Minggu, 08 Desember 2019

Materi 9 PPD Perkembangan Masa Remaja

Perkembangan Masa Remaja



  A.  Pengertian Masa Remaja
 Kata “remaja” berasal dari bahasa latin yaitu adolescere yang berarti to grow atau to grow maturity yang artinya tumbuh atau tumbuh menjadi dewasa. Istilah adolescence seperti yang dipergunakan saat ini, mempunyai arti yang lebih luas, mencakup kematangan mental, emosional, sosial dan fisik.[1]
Menurut teori Piaget,mengemukakan bahwa masa remaja adalah : Secara psikologis, masa remaja adalah usia dimana individu bernitegrasi dengan masyarakat dewasa,usia dimana anak tidak lagi merasa dibawah tingkat orang – orang yang lebih tua melainkan berada dalam tingkatan yang sama, sekurang – kurangnya dalam memecahkan masalah.[2]

Masa remaja termasuk masa yang sangat menentukan karena pada masa ini anak-anak mengalami banyak perubahan pada psikis dan fisiknya. Terjadinya perubahan kejiwaan menimbulkan kebingungan dikalangan remaja, mereka mengalami penuh gejolak emosi dan tekanan jiwa sehingga menyimpang dari aturan dan norma-norma sosial yang berlaku dikalangan masyrakat.
“Menurut hukum di Amerika Serikat saat ini, individu dianggap telah dewasa apabila telah mencapai usia delapan belas tahun, bukan dua puluh satu tahun seperti sebelumnya”.[3] Perpangjangan masa remaja, setelah individu matang secara seksual dan sebelum diberi hak serta tanggungjawab orang dewasa mengakibatkan kesenjangan antara apa yang secara populer dianggap budaya remaja dan budaya dewasa. Budaya kawula mudah menekankan kesegaran dan kelengahan terhadap tanggungjawab dewasa. Budaya ini memiliki hirarki sosialnya sendiri, keyakinannya sendiri, gaya penampilannya sendiri, nilai – nilai dan norma perilakunya sendiri.

  B.  Periode Masa Remaja
Masa remaja dapat dibagi dalam 2 periode[4] yaitu :
  a.       Periode Masa Puber usia 12-14 tahun.
Masa Pra Pubertas: peralihan dari akhir masa kanak-kanak ke masa awal pubertas.
Ciri – cirinya:
  a)    Anak tidak suka diperlakukan seperti anak kecil lagi.
  b)   Anak mulai bersikap kritis dan merindu puja.
  b.    Masa Pubertas usia 14-16 tahun : masa remaja awal.
Ciri – cirinya:
  a)    Mulai cemas dan bingung tentang perubahan fisiknya.
  b)   suka meyembunyikan isi hatinya.
  c)    Memperhatikan penampilan.
  d)   Sikapnya tidak menentu/plin-plan
  e)    Suka berkelompok dengan teman sebaya dan senasib
  f)     Perbedaan sikap pemuda dengan sikap gadis.
  c.    Masa Akhir Pubertas usia 17-18 tahun: peralihan dari masa pubertas ke masa adolesen.
Ciri – cirinya:
 a)    Pertumbuhan fisik sudah mulai matang tetapi kedewasaan psikologisnya belum tercapai sepenuhnya.
  b)   Proses kedewasaan jasmaniah pada remaja putri lebih awal dari remaja pria.
  d.    Periode Remaja Adolesen usia 19-21 tahun
Merupakan masa akhir remaja.
Beberapa sifat penting pada masa ini adalah:
  a)      Perhatiannya tertutup pada hal-hal realistis.
  b)     Mulai menyadari akan realitas.
  c)       Sikapnya mulai jelas tentang hidup.
  d)     Mulai nampak bakat dan minatnya.

  C.  Ciri – Ciri Masa Remaja
  1.     Pertumbuhan Fisik
Pertumbuhan fisik mengalami perubahan dengan pesat, lebih cepat dibandingkan masa kanak-kanak dan dewasa. Untuk mengimbangi pertumbuhan yang cepat itu, remaja membutuhkan makan dan tidur lebih banyak.
 2.   Perkembangan Seksual
Pada anak laki-laki diantaranya: mengalami mimpi pertama (mimpi basah), pada lehernya tumbuh seperti buah jakun yang membuat suaranya seperti pecah, dan di sekitar bibir dan kemaluannya mulai tumbuh rambut.
Pada anak perempuan diantaranya: rahimnya sudah mulai bisa dibuahi atau sudah menstruasi (datang bulan), di bagian mukanya mulai tumbuh jerwat, penimbunan lemak membuat dadanya mulai tumbuh, pinggulnya mulai melebar, dan pahanya mulai membesar.
 3.   Cara Berfikir Kausalitas
Yaitu menyangkut hubungan sebab dan akibat, remaja mulai berfikir kritis sehingga dia akan melawan bila orang tua, guru, dan lingkungan masih menganggapnya sebagai anak kecil. Bila guru dan orang tua tidak tahu cara berpikir remaja, akibatnya timbulah kenakalan remaja.
 4.   Emosi Yang Meluap-Meluap
Keadaan emosi remaja masih labil karena erat hubungannya dengan keadaan hormon. Suatu saat ia bisa sedih sekali dan lain waktu bisa senang sekali. Hal ini terlihat pada remaja yang baru putus cinta atau remaja yang tersinggung perasaannya karena misalnya diplototi. Dan emosi remaja lebih kuat dan lebih menguasai diri mereka dari pada pikiran yang realitas.
 5.   Mulai Tertarik Pada Lawan Jenis
Secara biologis manusia terbagi atas dua jenis yaitu laki-laki dan perempuan. Dalam kehidupan sosial remaja mereka mulai tertarik pada lawan jenisnya dan mulai berpacaran. Jika dalam hal ini orang tua kurang mengerti, kemudian melarangnya, akan menimbulkan masalah, dan remaja akan cenderung tertutup dengan orang tuanya.
  6.     Menarik Perhatian Lingkungan
Pada masa ini remaja mulai mencari perhatian dalam lingkungannya, berusaha mendapatkan status dan peranan seperti kegitan remaja di kampung-kampung yang diberi peranan, pasti ia akan melaksanakan dengan baik. Bila tidak diberi peranan maka ia akan melakukan perbuatan untuk menarik perhatian masyarakat, bila perlu maka akan melakukan perkelahian dan kenakalan lainnya. Remaja akan berusha mencari peranan di luar rumah bila orang tua tidak memberi peranan kepadanya karena menganggapnya sebagai anak kecil.
  7.     Terikat Dengan Kelompok
Remaja dalam kehidupan sosial sangat tertarik pada kelompok sebayanya dalam pengalaman pun mereka berusah untuk berbuat yang sama misalnya, berpacaran, berkelahi, dan mencuri. Apa yang dilakukan pemimpin kelompoknya ditirunya, walaupun yang dilakukan itu tidak baik. Dalam kelompok itu bisa melampiaskan perasaan tertekan karena mungkin tidak dimengerti oleh orang tua dan kakak-kakaknya.
Kelompok atau gang sebenarnya tidak berbahaya asalkan saja kita bisa mengarahkannya. Karena dalam kelompok tersebut remaja hanya ingin memperoleh kebutuhannya untuk dianggap, dimengerti, mancari pengalaman baru, berprestasi, diterima statusnya, harga diri, rasa aman, yang semua itu belum tentu diperoleh di rumah maupun di sekolah.

