ALIRAN-ALIRAN PENDIDIKAN
1.
Aliran Nativisme (Aliran Pembawaan)
Aliran ini dipelopori oleh Schopenhauer (filsuf jerman 1788-1860). aliran
ini menyatakan bahwa perkembangan manusia dalam hidup bermasyarakat itu
tergantung kepada pembawaan, sehingga pengaruh di dunia sekitar sedikit sekali.
orang akan menjadi ahli agama, pelukis, guru, dll itu semuanya semata-mata
karena pembawaan bukan karena lingkungan/pendidikan.
Istilah Nativisme berasal dari kata “natie” yang berarti terlahir
schopnhauler berpendapat bahwa bayi itu lahir sudah dengan pembawaan baik dan
pembawaan buruk, sehingga para penganut nativisme mengatakan bahwa kalau anak
mempunyai pembawaan jahat maka ia akan menjadi jahat, dan sebaliknya pembawaan
buruk dan baik tidak dapat diubah dari kekuatan luar.
Meskipun dalam kenyataan sehari-hari,
sering ditemukan anak mirip orang tuanya (secara fisik) dan ana juga mewarisi bakat-bakat
yang ada pada orang tuanya. tetapi pembawaan itu bukanlah merupakan
satu-satunya factor yang menentukan perkembangan masih banyak factor yang dapat
mempengaruhi pembentukan dan perkembangan anak dalam menuju kedewasaan.
Istilah nativisme berasal dari kata natie yang
artinya adalah terlahir. Aliran Nativisme bertolak dari Leibnitzian
Tradition yang menekankan kemampuan dalam diri anak, sehingga faktor
lingkungan, termasuk faktor prndidikan, kurang berpengaruh terhadap
perkembangan anak. Hasil perkembangan tersebut ditentukan oleh pembawaan yang
sudah diperoleh sejak kelahiran.Lingkungan kurang berpengaruh terhadap
pendidikan dan perkembangan anak.[1]
Tokoh aliran Nativisme adalah Arthur Schopenhauer
(1788-1860), dia adalah seorang filsuf yang berkebangsaan Jerman yang sangat
dikenal sebagai orang yang pesimis dan pemahamannya terhadap realitas sebagai
yang tidak masuk akal.Dia berpendapat bahwa faktor pembawaan yang bersifat
kodrat dari kelahiran, yang tidak dapat diubah oleh alam sekitar atau atau
pendidikan itulah pribadi seseorang, bukan hasil pendidikan. Tanpa potensi
hereditas yang baik, seseorang tidak mungkin mencapai taraf yang
dikehendaki, meskipun dididik dengan maksimal.[2]Dengan demikian, menurut
aliran ini, keberhasilan belajar ditentukan oleh individu itu sendiri.
Nativisme berpendapat, jika anak memiliki bakat jahat dari lahir, ia akan
menjadi jahat, dan sebaliknya, jika anak memiliki bakat baik, ia akan menjadi
baik. Pendidikan anak yang tidak sesuai dengan bakat yang dibawa tidak akan
berguna bagi perkembangan anak itu sendiri.[3]
Contoh dari pandangan nativisme adalah anak mirip
orang tuanya secara fisik dan akan mewarisi sifat dan bakat orangtuanya.
Misalnya, seorang anak yang berasal dari keluarga ahli seni musik, maka anak
tersebut akan berkembang menjadi seniman musik yag mungkin melebihi kemampuan
orangtuanya, mungkin juga hanya sampai pada setengah kemampuan orangtuanya.
Bertolak dari pemikiran diatas, maka konsep pendidikan
Schopenhauer dapat dikemukakan lebih lanjut senagai berikut:
Pertama, berkaitan dengan mendidik.
Menurutnya, mendidik adalah tidak lain dari membiarkan anak tumbuh berdasarkan
pembawaannya. Berhasil tidaknya pendidikan tersebut, bergantung kepada tinggi
rendahnya jenis pembawaan yang dimiliki anak. Pendidikan menurut aliran ini
tidak memiliki kekuatan sama sekali. Dengan demikian, aliran nativisme ini
termasuk yang bersifat pesimistis dalam memandang pendidikan, yakni bahwa
pendidikan tersebut sebagai yang tidak ada nilainya.
