Rabu, 20 November 2019

Materi 5 LP Aliran-Aliran Pendidikan



ALIRAN-ALIRAN PENDIDIKAN 


1.    Aliran Nativisme (Aliran Pembawaan)
Aliran ini dipelopori oleh Schopenhauer (filsuf jerman 1788-1860). aliran ini menyatakan bahwa perkembangan manusia dalam hidup bermasyarakat itu tergantung kepada pembawaan, sehingga pengaruh di dunia sekitar sedikit sekali. orang akan menjadi ahli agama, pelukis, guru, dll itu semuanya semata-mata karena pembawaan bukan karena lingkungan/pendidikan.
Istilah Nativisme berasal dari kata “natie” yang berarti terlahir schopnhauler berpendapat bahwa bayi itu lahir sudah dengan pembawaan baik dan pembawaan buruk, sehingga para penganut nativisme mengatakan bahwa kalau anak mempunyai pembawaan jahat maka ia akan menjadi jahat, dan sebaliknya pembawaan buruk dan baik tidak dapat diubah dari kekuatan luar.
Meskipun dalam kenyataan sehari-hari, sering ditemukan anak mirip orang tuanya (secara fisik) dan ana juga mewarisi bakat-bakat yang ada pada orang tuanya. tetapi pembawaan itu bukanlah merupakan satu-satunya factor yang menentukan perkembangan masih banyak factor yang dapat mempengaruhi pembentukan dan perkembangan anak dalam menuju kedewasaan.
Istilah nativisme berasal dari kata natie yang artinya adalah terlahir. Aliran Nativisme bertolak dari Leibnitzian Tradition yang menekankan kemampuan dalam diri anak, sehingga faktor lingkungan, termasuk faktor prndidikan, kurang berpengaruh terhadap perkembangan anak. Hasil perkembangan tersebut ditentukan oleh pembawaan yang sudah diperoleh sejak kelahiran.Lingkungan kurang berpengaruh terhadap pendidikan dan perkembangan anak.[1]
Tokoh aliran Nativisme adalah Arthur Schopenhauer (1788-1860), dia adalah seorang filsuf yang berkebangsaan Jerman yang sangat dikenal sebagai orang yang pesimis dan pemahamannya terhadap realitas sebagai yang tidak masuk akal.Dia berpendapat bahwa faktor pembawaan yang bersifat kodrat dari kelahiran, yang tidak dapat diubah oleh alam sekitar atau atau pendidikan itulah pribadi seseorang, bukan hasil pendidikan. Tanpa potensi hereditas yang baik, seseorang  tidak mungkin mencapai taraf  yang dikehendaki, meskipun dididik dengan maksimal.[2]Dengan demikian, menurut aliran ini, keberhasilan belajar ditentukan oleh individu itu sendiri. Nativisme berpendapat, jika anak memiliki bakat jahat dari lahir, ia akan menjadi jahat, dan sebaliknya, jika anak memiliki bakat baik, ia akan menjadi baik. Pendidikan anak yang tidak sesuai dengan bakat yang dibawa tidak akan berguna  bagi perkembangan anak itu sendiri.[3]
Contoh dari pandangan nativisme adalah anak mirip orang tuanya secara fisik dan akan mewarisi sifat dan bakat orangtuanya. Misalnya, seorang anak yang berasal dari keluarga ahli seni musik, maka anak tersebut akan berkembang menjadi seniman musik yag mungkin melebihi kemampuan orangtuanya, mungkin juga hanya sampai pada setengah kemampuan orangtuanya.
Bertolak dari pemikiran diatas, maka konsep pendidikan Schopenhauer dapat dikemukakan lebih lanjut senagai berikut:
Pertama, berkaitan dengan mendidik. Menurutnya, mendidik adalah tidak lain dari membiarkan anak tumbuh berdasarkan pembawaannya. Berhasil tidaknya pendidikan tersebut, bergantung kepada tinggi rendahnya jenis pembawaan yang dimiliki anak. Pendidikan menurut aliran ini tidak memiliki kekuatan sama sekali. Dengan demikian, aliran nativisme ini termasuk yang bersifat pesimistis dalam memandang pendidikan, yakni bahwa pendidikan tersebut sebagai yang tidak ada nilainya.