D.Aspek – Aspek Perkembangan Masa Remaja
  1.    Perkembangan dan pertumbuhan fisik pada masa remaja
Perubahan-perubahan fisik merupakan gejala primer dalam pertumbuhan remaja, yang berdampak terhadap perubahan-perubahan psikologis.Pada mulanya, tanda-tanda perubahan fisik dari masa remaja terjadi dalam konteks pubertas.Baik anak laki-laki ataupun perempuan mengalami pertumbuhan yang cepat, yang di sebut “ growuth spurt” ( percepatan pertumbuhan), di mana terjadi perubahan dan percepatan pertumbuhan di seluruh bagian dan dimensi badan.
Berikut ini akan dijelaskan beberapa perkembangan  fisik menurut Elizabeth B.Hurock [5] yang terjadi selama masa remaja tersebut :
  a.    Perubahan tubuh selama masa remaja
  a)    Perubahan eksternal
  ü Tinggi badan
Rata – rata anak perempuan mencapai tinggi yang matang antara usis 17 tahun dan 18 tahun dan rata – rata anak laki – laki kira – kira setahun sesudahnya.Anak yang pada masa bayi diberi imunisasi biasanya lebih tinggi dari usia ke usia,dibandingkan dengan bayi yang tidak diberi imunisasi,yang karena itu lebih banyak menderita sakit sehingga cenderung memperlambat pertumbuhan.
  ü Berat badan
Perubahan berat badan mengikuti jadwal yang sama dengan perubahan tinggi.Tetapi berat badan sekarang tersebar ke bagian – bagian tubuh yang tadinya hanya mengandung sedikit lemak atau tidak mengandung lemak sama sekali.
  ü Proporsi tubuh
Berbagai anggota tubuh lambat laun mencapai perbandingan tubuh yang baik.Misalnya,badan melebar dan memanjang sehingga anggota badan tidak lagi kelihatan terlalu pangjang.
  ü Organ seks
Baik organ seks pria maupun organ seks wanita,mencapai ukuran yang matang pada akhir masa remaja,tetapi fungsinya belum matang sampai beberapa tahun kemudian.
  ü Ciri – ciri seks sekunder
Ciri – ciri seks sekunder yang utama berada pada tingkat perkembangan yang matang pada akhir masa remaja.

  b)   Perubahan Internal
  ü Sistem pencernaan
Perut menjadi lebih panjang dan tidak lagi terlampau berbentuk pipa,usus bertambah panjang dan bertambah besar,otot – otot diperut dan dinding – dinding usus menjadi lebih tebal dan lebih kuat,hati bertambah berat dan kerongkongan bertambah panjang.
  ü Sistem peredaran darah
Jantung tumbuh pesat selama masa remaja, pada usia 17 tahun atau 18 tahun beratnya 12 kali berat pada waktu lahir.Panjang dan tebal dinding pembuluh darah meningkat dan mencapai tingkat kematangan bilamana jantung sudah matang.
  ü Sistem pernafasan
Kapasitas paru – paru anak perempuan hampir matang pada usia 17 tahun,anak laki – laki mencapai tingkat kematangan beberapa tahun kemudian.
  ü Sistem endokrin
Kegiatan gonad yang meningkat pada masa puber menyebabkan ketidakseimbangan sementara dari seluruh sistem endokrin pada awal masa puber.Kelenjar – kelenjar seks berkembang pesat dan berfungsi,meskipun belum mencapai ukuran matang sampai akhir masa remaja atau awal masa dewasa.
  ü Jaringan tubuh
Perkembangan kerangka berhenti rata – rata pada usia delapan belas.Jaringan,selain tulang,terus berkembang sampai tulang mencapai ukuran matang,khususnya bagi perkembangan jaringan otot.
  2.    Perkembangan emosi pada masa remaja
Secara tradisional masa remaja dianggap sebagai periode badai dan tekanan,suatu masa dimana ketegangan emosi meninggi sebagai akibat dari perubahan fisik dan kelenjar.Pertumbuhan pada tahun – tahun awal masa puber terus berlangsung tetapi berjalan agak lambat.Pertumbuhan yang terjadi terutama bersifat melengkapi pola yang sudah terbentuk pada masa puber.Oleh karena itu,perlu dicari keterangan lain yang menjelaskan ketegangan emosi yang sangat khas pada usia ini.
Sikap, perasaan atau emosi seseorang telah ada dan berkembang semenjak ia bergal dengan lingkungannya. Timbulnya sikap, perasaan atau emosi itu (positif atau negatif) merupakan produk pengamatan dari pengalaman individu secara unik dengan benda-benda fisik lingkungannya, dengan orang tua dan saudara-saudara, serta pergaulan sosial yang lebih luas. Sebagai suatu produk dari lingkungan (lingkungan internal dan eksternal) yang juga berkembang, maka sudah tentu sikap, perasaan/emosi itu juga berkembang.
Bentuk-bentuk emosi yang sering nampak dalam masa remaja awal antara lain adalah marah, malu, takut, cemas, cemburu, iri-hati, sedih, gembira, kasih sayang dan ingin tahu. Dalam hal emosi yang negatif, umumnya remaja belum dapat mengontrolnya dengan baik. Sebagai remaja dalam bertingkah laku sangat dikuasai oleh emosinya.
Elizabeth B.Hurlock berpendapat bahwa :
Pemuda remaja dapat menghilangkan “unek-unek” atau kekuatan-kekuatan yang ditimbulkan oleh emosi yang ada dengan cara mengungkapkan hal-hal yang menimbulkan emosi-emosi itu dengan seseorang yang dipercayainya. Menghilangkan kekuatan-kekuatan emosi terpendam tersebut disebut juga “emotional catharsis”.[6]

Cara-cara yang dapat ditempuh dalam usaha menemukan dan membongkar kekuatan emosi yang terpendam itu dapat dilakukan dengan cara bermain, bekerja, dan lebih baik lagi adalah dengan mengatakannya kepada seorang yang dapat menunjukkan gambaran masalah-masalah yang dihadapi remaja yang bersangkutan. Peranan pendidik, guru terutama konselor sangat penting dalam hal ini, sebab mereka dapat melakukannya dengan penerimaan dan pemahaman dalam membantu kegiatan “emotional catharsis”tersebut.

  3.    Perkembangan intelegensi dan kognitif pada masa remaja
Remaja adalah suatu periode kehidupan dimana kapasitas untuk memperoleh dan menggunakan pengetahuan secara efisien mencapai puncaknya.Disamping itu,masa remaja ini juga terjadi reorganisasi lingkaran saraf prontal lobe.Prontal lobe ini berfungsi dalam aktivitas kognitif tingkat tinggi.Perkembangan prontal lobe tersebut sangat berpengaruh terhadap kemampuan kognitif remaja,sehingga mereka mengembangkan kemampuan penalaran yang memberinya suatu tingkat pertimbangan moral dan kesadaran sosial yang baru.Kemudian,dalam kekuatan baru dalam penalaran yang dimilikinya,menjadikan remaja mampu membuat pertimbangan dan melakukan perdebatan.
  a.    Perkembangan kognitif menurut teori Piaget
Ditinjau dari prespektif teori kognitif Piaget :
Maka pemikiran masa remaja telah mencapai tahap pemikiran operasional formal yakni suatu tahap perkembangan kognitif yang dimulai pada usia kira – kira 11 – 12 tahun dan terus berlanjut sampai remaja mencapai masa tenang atau dewasa.[7]

Disamping itu,remaja pada masa ini juga mampu berpikir secara sistematik,mampu memikirkan semua kemungkinan secara sistematik untuk memecahkan suatu permasalah.
  b.    Perkembangan pengambilan keputusan
Remaja adalah masa dimana terjadi peningkatan pengambilan keputusan.Dalam hal ini,mulai mengambil keputusan – keputusan tentang masa depan,memilih teman,dll.Dalam hal pengambilan keputusan ini,remaja lebih tua ternyata lebih kompeten dibanding anak – anak.Apabila dibandingkan dengan remaja yang lebih tua,remaja yang lebih muda mempunyai kemampuan yang kurang dalam ketrampilan pengambilan keputusan.Tidak jarang remaja terpaksa mengambil keputusan – keputusan salah oleh orientasi masyarakat.
  c.    Perkembangan kognisi sosial
Menurut Dacey dan Kenny,yang dimaksud dengan kognisi sosial adalah :