Jika pandangan kaum nativisme tersebut dihubungkan
dengan ajaran islam tampak bahwa ajaran tersebut tidak sepenuhnya dapat
diterima. Islam mengakui bahwa setiap manusia memiliki kemampuan jasmani, akal,
dan rohani yang dibawanya sejak lahir.Namun, berbagai kemampuan tersebut tidak
dapat dengan sendirinya tumbuh dan berkembang jika tidak dilakukan
pembinaan.Kemampuan tersebut baru merupakan potensi atau bahan yang masih harus
dibentuk.[4]Tentang adanya potensi yang harus dikembangkan dan dibina ini dapat
dipahami dari ayat yang artinya: ‘dan Allah mengeluarkan kamu dari
perut ibumu dalam keadaan tidak mengetahui sesuatupun, dan dia memberi kamu
pendengaran, penglihatan dan hati, agar kamu bersyukur.” (QS. Al-Nahl,
16:78).
2.
Aliran Empirisme
yaitu suatu aliran yang menganggap bahwa manusia itu dalam hidup dan
perkembangan pribadinya semata-mata ditentukan oleh dunia luar, sedangkan
pengaruh-pengaruh dari dalam (factor keturunan) dianggapnya tidak ada. Aliran
ini bertolak belakang dengan lockean tradition, yang mementingan stimulasi
eksternal dan perkembangan manusia, dan menyatakan bahwa perkembangan anak
tergantung kepada lingkungan, sedangkan permbawaan tidak dipentingkan.
Aliran ini dipelopori oleh seorang
filsuf inggris bernama John Locke (1704-1932) yang mengembangkan teori “tabula
rasa”, yakni anak lahir didunia bagaikan kerta putih yang bersih.
Menurut pandangan empirisme pendidik
memegang peranan yang sangat penting sebab pendidik dapat menyediakan
lingkungan pendidikan kepada anak dan akan diterima oleh anak sebagai
pengalaman-pengalaman. hal ini juga banyak mempengaruhi pola piker orang
Indonesia, sebagai contoh, banyak orang tua yang memaksa anaknya untuk tumbuh
kearah yang mereka inginkan tanpa menghiraukan bakat, pembawaan, serta cita-cita
anak itu sendiri.
Aliran Empiris dipandanga berat sebelah karena hanya mementingkan peranan
pengalaman yang diperoleh dari lingkungan. sedangkan kemampuan dasar yang
dibawa anak sejak lahir dianggap tidak menentukan.
Namun aliran ini dapat dibenarkan/diperkuat dengan contoh berikut : Ada 2 anak kembar, mereka dianggap mempunyai kesanggupan
dan sifat-sifat yang sama.kemudian keduanya dipisahkan semenjak lahirm, yang
satu dibesarkan di lingkungan desa dan dididik oleh keluarga petani, yang satu
lagi dibesarkan di kota dan dididik oleh keluarga kaya raya.
Bakat dan kesanggupan keduanya juga berbeda yang satu menjadi guru,
sedangkan yang satu lagi menjadi saudagar. Yang menyebabkan perbedaan itu
adalah pendidikan dan lingkungan yang berbeda tadi. Jadi, kesimpulannya bahwa
pendidikan dan lingkungan itu adalah maka kuasa.
Aliran Empirisme atau aliran yang berdasarkan pada
pengalaman bertolak dari Lockean Tradition yang mementingkan
stimulasi eksternal dalam perkmbangan manusia, dan menyatakan bahwa
perkembangan anak tergantung kepada lingkungan, sedangkan pembawaan tidak
dipentingkan.Pengalaman yang diperoleh anak dalam kehidupan sehari-hari di didapat
dari dunia sekitarnya yang berupa stimulant-stimulan.Stimulasi ini berasal dari
alam bebas ataupun diciptakan oleh orang dewasa dalam bentuk program
pendidikan.[5] Aliran ini sangan berlawanan dengan aliran nativisme
yang beranggapan bahwa perkembangan manusia tergantung pada faktor
bawaan(keturunan) dan bukan dari lingkungan.
