan metode penilaian kurikulum. Model
mana yang digunakan bergantung pada tujuan evaluasi, waktu dan biaya yang
tersedia dan tingkat kecermatan dan kespesifikan yang diinginkan.
Kesimpulan
Kurikulum
dan pembelajaran adalah suatu hal yang tidak dapat dipisahkan satu sama
lain, karena pembelajaran dapat di laksanakan dengan cara menurunkan apa
yang sudah ditetapkan dalam kuriukulum dari segi tujuan pembelajaran, penentuan
bahan ajar, dalam kegiatan atau strategi belajar, dan juga dalam sitem evaluasi
yang beberapa hal itu merupakan aspek yang dominan harus dijadikan acuan dalam
pembelajran yang menjadikan mutu pendidikan yang sesuai dengan apa yang kita
harapkan.
Suatu
pendidikan tidak terlepas dari semua komponen pendidikan yang satu dengan yang
lainnya karena semua itu bagian suatu bagian system yang harus berjalan secara
sistematis dan harmonis, seandainya satu bagian itu tidak ada mengakibatkan
ketidak harmonisan yang dirasakan, tidak satu komponen lebih-lebih semua
kompone-komponen pendidikan lainnya.
Begitu
halnya dengan tujuan pendidikan yang dibahas pada makalah ini, dari sekian
banyak pakar ilmu ataupun pemikir pendidikan yang memberikan pendapatnya
tentang tujuan pendidikan seperti yang dijelaskan diatas semua itu bermuara
pada pembentukan moral ataupun ahlak, budi pekerti kepada manusia lebih-lebih
pada sang Pencipta Jagat Raya. Tetapi sangat sedikit siswa maupun seorang
pendidik mempedulikan tujuan pendidikan nilai kepada Sang Maha Agung yakni
Allah SWT.
Soal
Latihan
1. Apa
itu kurikulum formal dan tak formal?
2. Ada empat jenis hubungan kurikulum
dengan teori Pendidikan, sebutkan dan jelaskan secara singkat?
3. Apa yang anda ketahui tentang kurikulum
dalam landasan psikologis, jelaskan?
4. Apa yang anda ketahui dari pendekatan humanistic
dalam pengembangan kurikulum?
5. Apa
yang anda ketahui tentang mendesain rencana valuasi kurikulum, jelaskan?