Kemampuan untuk berpikir secara kritis mengenai isu – isu dalam hubungan interpersonal yang berkembang dalam usia dan sejalan dengan pengalaman serta berguna untuk memahami orang lain dan menentukan bagaimana melakukan interaksi dengan mereka.[8]
Menurut sejumlah ahli psikologi perkembangan,ketrampilan – Ketrampilan kognitif yang muncul pada masa remaja ini mempunyai pengaruh besar terhadap perubahan kognisi sosial mereka.Salah satu bagian penting dari perubahan perkembangan aspek kognisi sosial remaja ini adalah apa yang diistilahkan oleh Psikolog David Elkind dengan “egosentrisme,yaitu kecenderungan remaja untuk menerima dunia.Mereka menganggap semua mata terpaku pada penampilannya.”[9]
  4.    Perkembangan sosial remaja
Percepatan perkembangan dalam masa remaja yang berhubungan dengan pemasakan seksualitas,juga mengakibatkan suatu perubahan dalam perkembangan sosial remaja.Sebelum masa remaja sudah ada saling hubungan yang lebih erat antara anak – anak yang sebaya.Sering juga timbul kelompok – kelompok anak,perkumpulan – perkumpulan untuk bermain bersama atau membuat rencana bersama,misalnya untuk kemah,atau saling tukar pengalaman,merencanakan aktivitas bersama misalnya aktivitas terhadap suatu kelompok lain.Aktivitas tersebut juga dapat bersifat agresif,kadang – kadang kriminal seperti mencuri,penganiayaan,dll,dalam hal ini dapat dilakukan kelompok anak nakal.
Oleh karena itu,timbul masalah – masalah seperti :
  a.    Dorongan untuk dapat berdiri sendiri dan krisis originalitas
Dalam perkembangan sosial remaja, dapat dilihat adanya dua macam gerak : satu yaitu memisahkan diri dari orang tua dan yang lain adalah menuju ke arah teman – teman sebaya.Dua macam arah gerak ini tidak merupakan dua hal yang berturutan meskipun yang satu dapat terkait pada yang lain.Hal itu menyebabkan bahwa gerak pertama tanpa adanya gerka yang kedua dapat menyebabkan rasa kesepian.Anak – anak perempuan dan laki – laki betul – betul ada dalam situasi yang sama dalam status interim yang sama.Mereka sama – sama berusaha untuk mencapai kebebasan,mereka punya kecenderungan yang sama untuk menghayati kebebasan tadi sesuai dengan usia dan jenis seksnya.Adanya kesempatan yang berbeda antara laki – laki dan perempuan dalam masyarakat,bahwa perempuan juga ingin menduduki fungsi yang penting dalam masyarakat.Dorongan seperti ini yang memungkinkan adanya ingin berdiri sendiri.
  b.    Konformitas kelompok remaja
Dalam kelompok dengan kohesi yang kuat berkembanglah suatu iklim kelompok dan norma – norma kelompok tertentu. Ewert menyebutnya sebagai pemberian norma tingkah laku oleh pemimpin dalam kelompok itu.Juga meskipun norma – norma tersebut tidak merupakan norma – norma yang buruk,namun terdapat bahaya bagi pembentukan identitas remaja.[10]
Dia akan lebih mementingkan perannya sebagai anggota kelompok daripada mengembangkan pola norma diri sendiri.Moral kelompok tadi dapat berbeda sekali dengan moral yang dibawa remaja dari keluarga yang sudah lebih dihayatinya karena sudah sejak kecil diajarkan oleh orang tua.
Di dalam sekolah,kelompok remaja sering juga dapat menimbulkan kesukaran bila para pemimpin nonformal dalam kelasa bertentangan dengan pemimpin formal atau gurunya.Bila pelajaran yang diberikan dipandang tidak ada artinya maka situasi konflik sosial tersebut dengan mudah dapat terjadi.Di sini juga ketua kelas dapat memegang peranan yang tidak mudah.Ia secara setengah formal dan setengah tidak formal diserahi tugas untuk mengatur kepentingan kelasnya.Ketua kelas dapat terjepit antar guru dan pimpinan kelompok.
  c.    Remaja dalam waktu luang
Krisis originalitas remaja nampak paling jelas pada waktu luang yang sering disebut sebagai waktu pribadi orang (remaja) itu sendiri.Pengisian waktu luang dengan baik dengan cara yang sesuai dengan umur remaja,masih merupakan masalah bagi kebanyakan remaja.Kebosenan,segan untuk melakukan apa saja merupakan fenomena yang sring kita jumpai.Hal ini sering dinilai negatif sebagai tanda desintegrasi dalam diri remaja.Sebetulnya dapat pula dipandang positif.Yaitu bila hal tadi dipandang sebagai suatu tanda tidak puas terhadap tuntutan luar untuk melibatkan diri dengan aktivitas – aktivitas yang dianggapnya tidak ada artinya.Hal ini merupakan sikap penolakan terhadap tuntutan dunia luar untuk datang pada pendapat sendiri dan pada pilihan sendiri mengenai kesibukan – kesibukan yang baginya lebih berarti.
Menurut teori Wersfeld,bahwa :
Banyak remaja menyukai olahraga.Disitu remaja dapat menunjukkan originalitasnya karena ia dalam tingkatan yang hampir profesional itu masih dapat bertindak secara main – main juga.Dengan begitu dalam berlatih olahraga ia dapat bermain tidak sebagai anak – anak lagi,namun juga belum sepenuhnya sebagai orang dewasa.Remaja dapat melepaskan kelbihan energinya dalam berolahraga,dan dalam menemukan identitasnya,dapat membandingkan kemampuan dengan teman – teman dalam mencari identitas dan dominansi yang dengan sifat atraktif dan inteligensi.Sebagai fungsi sampingan,maka dalam olahraga remaja juga dapat bergaul dengan teman – teman sebaya untuk menghayati masa mudanya.[11]

  d.    Hubungan dengan orang tua
Perubahan fisik,kognitif dan sosial yang terjadi dalam perkembangan remaja mempunyai pengaruh yang besar terhadap relasi orang tua remaja.Orang tua tidak dipandang sebagai otoritas yang serba tahu secara optimal mengembangkan pandangan – pandangan yang lebih matang dan realistis dari orang tua mereka.Dengan demikian,keterkaitan dengan orang tua selama masa remaja dapat berfungsi adaptif yang menyediakan landasan yang kokoh dimana remaja dapat menjelajahi menguasai lingkungan – lingkungan baru dan dunia sosial yang luas.
  e.    Seksualitas
Salah satu kehidupan yang sangat menonjol adalah terjadinya peningkatan minat dan motivasi terhadap seksualitas.Dorongan seksualitas remaja itu sangat tinggi dari dorongan seksualitas orang dewasa.Untuk melepaskan diri dari dorongan seksualitas tersebut,remaja berusaha mengekspresikan dorongan seksualnya dengan berbagai bentuk tingkah laku seksual,mulai dari melaksanakan aktivitas berpacaran,berkencan,dll.Meskipun seksualitas merupakan bagian normal dari perkembangan tapi perilaku seksual tersebut disertai resiko – resiko yang tidak hanya ditanggung oleh remaja tapi juga orang tua.
  f.        Perkembangan proaktivitas
Makna pertama yang terkandung dalam proaktivitas adalah kebebasan memilih.Menurut Convey,dalam kebebasan memilih terkandung unsur – unsur sebagai berikut :
a). Self awareness (kesadaran diri)
b). Imagination (imajinasi)
c). Conscience (kata hati)
d). Independent will (kehendak bebas).