Seorang filsuf Inggris bernama John Locke (1632-1704)
mengembangkan sebuah teori yang disebut dengan Teori “Tabula Rasa” yang
menyebutkan bahwa anak yang lahir ke dunia seperti kertas kosong (putih) atau
meja berlapis lilin yang belum ada tulisan di atasnya. Oleh karena itu,
kertas kosong tersebut dapat ditulisi sekehendak hati yang menulisnya, dan
lingkungan itulah yang menulis kertas kosong tersebut.Menurut teori ini, kepribadian
didasarkan pada lingkungan pendidikan yang didapatinya atau perkembangan jiwa
seseorang semata-mata bergantung kepada pendidikan.[6]
Misalnya, ada dua anak lahir kembar, dan dari kecil
mereka dipisahkan dan dibesarkan pada lingkungan yang berbeda.Satu dari mereka
dididik oleh keluarga yang kaya raya dan disekolahkan di sekolah modern, dan
yang satu dididik oleh keluarga miskin di sebuah desa. Ternyata pertumbuhannya
tidak sama.
Kelemahan aliran ini adalah hanya mementingkan
pengalaman, sedangkan kemampuan dasar yang dibawa anak sejak lahir
dikesampingkan.Padahal, ada anak yang berbakat dan berhasil meskipun lingkungan
tidak mendukung.[7]
Dalam pandangan Islam, teori empirisme atau
behaviorisme yang dikemukakan John Locke tersebut tidak sepenuhnya dapat
diterima. Islam mengakui bahwa lingkungan atau pendidikan memiliki pengaruh
dalam pembentukan pribadi anak. Ibn Miskawaih, Ibn Sina, dan al-Ghazali
misalnya mendukung paham tersebut. Para filsuf Islam tersebut misalnya
berpendapat, bahwa jika lingkungan atau pendidikan tidak berpengaruh pada
pembentukan pribadi manusia, maka kehadiran para Nabi menjadi sia-sia.Kenyataa
menunjukkan bahwa dengan kedatangan para Nabi, keadaan masyarakat menjadi
berubah dari keadaan yang tersesat menjadi lurus, dari keadaan berbuat zalim
menjadi berbuat baik, dari keadaan bodoh menjadi pandai, dari keadaan biadab
menjadi beradab dan seterusnya. Nabi Muhammad Saw misalnya menyatakan bahwa ia
diutus ke muka bumi ini adalah untuk menyempurnakan akhlak yang mulia.
Namun demikian, Islam tidak memutlakkan peran
lingkungan atau pendidikan dan menghilangkan peran hidayah Allah Swt. Islam
memandang bahwa lingkungan tidak sepenuhnya dapat membentuk orang menjadi
baik.Buktinya ada anak seorang Nabi yang tidak menjadi orang yang beriman. Di
dalam Al-Qur’an Allah Swt, menyatakan: sesungguhnya kamu tidak
akan dapat memberi petunjuk kepada orang yang kamu kasihi, tetapi Allah memberi
petunjuk kepada orang yang dikehendaki-Nya, dan Allah lebih mengetahui
orang-orang yang mau menerima petunjuk. (QS Al-Qashash, 28:56). Dengan
demikian, terlihat dengan jelas bahwa pemikiran pendidikan empirisme atau
behaviorisme tidak sepenuhnya dapat diterima dalam ajaran Islam.
3. Aliran Konvergensi
Tokoh
alirna koversi adalah wiliam stem, ia seornag tokoh penduduk jerman yang hidup
tahun 1871-1939. Aliran konvergensi merupakan kompromi atau kombinasi dari
aliran nativisme dan empirisme.
Aliran
ini berpendapat bahwa bahwa anak lahir didunia ini telah memiliki bakat baik
dan buruk, sedangkan perkembangan anak selanjutnya akan dipengaruhi oleh
lingkungan. Jadi, faktor pembawaan dan lingkungan
sama-sama berperan penting, anak yang mempunyai pembawaan baik dan didukung
oleh lingkungan pendidikan yang baik akan menjadi semakin baik, begitu
sebaliknya.
Dengan
demikian, aliran konvergensi menganggap bahwa pendidikan sangat bergantung pada
faktor pembawaan atau bakat dan lingkungan, hanya saja, William stem tidak
menerangkan seberapa besar perbandingan pengaruh kedua faktor tersebut sampai
sekarang pengaruh dari kedua faktor tersebut belum bisa ditetapkan.