Jika pandangan kaum nativisme tersebut dihubungkan dengan ajaran islam tampak bahwa ajaran tersebut tidak sepenuhnya dapat diterima. Islam mengakui bahwa setiap manusia memiliki kemampuan jasmani, akal, dan rohani yang dibawanya sejak lahir.Namun, berbagai kemampuan tersebut tidak dapat dengan sendirinya tumbuh dan berkembang jika tidak dilakukan pembinaan.Kemampuan tersebut baru merupakan potensi atau bahan yang masih harus dibentuk.[4]Tentang adanya potensi yang harus dikembangkan dan dibina ini dapat dipahami dari ayat yang artinya: ‘dan Allah mengeluarkan kamu dari perut ibumu dalam keadaan tidak mengetahui sesuatupun, dan dia memberi kamu pendengaran, penglihatan dan hati, agar kamu bersyukur.” (QS. Al-Nahl, 16:78).
2.    Aliran Empirisme
yaitu suatu aliran yang menganggap bahwa manusia itu dalam hidup dan perkembangan pribadinya semata-mata ditentukan oleh dunia luar, sedangkan pengaruh-pengaruh dari dalam (factor keturunan) dianggapnya tidak ada. Aliran ini bertolak belakang dengan lockean tradition, yang mementingan stimulasi eksternal dan perkembangan manusia, dan menyatakan bahwa perkembangan anak tergantung kepada lingkungan, sedangkan permbawaan tidak dipentingkan.
Aliran ini dipelopori oleh seorang filsuf inggris bernama John Locke (1704-1932) yang mengembangkan teori “tabula rasa”, yakni anak lahir didunia bagaikan kerta putih yang bersih.
Menurut pandangan empirisme pendidik memegang peranan yang sangat penting sebab pendidik dapat menyediakan lingkungan pendidikan kepada anak dan akan diterima oleh anak sebagai pengalaman-pengalaman. hal ini juga banyak mempengaruhi pola piker orang Indonesia, sebagai contoh, banyak orang tua yang memaksa anaknya untuk tumbuh kearah yang mereka inginkan tanpa menghiraukan bakat, pembawaan, serta cita-cita anak itu sendiri.
Aliran Empiris dipandanga berat sebelah karena hanya mementingkan peranan pengalaman yang diperoleh dari lingkungan. sedangkan kemampuan dasar yang dibawa anak sejak lahir dianggap tidak menentukan.
Namun aliran ini dapat dibenarkan/diperkuat dengan contoh berikut : Ada 2 anak kembar, mereka dianggap mempunyai kesanggupan dan sifat-sifat yang sama.kemudian keduanya dipisahkan semenjak lahirm, yang satu dibesarkan di lingkungan desa dan dididik oleh keluarga petani, yang satu lagi dibesarkan di kota dan dididik oleh keluarga kaya raya.
Bakat dan kesanggupan keduanya juga berbeda yang satu menjadi guru, sedangkan yang satu lagi menjadi saudagar. Yang menyebabkan perbedaan itu adalah pendidikan dan lingkungan yang berbeda tadi. Jadi, kesimpulannya bahwa pendidikan dan lingkungan itu adalah maka kuasa.
Aliran Empirisme atau aliran yang berdasarkan pada pengalaman bertolak dari Lockean Tradition yang mementingkan stimulasi eksternal dalam perkmbangan manusia, dan menyatakan bahwa perkembangan anak tergantung kepada lingkungan, sedangkan pembawaan tidak dipentingkan.Pengalaman yang diperoleh anak dalam kehidupan sehari-hari di didapat dari dunia sekitarnya yang berupa stimulant-stimulan.Stimulasi ini berasal dari alam bebas ataupun diciptakan oleh orang dewasa dalam bentuk program pendidikan.[5] Aliran ini sangan berlawanan dengan aliran nativisme yang  beranggapan bahwa perkembangan manusia tergantung pada faktor bawaan(keturunan) dan bukan dari lingkungan.