E. Beberapa Minat Remaja
Dalam masa remaja,minat yang dibawa dari masa anak – anak cenderung berkurang dan diganti oleh minat yang lebih matang.Juga karena tanggung jawab yang lebih besar yang harus dipikul oleh remaja yang lebih tua dan berkurangnya waktu yang dapat digunakan sesuka hati,maka remaja yang lebih besar terpaksa harus membatasi minatnya,teutama dibidang rekreasi..
Beberapa minat pada masa remaja,antara lain :
  1.    Minat rekreasi
Selama masa – masa remaja,remaja cenderung menghentikan aktivitas rekreasi yang menuntut banyak pengorbanan tenaga dan aktivitas permainan dari tahun – tahun sebelumnya beralih dan diganti dengan bentuk rekreasi yang lebih matang.Berangsur – angsur bentuk permainan yang kekanak – kanakan menghilang dan menjelang awal masa remaja,pola rekreasi individual hampir sama dengan pola akhir masa remaja dan awal masa dewasa.
Beberapa minat pada rekreasi menurut Elizabeth B.Hurlock[12],antara lain :
  a.    Permainan dan Olah Raga
Permainan dan olah raga yang terorganisasi tidak menarik lagi dalam perjalanan masa remaja,dan remaja mulai menyukai olah raga tontonan.Permainan – permainan yang menuntut keterampilan intelektual seperti permainan kartu bertambah populer.
  b.    Bersantai
Remaja gemar bersantai – santai dan mengobrol dengan teman – teman.Mereka makan sambil membicarakan orang lain dan bergurau.Remaja yang beih besar merokok.
c.    Bepergian
Remaja senang bepergian selama libur dan ingin pergi jauh – jauh dari rumah.Bagi banyak remaja hal ini dimungkinkan karena orang tua yang kaya dan adanya rumah – rumah penginapan khusus untuk remaja.
  d.    Membaca
Karena remaja telah membatasi waktunya untuk membaca sebagai rekreasi,mereka cenderung lebih menyukai majalah daripada buku – buku.Lama – kelamaan buku – buku komik tidak lagi menarik dan surat kabar semakin populer.
  e.    Menonton
Menonton film merupakan kegiatan yang digemari dan selanjutnya menjadi kegiatan berkencan yang populer.Anak perempuan lebih menyukai film yang romantis sedangkan anak laki – laki lebih menyukai film petualangan.
  f.      Televisi
Menonton televisi lama – kelamaan tidak menarik,sebagian karena remaja semakin kritis pada acara – acara televisi dan sebagian lagi karena mereka tidak dapat belajar atau memebaca sambil menonton televisi.
  g.    Melamun
Dalam lamunan remaja yang khas,remaja membayangkan dirinya sebagai pahlawan yang dielu – elukan oelh kelompok sebaya karena prestasi yang tinggi.Melamun merupakan bentuk rekreasi yang populer diantara remaja apabila mereka merasa bosan atau kesepian.
  2.    Minat sosial
Pada masa remaja,minat terhadap sosial meningkat pesat.Tetapi hal ini didasarkan hanya pada remaaja yang mempunyai uang yang banyak sedangkan remaja yang tidak memiliki uang banyak,terbatas dalam melakukan minat – minat sosial.
  3.    Minat pribadi
Minat pada pribadi antara lain :
  a.    Minat pada penampilan diri
Minat pada penampilan diri tidak hanya mencakup pakaian tetapi juga mencakup perhiasan pribadi,kerapihan,daya tarik dan bentuk tubuh yang sesuai dengan gender mereka.Adanya hal ini akan membuat remaja lebih populer.
  b.    Minat pada prestasi
Prestasi yang baik dapat memberikan kepuasan pribadi dan keternaran.Inlah sebabnya mengapa prestasi,baik dalam olah raga,tugas – tugas sekolah maupun berbagai kegiatan sosial,menjadi minat yang kuat sepanjang masa remaja.Bila prestasi yang baik diharapkan memberi kepuasan bagi remaja,maka prestasi itu mencakup bidang – bidang yang penting bagi kelompok sebaya dan dapat menimbulkan harga diri dalam pandangan kelompok sebaya.Misalnya,dalam hal sekolah.
  c.    Minat pendidikan
Besarnya minat remaja terhadap pendidikan sangat dipengaruhi oleh minat mereka pada pekerjaan.Kalau remaja mengharapkan pekerjaan yang menuntut pendidikan tinggi,maka pendidikan akan dianggap sebagai batu loncatan.Biasanya remaja lebih menaruh minat pada pelajaran – pelajaran yang nantinya akan berguna dalam bidang pekerjaan yang dipilihnya.
  d.    Minat pada agama
Pada masa remaja,minat terhadap agama sangat penting karena remaja sudah menganggap agama sangat penting bagi kehidupan mereka.“Selain itu,adanya perpaduan antara agama dan akal memunculkan kepribadian yang tangguh.Sebab,akal yang selalu berkembang dan agama yang tidak mengenal kekeliruan menjadi faktornya”.[13]
  e.    Minat pada seks dan perilaku seks
Pada masa remaja terjadi peningkatan minat pada seks,remaja selalu berusaha mencari lebih banyak informasi mengenai seks.Mereka memperoleh pengetahuan tentang seks lewat orang tua,di sekolah,teman – teman, buku – buku,dll.Perempuan sangat ingin tahu tentang keluarga berencana,pil antihamil,pengguguran,dan kehamilan.Dan laki – laki ingin mengetahui tentang penyakit kelamin,kenikmatan seks,hubungan seks,dan keluarga berencana.


F. Bahaya – Bahaya Pada Masa Remaja
Antara lain :
  1.    Bahaya – bahaya fisik
  a.    Kematian
Akibat penyakit tidak banyak terjadi selama masa remaja dibandingkan dengan tahun – tahun sebelumnya,meskipun kematian yang disebabkan kecelakaan mobil semakin meningkat.
  b.    Bunuh diri
Pada masa remaja,bunuh diri semakin meningkat.Hal ini disebabkan karena adanya depresi dari hubungan percintaan,masalah keluarga,dan sekolah.
  c.    Cacat fisik
Adanya cacat fisik yang tidak bisa disembuhkan mungkin itu dari kecelakaan atau karena sejak lahir akan menimbulkan bahaya fisik sekaligus bahaya psikologis.
  d.    Kecanggungan dan kekakuan
Bila perkembangan keterampilan dan perkembangan motorik tidak seperti perkembangan teman – teman,remaja tidak dapat turut serta dalam permainan dan olah raga yang berperan penting dalam kehidupan sosialnya.
  2.    Bahaya psikologis
Antara lain :
  a.    Perilaku sosial
Di bidang perilaku sosial,ketidakmatangan ditunjukkan dalam perilaku lebih memilih pola pengelompokan yang kekanak – kanakan dan kegiatan sosial dengan teman – teman sebaya sesama jenis dan dalam kurang adanya dukungan oleh kelompok sebaya,yang memperkecil kesempatan remaja untuk mempelajari perilaku sosial yang lebih matang.
  b.    Perilaku seksual
Ketidakmatangan sangat tampak dalam bidang perilaku seksual.Remaja yang tidak berkencan akan dianggap tidak sesuai dengan yang seharusnya oleh teman – teman sebaya,hal ini akan menimbulkan diskriminasi oleh teman – teman sebaya.
  c.    Perilaku moral
Ketidakmatangan moral juga jelas dalam kenakalan anak dari keluarga – keluarga kaya dibandingkan dengan remaja yang dibesarkan dalam lingkungan yang kurang baik yang patut menimbulkan sikap – sikap antisosial,namun justru patuh pada peraturan – peraturan.
  d.    Hubungan keluarga
Ketidakmatangan dalam hubungan keluarga seperti yang ditunjukkan oleh adanya pertengkaran dengan anggota – anggota keluarga,terus – menerus mengkritik atau membuat komentar – komentar yang merendahkan tentang penampilan atau perilaku anggota keluarga,sering terjadi selama tahun – tahun awal masa remaja.Pada saat ini hubungan – hubungan keluarga biasanya berada pada titik rendah.