Aliran konvergensi pada umumnya diterima secara luas
sebagai pandangan yang tepat dalam memahami tumbuh kembang manusia.Karena
aliran ini merupakan perpaduan dari aliran sebelumnya, yaitu nativisme dan
empirisme. Seorang tokoh pendidikan Jerman bernama William Stern (1871-1939)
berpendapat bahwa seorang anak dilahirkan di dunia sudah disertai pembawaan
baik maupun pembawaan buruk, sedangkan perkembangan anak selanjunya akan
dipengaruhi oleh lingkungan. Jadi, faktor pembawaan dan lingkungan sama-sama
berperan penting.[8]
Bakat yang dibawa anak pada waktu lahir tidak akan
berkembang dengan baik tanpa adanya dukungan lingkungan yang sesuai untuk
perkembangan bakat itu. Sebaliknya, lingkungan yang baik tidak dapat menghasilkan
perkembangan anak yang optimal kalau memang pada diri anak tidak terdapat bakat
yang diperlukan untuk mengembangkan itu.
Sebagai contoh, hakikat kemampuan anak manusia berbahasa
dengan kata-kata.Pada anak manusia ada pembawaan untuk berbicara melalui
situasi lingkungannya, anak berbicara dalam bahasa tertentu.Lingkungan pun
mempengaruhi anak didik dalam mengembangkan pembawaan bahasanya. Karena
itu tiap anak manusia mula-mula menggunakan bahasa lingkungannya, misalnya
bahasa Jawa, bahasa Sunda, bahasa Indonesia, dan sebagainya. Kemampuan satu
anak dengan anak yang lain (yang tinggal dalam lingkungan yang sama) untuk
mempelajari bahasa mungkin tidak sama. Itu disebabkan oleh adanya perbedaan
kuantitas pembawaan dan perbedaan situasi lingkungan, biarpun lingkungan
anak-anak tersebut menggunakan bahasa yang sama.
Di kalangansebagian pemikir Islam ada yang berpendapat ,
bahwa ajaran Islam yang dibawa oleh Nabi Muhammad Saw adalah ajaran yang
mendukung teori konvergensi. Pendapat ini didasarkan pada hadis Nabi yang
artinya: bahwa setiap anak yang dilahirkan telah membawa fitrah, maka kedua
orang tuanyalah yang menyebabkan anak tersebut menjadi Yahudi, Nasrani atau
Majusi.(HR Baihaqi)
Namun demikian, Islam sesungguhnya lebih tepat dikatakan
sebagai penganut paham konvergensi plus, yakni bahwa keberhasilan pendidikan
selain disebabkan karena usaha manusia, juga karena hidayah dari Allah Swt. Hal
ini dapat dipahami dari QS Al-Waaqi’ah (56) ayat 63-64 yang artinya: maka
apakah kamu memerhatikan apa-apa yang kamu tanam? Apakah kamu menumbuhkannya
atau kami yang menumbuhkannya?.Dengan berpegangan ayat tersebut, maka Islam
menganut paham konvergensi plus, atau konvergensi yang memadukan antara usaha
manusia dengan kehendak Tuhan.Hal ini sejalan pula dengan ideology pendidikan
Islam yang bercorak humanism theo-centris, yakni ideology yang memahami
penggabungan antara usaha manusia dan kehendak Tuhan.
4. Aliran Behaviorisme
Behaviorisme
adalah suatu aliran ilmu jiwa di Amerika. Pelopor aliran ini adalah William
james, Thorndike, dan Watson. Menurut Behaviorsme Pendidikan adalah mahakuasa.
Manusia hanya makhluk yang berkembang karena kebiasaan-kebiasaan dan pendidikan
dapat mempengaruhi reflek sekehendak hatinya.
Kesimpulannya,
behaviorisme menjadikan perilaku manusia yang tampak keluar sebagai sasaran
kajiannya, dan tetap menekankan bahwa perilaku itu terutama sebagai hasil
belajar semata-mata.
5. Aliran Naturalisme
Aliran
ini memiliki persamaan dengan nativisme, dipeolopori oleh seorang filsuf
prancis J.J. Rousseau (1712- 1778). Berbeda dengan schoperhauer, Rousseau
berpendapat bahwa semua anak yang baru dilahirkan mempunyai pembawaan buruk.
Pembawaan rossedu juga berpendapat bahwa pendidikan yang diberikan orang dewasa
mahalam dapat merusak pembawaan anak yang baik itu.