Seorang filsuf Inggris bernama John Locke (1632-1704) mengembangkan sebuah teori yang disebut dengan Teori “Tabula Rasa” yang menyebutkan bahwa anak yang lahir ke dunia seperti kertas kosong (putih) atau meja berlapis  lilin yang belum ada tulisan di atasnya. Oleh karena itu, kertas kosong tersebut dapat ditulisi sekehendak hati yang menulisnya, dan lingkungan itulah yang menulis kertas kosong tersebut.Menurut teori ini, kepribadian didasarkan pada lingkungan pendidikan yang didapatinya atau perkembangan jiwa seseorang semata-mata bergantung kepada pendidikan.[6]
Misalnya, ada dua anak lahir kembar, dan dari kecil mereka dipisahkan dan dibesarkan pada lingkungan yang berbeda.Satu dari mereka dididik oleh keluarga yang kaya raya dan disekolahkan di sekolah modern, dan yang satu dididik oleh keluarga miskin di sebuah desa. Ternyata pertumbuhannya tidak sama.
Kelemahan aliran ini adalah hanya mementingkan pengalaman, sedangkan kemampuan dasar yang dibawa anak sejak lahir dikesampingkan.Padahal, ada anak yang berbakat dan berhasil meskipun lingkungan tidak mendukung.[7]
Dalam pandangan Islam, teori empirisme atau behaviorisme yang dikemukakan John Locke tersebut tidak sepenuhnya dapat  diterima. Islam mengakui bahwa lingkungan atau pendidikan memiliki pengaruh dalam pembentukan pribadi anak. Ibn Miskawaih, Ibn Sina, dan al-Ghazali misalnya mendukung paham tersebut. Para filsuf Islam tersebut misalnya berpendapat, bahwa jika lingkungan atau pendidikan tidak berpengaruh pada pembentukan pribadi manusia, maka kehadiran para Nabi menjadi sia-sia.Kenyataa menunjukkan bahwa dengan kedatangan para Nabi, keadaan masyarakat menjadi berubah dari keadaan yang tersesat menjadi lurus, dari keadaan berbuat zalim menjadi berbuat baik, dari keadaan bodoh menjadi pandai, dari keadaan biadab menjadi beradab dan seterusnya. Nabi Muhammad Saw misalnya menyatakan bahwa ia diutus ke muka bumi ini adalah untuk menyempurnakan akhlak yang mulia.
Namun demikian, Islam tidak memutlakkan peran lingkungan atau pendidikan dan menghilangkan peran hidayah Allah Swt. Islam memandang bahwa lingkungan tidak sepenuhnya dapat membentuk orang menjadi baik.Buktinya ada anak seorang Nabi yang tidak menjadi orang yang beriman. Di dalam Al-Qur’an Allah Swt, menyatakan: sesungguhnya  kamu tidak akan dapat memberi petunjuk kepada orang yang kamu kasihi, tetapi Allah memberi petunjuk kepada orang yang dikehendaki-Nya, dan Allah lebih mengetahui orang-orang yang mau menerima petunjuk. (QS Al-Qashash, 28:56). Dengan demikian, terlihat dengan jelas bahwa pemikiran pendidikan empirisme atau behaviorisme tidak sepenuhnya dapat diterima dalam ajaran Islam.
3.    Aliran Konvergensi
Tokoh alirna koversi adalah wiliam stem, ia seornag tokoh penduduk jerman yang hidup tahun 1871-1939. Aliran konvergensi merupakan kompromi atau kombinasi dari aliran nativisme dan empirisme.
Aliran ini berpendapat bahwa bahwa anak lahir didunia ini telah memiliki bakat baik dan buruk, sedangkan perkembangan anak selanjutnya akan dipengaruhi oleh lingkungan. Jadi, faktor pembawaan dan lingkungan sama-sama berperan penting, anak yang mempunyai pembawaan baik dan didukung oleh lingkungan pendidikan yang baik akan menjadi semakin baik, begitu sebaliknya.
Dengan demikian, aliran konvergensi menganggap bahwa pendidikan sangat bergantung pada faktor pembawaan atau bakat dan lingkungan, hanya saja, William stem tidak menerangkan seberapa besar perbandingan pengaruh kedua faktor tersebut sampai sekarang pengaruh dari kedua faktor tersebut belum bisa ditetapkan.