G. Kebahagiaan Dalam Masa Remaja
Antara lain :
  1.    Berhasilnya remaja mengatasi masalah yang dihadapi
  2.    Memperoleh status yang lebih tinggi di keluarga,sekolah,dan masyarakat
  3.    Prestasi – prestasi yang diperoleh di sekolah
  4.    Hubungan yang baik dengan keluarga,teman sebaya,dan sekolah.
 KESIMPULAN 
A.       Kesimpulan
  1.    Kata “remaja” berasal dari bahasa latin yaitu adolescere yang berarti to grow atau to grow maturity yang artinya tumbuh atau tumbuh menjadi dewasa. Istilah adolescence seperti yang dipergunakan saat ini, mempunyai arti yang lebih luas, mencakup kematangan mental, emosional, sosial dan fisik.Secara psikologis, masa remaja adalah usia dimana individu bernitegrasi dengan masyarakat dewasa,usia dimana anak tidak lagi merasa dibawah tingkat orang – orang yang lebih tua melainkan berada dalam tingkatan yang sama, sekurang – kurangnya dalam memecahkan masalah.
  2.    Masa remaja dapat dibagi dalam 2 periode yaitu :
  a.    Periode Masa Puber usia 12-14 tahun.
  b.     Periode Remaja Adolesen usia 19-21 tahun.
  3.    Ciri – Ciri Masa Remaja
  a.    Pertumbuhan Fisik
  b.    Perkembangan Seksual
  c.    Cara Berfikir Kausalitas
  d.    Emosi Yang Meluap-Meluap
  e.    Mulai Tertarik Pada Lawan Jenis
  f.         Menarik Perhatian Lingkungan
  g.    Terikat Dengan Kelompok
  4.    Aspek – aspek perkembangan masa remaja
  a.    Perkembangan dan pertumbuhan fisik pada masa remaja
  b.    Perkembangan emosi pada masa remaja
  c.    Perkembangan intelegensi dan kognitif pada masa remaja
  d.    Perkembangan sosial remaja
  5.    Beberapa minat remaja
  a.    Minat rekreasi
  b.    Minat sosial
  c.    Minat pribadi.
  6.    Bahaya – bahaya dalam masa remaja
  a.    Bahaya fisik
  b.    Bahaya psikologis.
. 7.  Kebahagiaan dalam masa remaja
  a.    Berhasilnya remaja mengatasi masalah yang dihadapi
  b.    Memperoleh status yang lebih tinggi di keluarga,sekolah,dan masyarakat
  c.    Prestasi – prestasi yang diperoleh di sekolah
  d.    Hubungan yang baik dengan keluarga,teman sebaya,dan sekolah.

DAFTAR PUSTAKA

Mahfuzh,Jamaluddin,M.2009.Psikologi Anak dan Remaja Muslim.Jakarta : Pustaka Al – Kautsar.

Monks F.J,Knoers A.M.P,Siti Rahayu Haditono.2006.Psikologi Perkembangan Pengantar dalam Berbagai Bagiannya.Yogyakarta : Gadjah Mada University Press.

Hurlock,Elizabet B.2002.Psikologi Perkembangan Suatu Pendekatan Sepanjang Rentang Kehidupan.Jakarta : Erlangga.

Desmita.2013.Psikologi Perkembangan.Bandung : PT.Remaja Rosdakarya.
Handayani, Wiji dan Purnami, Sri. 2008. Psikologi Perkembangan. Yogyakarta: Teras.


[1]Elizabeth.B.Hurlock, Psikologi Perkembangan Suatu Pendekatan Sepanjang Rentang Kehidupan,Cet.5, (Jakarta : Erlangga,2002), hlm.206.
[2] Ibid.,hlm.206.
[3] Ibid.,hlm.206.
[4] F.J.Monks,A.M.Pknoers,Siti Rahayu Haditono,Psikologi Perkembangan Pengantar dalam Berbagai Bagiannya, ( Yogyakarta : Gadjah Mada University Press,2006 ),hlm. 262 – 263.
[5] Elizabeth.B.Hurlock, Psikologi Perkembangan Suatu Pendekatan Sepanjang Rentang Kehidupan,,Cet.5, (Jakarta : Erlangga,2002), hlm. 211.
[6] Elizabeth.B.Hurlock, Psikologi Perkembangan Suatu Pendekatan Sepanjang Rentang Kehidupan Cet.5,(Jakarta : Erlangga,2002), hlm. 213.
[7] Desmita,Psikologi Perkembangan,Cet.8, (Bandung : PT.Remaja Rosdakarya,2013), hlm. 40.
[8] Desmita,Psikologi Perkembangan,Cet.8, ( Bandung : PT.Remaja Rosdakarya,2013 ), hlm. 42.
[9] Ibid.,hlm. 42.
[10] F.J.Monks,A.M.Pknoers,Siti Rahayu Haditono,Psikologi Perkembangan Pengantar dalam Berbagai Bagiannya, ( Yogyakarta : Gadjah Mada University Press,2006 ), hlm. 282.
[11] F.J.Monks,A.M.Pknoers,Siti Rahayu Haditono,Psikologi Perkembangan Pengantar dalam Berbagai Bagiannya, ( Yogyakarta : Gadjah Mada University Press,2006 ), hlm. 285.
[12] Elizabeth.B.Hurlock, Psikologi Perkembangan Suatu Pendekatan Sepanjang Rentang Kehidupan,Cet.5, (Jakarta : Erlangga,2002), hlm. 218.
[13] Jamaluddin Mahfuzh,Psikologi Anak dan Remaja Muslim,Cet.6, ( Jakarta : Pustaka Al – Kautsar,2009), hlm. 223


Rabu, 04 Desember 2019

Materi LP 7 Sistem Pendidikan


Makalah landasan pendidikan materi sistem pendidikan nasional
SISTEM PENDIDIKAN NASIONAL


A.    Pengertian Sistem Pendidikan Nasional
Sistem pendidikan nasional merupakan salah satu bagian dari perkembangan nasional diantara bidang kehidupan lainnya, seperti ideologi, hukum dan pertahanan keamanan nasional. Sistem pendidikan juga dapat diartikan sebagai suatu keseluruhan yang terpadu dari semua satuan dan aktivitas pendidikan yang berkaitan satu dengan lainnya untuk mengusahakan terjadinya suatu tujuan pendidikan nasional. Dalam hal ini sistem pendidikan nasional tersebut merupakan suatu suprasistem, yaitu suatu sistem yang besar dan kompleks yang didalamnya mencakup dari beberapa bagian yang juga merupakan sistem-sistem.
Menurut Sunarya (1969), pendidikan nasional adalah suatu sistem pendidikan yang berdiri diatas landasan dan dijiwai oleh falsafah hidup suatu bangsa dan tujuannya bersikap mengabdi kepada kepentingan dan cita-cita nasional bangsa tersebu.
Menurut Departemen pendidikan dan Kebudayaan (1976), pendidikan nasional adalah suatu usaha untuk membimbing para warga negara Indonesia menjadi berkepribadian Pancasila, yaitu berpribadi berdasarkan ketuhanan berkesadaran masyarakat dan mampu membudayakan alam sekitar.
Menurut UU RI No. 2 (1989) tentang sistem pendidikan nasional pada bab 1 pasal 2 berbunyi : Pendidikan Nasional adalah pendidikan yang berakar pada kebudayaan bangsa Indonesia dan berdasarkan Pancasila dan UUD 1945.
Dari penjelasan tersebut kami menyimpulkan bahwa sistem pendidikan adalah kesatuan integral dari sejumlah unsur pendidikan yang saling berpengaruh, terarah terhadap pencapaian tujuan pendidikan yang akan menghasilkan keluaran atau tamatan yang berkualitas demi kemanjuan bangsa dan negara.