Aliran
ini disebut juga negativism, karena berpendapat bahwa pendidik wajib membiarkan
pertumbuhan anak pada alam, jadi dengan kata lain pendidikan tidak diperlukan.
Namun aliran ini sangat berbanding terbalik dengan kenyataan, karena makin lama
pendidikan semakin diperlukan.
6. Aliran Esensialisme
Esensialisme
adalah pendidikan yang didasarkan kepada nilai-nilai kebudayaan yang telah ada
sejak awal peradaban umat manusia. Esensialisme muncul pada zaman renaissance
dengan cirri-ciri utama yang berbeda dengan progresivisme. Idealism dan realism
adalah aliran filsafat yang membentuk corak esensialisme. Esensialisme
memandang bahwa pendidikan harus berpijak pada nilai-nilai yang memiliki
kejelasan dan tahan lama yang memberikan kestabilan dan nilai-nilai terpilih
yang mempunyai tata yang jelas. Contoh : seorang wichelm
friedrich hegel dan George Santayana.
7. Aliran Progresivisme
Progresivisme
adalah satu gerakan dan perkumpulan yang didirikan pada tahun 1918. Aliran ni
berpendapat bahwa pengetahuan yang benar pada masa kini mungkin tidak benar
dimasa mendatang. Pendidikan harus berpusat pada anak bukannya memfokuskan pada
guru atau bidang muatan .
Aliran
ini meletakkan dasar-dasar kemerdekaan dan kebebasan kepada anak didik. Anak
didik diberikan kebaikan baik secara fisik maupun cara berfikir, guna mengambangkan
bakat dan kemampuan yang terpendam dalam dirinya tanpa terhambat oleh rintangan
yang dibuat oleh orang lain.
Oleh
karena itu, filsafat progresivisme tidak menyetujui pendidikan yang otoriter. Kesimpulan, progresivisme merupakan pendidikan yang berpusat
pada Siswa dan Memberi Penekanan lebih besar pada kreativitas,aktivitas belajar
“naturalitik”, hasil belajar “dunia nyata” dan juga pengalaman teman sebaya. Tokoh : William James, John Dewey, Hans Vaihinger.
8.
Aliran Perenialisme
Perenialisme
merupakan suatu aliran dalam pendidikan yang lahir pada abad ke 20.
Perenialisme berasal dari kata perennial yang berarti abadi, kekal, selalu,
perenialisme lahir sebagai suatu reaksi terhadap pendidikan progresif.
Menurut
pandangan perenialisme, tugas utama pendidikan adalah mempersiapkan anak didik
kearah kematangan. Malang dalam arti hidup akalnya, jadi akal inilah yang perlu
mendapat tuntutnan kearah kematangan tersebut. Tokoh : Plato, Aristoteles, Thosmas Aquinas
9.
Aliran Rekontruksionisme
Kata
rekonstruksionalisme dalam bahasa Inggris “reconstruct” yang berarti menyusun
kembali. Dalam konteks filsafat pendidikan, aliran rekonstruksionalisme adalah
suatu aliran yang berusaha merombak tata susunan lama dan membangun tata
susunan hidup kebudayaan yang bercorak modern.
Rekonstruksionisme
memandang proses dan lembaga pendidikan perlu merombak tata susunan lama dan
membangun tata susunan lama dan membangun tata susunan hidup kebudayaan yang
baru, untuk mencapai tujuan utama tersebut memerlukan kerjasama antar umat
manusia. Tokoh : Goorge Count dan Harold Rugg.
10. Aliran Konstruktivisme
Gagasan
pokok aliran ini dibawah oleh Giambatista Vico, seorang epistemology italia. Ia
dipandangan sebagai cikal bakal lahirnya konstruksionisme. Aliran ini juga dikembangkan oleh piaget. Ia berpendapat bahwa perkembangan
kognitif dipengaruhi oleh 3 proces dasar yaitu : asimilasi, akomodasi, dan
ekuilibrasi.
DAFTAR PUSTAKA
Umar Tirtarahardja, Pengantar
Pendidikan.2008. Jakarta:PT Rineka Cipta
Abuddin Nata, Pemikiran
Pendidikan Islam dan Barat. 2012. Jakarta: PT Raja Grafindo
Persada
Wiji Suwarno, Dasar-dasar
Ilmu Pendidikan. 2009. Jogjakarta: Ar-Ruzz Media