Aliran konvergensi pada umumnya diterima secara luas sebagai pandangan yang tepat dalam memahami tumbuh kembang manusia.Karena aliran ini merupakan perpaduan dari aliran sebelumnya, yaitu nativisme dan empirisme. Seorang tokoh pendidikan Jerman bernama William Stern (1871-1939) berpendapat bahwa seorang anak dilahirkan di dunia sudah disertai pembawaan baik maupun pembawaan buruk, sedangkan perkembangan anak selanjunya akan dipengaruhi oleh lingkungan. Jadi, faktor pembawaan dan lingkungan sama-sama berperan penting.[8]
Bakat yang dibawa anak pada waktu lahir tidak akan berkembang dengan baik tanpa adanya dukungan lingkungan yang sesuai untuk perkembangan bakat itu. Sebaliknya, lingkungan yang baik tidak dapat menghasilkan perkembangan anak yang optimal kalau memang pada diri anak tidak terdapat bakat yang diperlukan untuk mengembangkan itu.
Sebagai contoh, hakikat kemampuan anak manusia berbahasa dengan kata-kata.Pada anak manusia ada pembawaan untuk berbicara melalui situasi lingkungannya, anak berbicara dalam bahasa tertentu.Lingkungan pun mempengaruhi anak didik dalam mengembangkan pembawaan bahasanya. Karena itu tiap anak manusia mula-mula menggunakan bahasa lingkungannya, misalnya bahasa Jawa, bahasa Sunda, bahasa Indonesia, dan sebagainya. Kemampuan satu anak dengan anak yang lain (yang tinggal dalam lingkungan yang sama) untuk mempelajari bahasa mungkin tidak sama. Itu disebabkan oleh adanya perbedaan kuantitas pembawaan dan perbedaan situasi lingkungan, biarpun lingkungan anak-anak tersebut menggunakan bahasa yang sama.
Di kalangansebagian pemikir Islam ada yang berpendapat , bahwa ajaran Islam yang dibawa oleh Nabi Muhammad Saw adalah ajaran yang mendukung teori konvergensi. Pendapat ini didasarkan pada hadis Nabi yang artinya: bahwa setiap anak yang dilahirkan telah membawa fitrah, maka kedua orang tuanyalah yang menyebabkan anak tersebut menjadi Yahudi, Nasrani atau Majusi.(HR Baihaqi)
Namun demikian, Islam sesungguhnya lebih tepat dikatakan sebagai penganut paham konvergensi plus, yakni bahwa keberhasilan pendidikan selain disebabkan karena usaha manusia, juga karena hidayah dari Allah Swt. Hal ini dapat dipahami dari QS Al-Waaqi’ah (56) ayat 63-64 yang artinya: maka apakah kamu memerhatikan apa-apa yang kamu tanam? Apakah kamu menumbuhkannya atau kami yang menumbuhkannya?.Dengan berpegangan ayat tersebut, maka Islam menganut paham konvergensi plus, atau konvergensi yang memadukan antara usaha manusia dengan kehendak Tuhan.Hal ini sejalan pula dengan ideology pendidikan Islam yang bercorak humanism theo-centris, yakni ideology yang memahami penggabungan antara usaha manusia dan kehendak Tuhan.
4.    Aliran Behaviorisme
Behaviorisme adalah suatu aliran ilmu jiwa di Amerika. Pelopor aliran ini adalah William james, Thorndike, dan Watson. Menurut Behaviorsme Pendidikan adalah mahakuasa. Manusia hanya makhluk yang berkembang karena kebiasaan-kebiasaan dan pendidikan dapat mempengaruhi reflek sekehendak hatinya.
Kesimpulannya, behaviorisme menjadikan perilaku manusia yang tampak keluar sebagai sasaran kajiannya, dan tetap menekankan bahwa perilaku itu terutama sebagai hasil belajar semata-mata.
5.    Aliran Naturalisme
Aliran ini memiliki persamaan dengan nativisme, dipeolopori oleh seorang filsuf prancis J.J. Rousseau (1712- 1778). Berbeda dengan schoperhauer, Rousseau berpendapat bahwa semua anak yang baru dilahirkan mempunyai pembawaan buruk. Pembawaan rossedu juga berpendapat bahwa pendidikan yang diberikan orang dewasa mahalam dapat merusak pembawaan anak yang baik itu.