1.      Pengertian Sistem Pendidikan
Kata sistem berasal dari bahasa Yunani yaitu systema yang berarti “cara, strategi”. Dalam bahasa Inggris system berarti “system, susunan, jaringan, cara”. System juga diartikan “suatu strategi, cara berpikir atau model berpikir”. Definisi tradisional menyatakan bahwa system adalah seperangkat komponen atau unsur-unsur yang saling berinteraksi untuk mencapai suatu tujuan.
Definisi modern juga tidak jauh berbeda dengan definisi tradisional seperti apa yang dikemkakan oleh para ahli, antara lain:
1.    Immegart mendefinisikan system adalah suatu keseluruhan yang memiliki bagian-bagian yang tersusun secara sistematis, bagian-bagian itu terelasi antara satu dengan yang lain, serta peduli terhadap kontek lingkungannya.
2.    Roger A Kanfman mendefinisikan system dengan suatu totalitas yang tersusun dari bagian-bagian yang bekerja secara sendiri-sendiri atau bekerja bersama-sama untuk mencapai hasil atau tujuan yang diinginkan berdasarkan kebutuhan.
3.    Zahara Idris mengemukakan bahwa system adalah suatu kesatuan yang terdiri atas komponen-komponen atau element-element, atau unsur-unsur sebagai sumber-sumber yang mempunyai hubungan fungsional yang teratur untuk mencapai suatu hasil.
Sedangkan kata pendidikan itu berasal dari kata “Pedagogi”, kata tersebut berasal dari bahasa yunani kuno, yang jika dieja menjadi 2 kata yaitu Paid yang artinya anak dan Agagos yang artinya membimbing. Dengan demikian Pendidikan bisa di artikan sebagai usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan proses pembelajaran dan suasana belajar agar para pelajar di didik secara aktif dalam mengembangkan potensi dirinya yang diperlukan untuk dirinya dan masyarakat.
Pendidikan pada hakikatnya merupakan suatu kegiatan yang secara sadar dan disengaja serta penuh tanggung jawab yang dilakukan orang dewasa kepada anak sehingga timbul interaksi dari keduanya agar anak tersebut mencapai kedewasaan.
Menurut Departemen Pendidikan dan Kebudayaan setiap system pasti mempunyai ciri-ciri, antara lain:
1.    Komponen-komponen, Komponen adalah bagian suatu system yang melaksanakan suatu fungsi untuk menunjang usaha mencapai tujuan system.
2.    Interaksi atau saling berhubungan, semua komponen dalam sustu system pasti saling mempengaruhi dan saling berhubungan antara satu dengan yang lainnya.
3.    Proses transformasi, semua system dalam mencapai tujuannya pasti memerlukan sebuah proses.
4.    Koreksi, untuk mengetahui apakah semuanya berjalan dengan baik dan sesuai dengan tujuan yang diinginkan, maka diperlukan adanya koreksi terhadap semua itu.
Berdasarkan pengertian-pengertian di atas, mungkin dapat kita simpulkan bahwa sistem pendidikan adalah suatu system yang terdiri dari komponen-komponen yang ada dalam proses pendidikan, dimana antara satu komponen dengan komponen yang lainnya saling berhubungan dan berinteraksi untuk mencapai tujuan pendidikan.
B.     Tujuan dan Fungsi Pendidikan Nasional
Tujuan pendidikan nasional pada hakikatnya adalah pembangunan manusia Indonesia seutuhnya dan membangun seluruh rakyat Indonesia. Yang mana pembangunan manusia seutuhnya meliputi potensi kepribadian dan wawasan dasar sebagai berikut:
• Secara integral mencakup panca indra yang sehat;
• Sikap dasar yang menjadi subtansi utama dalam pembinaan warga Indonesia seutuhnya, seperti sikap hidup sehat, hidup hemat, hidup cermat, hidup rajin, hidup disiplin, hidup berani dan berilmu, serta sikap hidup penuh tanggung jawab.
• Wawasan dasar, yaitu wawasan dan pengetahuan yang seimbang antara potensi kebutuhan nilai jasmani dan rohani, keseimbangan antara kehidupan individualitas dengan kemasyarakatan, keseimbangan dunia dan akhirat, serta kesejahteraan yang menyadari bahwa manusia adalah pewaris penerus bangsa.
1. Tujuan Sistem Pendidikan Nasional
a. Mengarahkan untuk kesejahteraan bangsa;
b. Mempersiapkan tenaga kerja bagi industrialis dimasa yang akan datang;
c. Penguasaan ilmu pengetahuan dan tekhnologi
d. Menanamkan jiwa patriotisme (SK Menteri Pendidikan dan Kebudayaan No. 104 / Bhg 1 Maret 1946);
e. Membentuk manusia susila yang cakap, warga negara demokratis dan bertanggung jawab untuk mensejahterakn masyarakat dan tanah air (UU No. 4 1950);
f. Mendidik anak ke arah terbentuknya manusia berjiwa pancasila (TAP MPRS No. 2 Tahun 1966);
g. Meningkatkan kualitas sumber daya manusia Indonesia seutuhnya (TAP MPR No. 2 1988 GBHN);
h. Mencerdaskan kehidupan bangsa dan mengembangkan manusia seutuhnya (UU No. 2 1989).
2. Fungsi Sistem Pendidikan Nasional
a. Sebagai alat membangun pengembangan pribadi warga negara, kebudayaan dan bangsa Indonesia;
b. Mengembangkan kemampuan serta meningkatnya mutu kehidupan dan martabat bangsa dalam upaya mewujudkan tujuan nasional;
C. Kelembagaan, Program dan pengelolaan Pendidikan Kelembagaan Pendidikan
Pendidikan nasional dilaksanakan melalui lembaga-lembaga pendidikan baik dalam bentuk sekolah maupun dalam bentuk kelompok belajar. Penyelenggaraan SISDIKNAS dilaksanakan melalui 2 jalur yaitu jalur pendidikan sekolah dan jalur pendidikan luar sekolah, disingkat PLS.
1) Jalur pendidikan sekolah melalui kegiatan belajar mengajar secara berjenjang dan berkesinambungan (pendidikan dasar, pendidikan menengah, dan pendidikan tinggi). Sifatnya formal, diatur berdasarkan ketentuan-ketentuan pemerintah ada keseragaman pola yang bersifat nasional.
2) Jalur pendidikan luar sekolah merupakan pendidikan yang bersifat kemasyarakatan yang diselenggarakan di luar sekolah melalui kegiatan belajar mengajar yang tidak berjenjang dan tidak berkesinambungan seperti kursus-kursus di luar sekolah, yang sifatnya tidak formal.
3) Jenjang pendidikan adalah suatu tahap dalam pendidikan berkelanjutan yang ditetapkan berdasarkan tingkat perkembangan peserta didik serta keluasan dan ke dalam bahan pengajaran (UU RI. No. 2 tahun 1989 Bab I, Pasal 1 ayat 5).
Ø Jenjang pendidikan dasar untuk memberikan bekal dasar, atau pendidikan pertama/setara sampai tamat
Ø Jenjang pendidikan menengah selamanya 3 tahun sesudah pendidikan dasar, diselenggarakan di SLTA atau satuan pendidikan sederajat
Ø Jenjang pendidikan tinggi disebut Perguruan Tinggi yang dapat berbentuk akademik, politeknik, sekolah tinggi, institut dan Universitas.
D. Program Dan Pengelolaan Pendidikan
a. Jenis Program Pendidikan
Jenis pendidikan adalah pendidikan yang dikelompokan sesuai dengan sifat dan kekhususan tatanannya (UU RI. No. 2 tahun 1989 Bab 1 ayat 4 No.2 Tahun 1989).
1)      Pendidikan umum adalah pendidikan yang mengutamakan perluasan pengetahuan dan keterampilan peserta didik. Pendidikan berfungsi untuk sebagaimana acuan umum bagi jenis pendidikan lainnya. Yang termasuk pendidikan umum: SD, SMP, SMA dan Universitas.
2)      Pendidikan kejuruan adalah pendidikan yang mempersiapkan peserta didik untuk dapat bekerja pada bidang pekerjaan tertentu. Sperti bidang teknik tata boga, dan busana perhotelan, kerajinan, administrasi, perkantoran dan lain-lain lembaga pendidikannya seperti STM.
3)      Pendidikan luar biasa merupakan pendidikan khusus yang diselenggarakan untuk peserta didik yang menyandang kelainan fisik/mental yang termasuk pendidikan luar biasa adalah SDLB untuk jenjang dasar, dan PLB untuk jenjang pendidikan menengah memiliki program khusus yaitu program untuk anak tuna netra, tuna rungu, tuna daksa, dan tuna grahita. Untuk pendidikan gurunya disediakan SGPIB (Sekolah Guru Pendidikan Luar Biasa) setara dengan Diploma III.
4)      Pendidikan kedinasan merupakan pendidikan khusus yang diselenggarakan untuk meningkatkan kemampuan pemerintah dan non departemen.
5)      Pendidikan keagamaan merupakan pendidikan khusus yang mempersiapkan peserta didik dalam melaksanakan peranan yang khusus dalam pengetahuan ajaran agama, yang terdiri dari tingkat pendidikan dasar, menengah dan pendidikan tinggi.
b.      Kurikulum Program Pendidikan
1)       Istilah kurikulum asal mulanya dari dunia olah raga pada zaman Yunani Kuno. Curir berarti “pelari” dan Curere artinya “tempat terpaku” Kurikulum kemudian diartikan “jarak yang harus ditempuh” oleh pelari (Nana Sujana, 1989: 4) berdasarkan arti yang terkandung kurikulum dalam pendidikan dianalogikan sebagai arena tempat peserta didik berlari untuk mencapai “finish” berupa ijazah, diploma, gelar (Zais, 1976 yang dikutip oleh Muhammad Ansyar dan Nurtain, 1992:7)
2)      Tujuan pendidikan nasional dinyatakan di dalam UU RI No. 2 tahun 1989 pasal 3 (a) terwujudnya bangsa yang cerdas, (b) manusia yang utuh beriman dan bertaqwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa, (c) budi pekerti luhur, (d) terampil dan berpengetahuan, (e) sehat jasmani dan rohani, (f) berkepribadian yang mantap dan mandiri, (g) bertanggung jawab kemasyarakatan dan kebangsaan. Jadi tuntutan pendidikan nasional diberlakukan untuk semua satuan pendidikan, dari pendidikan pra sekolah, pendidikan tinggi, pendidikan pra sekolah dan pendidikan luar sekolah, pendidikan anak luar biasa, pendidikan kedinasan dan seterusnya.
Pasal 38 ayat 2 menyatakan: Kurikulum yang berlaku secara nasional ditetapkan oleh Menteri. Pimpinan lembaga pemerintah non departemen berdasarkan pelimpahan wewenang dalam negeri.
3)      Untuk muatan lokal unit kecil lazimnya dimulai dari kurikulumnya sedangkan untuk muatan lokal untuk besar dimulai dari muatan lokalnya. Dapat digambarkan sebagai berikut:
E.     Cara Merancang Pengajaran
Cara menjabarkan muatan lokal ke dalam bentuk rancangan pengajaran. Kegiatan ini sudah dimanfaatkan wawasan tentang pendekatan yang digunakan, strategi belajar, metode/teknik, sarana.
1.      Faktor penghambat pelaksanaan muatan lokal
a.       Sifat di pelajaran lokal itu sendiri
b.      Segi ketenagaan
c.       Proses belajar mengajar
d.      Sistem ujian akhir dan ijazah yang diselenggarakan di sekolah
e.       Sarana penunjang bagi pelaksanaan muatan lokal
2.      Faktor penunjang pelaksanaan muatan lokal
a.       Keinginan dari kebanyakan peserta didik untuk cepat memperoleh bekal dan pekerjaan apapun yang membawa hasil
b.      Sarana cukup banyak
c.       Ketenagaan yang bervariasi
d.      Materi muatan lokal yang sudah tercantum sebagai materi kurikulum dan sudah dilaksanakan secara rutin
e.       Media masa khususnya media komunikasi visual seperti TV, Radio
F.     Pembangunan Sistem Pendidikan Nasional
Mengapa Sistem Pendidikan Harus Dibangun? Adalah logis jika system pendidikan merupakan sarana bagi manusia untuk mengantarkan dirinya menuju kepada kesempurnaan itu juga perlu disempurnakan.
Ada yang menggambarkan manusia sebagai makhluk yang selalu “meng-ada” (Drijarkara). Maksudnya manusia itu adalah makhluk yang selalu mencari yang belum ada karena sasaran yang sudah ada. Mencari dan mengadakan yang belum ada berarti berkreasi. Proses mengada itu tidak pernah berhenti sepanjang hayat masih dikandung badan. Ada pula yang menggambarkan manusia itu sebagai hewan yang sakit (das kranke tier), demikian kata Max Scheller. Dilihat dari konstitusi fisiknya manusia sama dengan hewan. Tetapi karena manusia mampu berpikir dan mengerti serta menyadari diri dan lingkungannya, maka dia tidak bisa hanya menyerah dan melekat saja kepada alam seperti hewan. Sebagai hewan yang sakit ia selalu gelisah. Kegelisahannya bersifat ganda. Pertama gelisah karena terdorong untuk menemukan jaln bagaimana dapat menguasai kegelisahannya.
Di samping itu, pengalaman manusia juga berkembang. Itulah sebabnya mengapa system pendidikan sebagai sarana yang menghantar manusia untuk menemukan jawaban atas teka-teki mengenai dirinya, juga selalu disempurnakan.
Selanjutnya persoalan pendidikan juga dapat dilihat sebagai persoalan nasional karena pendidikan berhubungan dengan masa depan bangsa. Jika masyarakat Indonesia (menurut rencana ppembangunan pada Pelita VI berubah dari masyarakat agraris ke masyarakat industry, tentunya pola piker dan perilaku yang dilandasi oleh situasi dan kondisi di mana manusia disibukkan dengan kegiatan industry.
Untuk dapat menyongsong suasana hidup yang diperlukan itu system pendidikan harus berubah. Jika tidak, maka pendidikan sebagai an agent of social change (agen perubahan social) tidak berfungsi sebagaimana mestinya. Strukturnya, kurikulumnya, pengelolaannya, tenaga kependidikannya mau tidak mau harus disesuaikan denga tuntutan baru tersebut.
G.    Ciri-ciri Pendidikan di Indonesia
Cara melaksanakan pendidikan di Indonesia sudah tentu tidak terlepas dari tujuan pendidikan di Indonesia, sebab pendidikan Indonesia yang dimaksud di sini ialah pendidikan yang dilakukan di bumi Indonesia untuk kepentingan bangsa Indonesia.
Aspek ketuhanan sudah dikembangkan dengan banyak cara seperti melalui pendidikan-pendidikan agama di sekolah maupun di perguruan tinggi, melalui ceramah-ceramah agama di masyarakat, melalui kehidupan beragama di asrama-asrama, lewat mimbar-mimbar agama dan ketuhanan di televisi, melalui radio, surat kabar dan sebagainya. Bahan-bahan yang diserap melalui media itu akan berintegrasi dalam rohani para siswa/mahasiswa.
Pengembangan pikiran sebagian besar dilakukan di sekolah-sekolah atau perguruan-perguruan tinggi melalui bidang studi-bidang studi yang mereka pelajari. Pikiran para siswa/mahasiswa diasah melalui pemecahan soal-soal, pemecahan berbagai masalah, menganalisis sesuatu serta menyimpulkannya.
H.    Kualitas Pendidikan di Indonesia
Seperti yang telah kita ketahui, kualitas pendidikan di Indonesia semakin memburuk. Hal ini terbukti dari kualitas guru, sarana belajar, dan murid-muridnya. Guru-guru tentuya punya harapan terpendam yang tidak dapat mereka sampaikan kepada siswanya. Memang, guru-guru saat ini kurang kompeten. Banyak orang yang menjadi guru karena tidak diterima di jurusan lain atau kekurangan dana. Kecuali guru-guru lama yang sudah lama mendedikasikan dirinya menjadi guru. Selain berpengalaman mengajar murid, mereka memiliki pengalaman yang dalam mengenai pelajaran yang mereka ajarkan. Belum lagi masalah gaji guru. Jika fenomena ini dibiarkan berlanjut, tidak lama lagi pendidikan di Indonesia akan hancur mengingat banyak guru-guru berpengalaman yang pensiun.