Aliran ini disebut juga negativism, karena berpendapat bahwa pendidik wajib membiarkan pertumbuhan anak pada alam, jadi dengan kata lain pendidikan tidak diperlukan. Namun aliran ini sangat berbanding terbalik dengan kenyataan, karena makin lama pendidikan semakin diperlukan.
6.    Aliran Esensialisme
Esensialisme adalah pendidikan yang didasarkan kepada nilai-nilai kebudayaan yang telah ada sejak awal peradaban umat manusia. Esensialisme muncul pada zaman renaissance dengan cirri-ciri utama yang berbeda dengan progresivisme. Idealism dan realism adalah aliran filsafat yang membentuk corak esensialisme. Esensialisme memandang bahwa pendidikan harus berpijak pada nilai-nilai yang memiliki kejelasan dan tahan lama yang memberikan kestabilan dan nilai-nilai terpilih yang mempunyai tata yang jelas. Contoh : seorang wichelm friedrich hegel dan George Santayana.
7.    Aliran Progresivisme
Progresivisme adalah satu gerakan dan perkumpulan yang didirikan pada tahun 1918. Aliran ni berpendapat bahwa pengetahuan yang benar pada masa kini mungkin tidak benar dimasa mendatang. Pendidikan harus berpusat pada anak bukannya memfokuskan pada guru atau bidang muatan .
Aliran ini meletakkan dasar-dasar kemerdekaan dan kebebasan kepada anak didik. Anak didik diberikan kebaikan baik secara fisik maupun cara berfikir, guna mengambangkan bakat dan kemampuan yang terpendam dalam dirinya tanpa terhambat oleh rintangan yang dibuat oleh orang lain.
Oleh karena itu, filsafat progresivisme tidak menyetujui pendidikan yang otoriter. Kesimpulan, progresivisme merupakan pendidikan yang berpusat pada Siswa dan Memberi Penekanan lebih besar pada kreativitas,aktivitas belajar “naturalitik”, hasil belajar “dunia nyata” dan juga pengalaman teman sebaya. Tokoh : William James, John Dewey, Hans Vaihinger.
8.    Aliran Perenialisme
Perenialisme merupakan suatu aliran dalam pendidikan yang lahir pada abad ke 20.  Perenialisme berasal dari kata perennial yang berarti abadi, kekal, selalu, perenialisme lahir sebagai suatu reaksi terhadap pendidikan progresif.
Menurut pandangan perenialisme, tugas utama pendidikan adalah mempersiapkan anak didik kearah kematangan. Malang dalam arti hidup akalnya, jadi akal inilah yang perlu mendapat tuntutnan kearah kematangan tersebut. Tokoh : Plato, Aristoteles, Thosmas Aquinas
9.    Aliran Rekontruksionisme
Kata rekonstruksionalisme dalam bahasa Inggris “reconstruct” yang berarti menyusun kembali. Dalam konteks filsafat pendidikan, aliran rekonstruksionalisme adalah suatu aliran yang berusaha merombak tata susunan lama dan membangun tata susunan hidup kebudayaan yang bercorak modern.
Rekonstruksionisme memandang proses dan lembaga pendidikan perlu merombak tata susunan lama dan membangun tata susunan lama dan membangun tata susunan hidup kebudayaan yang baru, untuk mencapai tujuan utama tersebut memerlukan kerjasama antar umat manusia. Tokoh : Goorge Count dan Harold Rugg.
10.  Aliran Konstruktivisme
Gagasan pokok aliran ini dibawah oleh Giambatista Vico, seorang epistemology italia. Ia dipandangan sebagai cikal bakal lahirnya konstruksionisme. Aliran ini juga dikembangkan oleh piaget. Ia berpendapat bahwa perkembangan kognitif dipengaruhi oleh 3 proces dasar yaitu : asimilasi, akomodasi, dan ekuilibrasi.
DAFTAR PUSTAKA
Umar Tirtarahardja, Pengantar Pendidikan.2008. Jakarta:PT Rineka Cipta
Abuddin Nata, Pemikiran Pendidikan Islam dan Barat. 2012. Jakarta: PT Raja Grafindo
Persada
Wiji Suwarno, Dasar-dasar Ilmu Pendidikan. 2009. Jogjakarta: Ar-Ruzz Media

Tidak ada komentar:

Posting Komentar