Sarana pembelajaran juga turut menjadi faktor semakin terpuruknya pendidikan di Indonesia, terutama bagi penduduk di daerah terbelakang. Namun, bagi penduduk di daerah terbelakang tersebut, yang terpenting adalah ilmu terapan yang benar-benar dipakai buat hidup dan kerja. Ada banyak masalah yang menyebabkan mereka tidak belajar secara normal seperti kebanyakan siswa pada umumnya, antara lain guru dan sekolah.
“Pendidikan ini menjadi tanggung jawab pemerintah sepenuhnya,” kata Presiden Susilo Bambang Yudhoyono usai rapat kabinet terbatas di Gedung Depdiknas, Jl Jenderal Sudirman, Jakarta, Senin (12/3/2007).
Presiden memaparkan beberapa langkah yang akan dilakukan oleh pemerintah dalam rangka meningkatkan kualitas pendidikan di Indonesia, antara lain yaitu:
Ø Langkah pertama yang akan dilakukan pemerintah, yakni meningkatkan akses terhadap masyarakat untuk bisa menikmati pendidikan di Indonesia. Tolak ukurnya dari angka partisipasi.
Ø Langkah kedua, menghilangkan ketidakmerataan dalam akses pendidikan, seperti ketidakmerataan di desa dan kota, serta jender.
Ø Langkah ketiga, meningkatkan mutu pendidikan dengan meningkatkan kualifikasi guru dan dosen, serta meningkatkan nilai rata-rata kelulusan dalam ujian nasional.
Ø Langkah keempat, pemerintah akan menambah jumlah jenis pendidikan di bidang kompetensi atau profesi sekolah kejuruan. Untuk menyiapkan tenaga siap pakai yang dibutuhkan.
Ø Langkah kelima, pemerintah berencana membangun infrastruktur seperti menambah jumlah komputer dan perpustakaan di sekolah-sekolah.
Ø Langkah keenam, pemerintah juga meningkatkan anggaran pendidikan. Untuk tahun ini dianggarkan Rp 44 triliun.
Ø Langkah ketujuh, adalah penggunaan teknologi informasi dalam aplikasi pendidikan.
Ø Langkah terakhir, pembiayaan bagi masyarakat miskin untuk bisa menikmati fasilitas penddikan.
I.       Penyebab Rendahnya Kualitas Pendidikan di Indonesia
Di bawah ini akan diuraikan beberapa penyebab rendahnya kualitas pendidikan di Indonesia secara umum, yaitu:
1.      Efektifitas Pendidikan Di Indonesia
Pendidikan yang efektif adalah suatu pendidikan yang memungkinkan peserta didik untuk dapat belajar dengan mudah, menyenangkan dan dapat tercapai tujuan sesuai dengan yang diharapkan. Dengan demikian, pendidik (dosen, guru, instruktur, dan trainer) dituntut untuk dapat meningkatkan keefektifan pembelajaran agar pembelajaran tersebut dapat berguna.
Efektifitas pendidikan di Indonesia sangat rendah. Setelah praktisi pendidikan melakukan penelitian dan survey ke lapangan, salah satu penyebabnya adalah tidak adanya tujuan pendidikan yang jelas sebelm kegiatan pembelajaran dilaksanakan. Hal ini menyebabkan peserta didik dan pendidik tidak tahu “goal” apa yang akan dihasilkan sehingga tidak mempunyai gambaran yang jelas dalam proses pendidikan. Jelas hal ini merupakan masalah terpenting jika kita menginginkan efektifitas pengajaran. Bagaimana mungkin tujuan akan tercapai jika kita tidak tahu apa tujuan kita.
Selama ini, banyak pendapat beranggapan bahwa pendidikan formal dinilai hanya menjadi formalitas saja untuk membentuk sumber daya manusia Indonesia. Tidak perduli bagaimana hasil pembelajaran formal tersebut, yang terpenting adalah telah melaksanakan pendidikan di jenjang yang tinggi dan dapat dianggap hebat oleh masyarakat. Anggapan seperti itu jugalah yang menyebabkan efektifitas pengajaran di Indonesia sangat rendah. Setiap orang mempunyai kelebihan dibidangnya masing-masing dan diharapkan dapat mengambil pendidikaan sesuai bakat dan minatnya bukan hanya untuk dianggap hebat oleh orang lain.
Dalam pendidikan di sekolah menegah misalnya, seseorang yang mempunyai kelebihan dibidang sosial dan dipaksa mengikuti program studi IPA akan menghasilkan efektifitas pengajaran yang lebih rendah jika dibandingkan peserta didik yang mengikuti program studi yang sesuai dengan bakat dan minatnya. Hal-hal sepeti itulah yang banyak terjadi di Indonesia. Dan sayangnya masalah gengsi tidak kalah pentingnya dalam menyebabkan rendahnya efektifitas pendidikan di Indonesia.
2.      Efisiensi Pengajaran Di Indonesia
Efisien adalah bagaimana menghasilkan efektifitas dari suatu tujuan dengan proses yang lebih ‘murah’. Dalam proses pendidikan akan jauh lebih baik jika kita memperhitungkan untuk memperoleh hasil yang baik tanpa melupakan proses yang baik pula. Hal-hal itu jugalah yang kurang jika kita lihat pendidikan di Indonesia. Kita kurang mempertimbangkan prosesnya, hanya bagaimana dapat meraih standar hasil yang telah disepakati.
Beberapa masalah efisiensi pengajaran di dindonesia adalah mahalnya biaya pendidikan, waktu yang digunakan dalam proses pendidikan, mutu pegajar dan banyak hal lain yang menyebabkan kurang efisiennya proses pendidikan di Indonesia. Yang juga berpengaruh dalam peningkatan sumber daya manusia Indonesia yang lebih baik.
Masalah mahalnya biaya pendidikan di Indonesia sudah menjadi rahasia umum bagi kita. Sebenarnya harga pendidikan di Indonesia relative lebih randah jika kita bandingkan dengan Negara lain yang tidak mengambil sitem free cost education. Namun mengapa kita menganggap pendidikan di Indonesia cukup mahal? Hal itu tidak kami kemukakan di sini jika penghasilan rakyat Indonesia cukup tinggi dan sepadan untuk biaya pendidikan.
Jika kita berbicara tentang biaya pendidikan, kita tidak hanya berbicara tenang biaya sekolah, training, kursus atau lembaga pendidikan formal atau informal lain yang dipilih, namun kita juga berbicara tentang properti pendukung seperti buku, dan berbicara tentang biaya transportasi yang ditempuh untuk dapat sampai ke lembaga pengajaran yang kita pilih.
Di sekolah dasar negeri, memang benar jika sudah diberlakukan pembebasan biaya pengajaran, nemun peserta didik tidak hanya itu saja, kebutuhan lainnya adalah buku teks pengajaran, alat tulis, seragam dan lain sebagainya yang ketika kami survey, hal itu diwajibkan oleh pendidik yang berssngkutan. Yang mengejutkanya lagi, ada pendidik yang mewajibkan les kepada peserta didiknya, yang tentu dengan bayaran untuk pendidik tersebut.
Selain masalah mahalnya biaya pendidikan di Indonesia, masalah lainnya adalah waktu pengajaran. Dengan survey lapangan, dapat kita lihat bahwa pendidikan tatap muka di Indonesia relative lebih lama jika dibandingkan negara lain. Dalam pendidikan formal di sekolah menengah misalnya, ada sekolah yang jadwal pengajarnnya perhari dimulai dari pukul 07.00 dan diakhiri sampai pukul 16.00.. Hal tersebut jelas tidak efisien, karena ketika kami amati lagi, peserta didik yang mengikuti proses pendidikan formal yang menghabiskan banyak waktu tersebut, banyak peserta didik yang mengikuti lembaga pendidikan informal lain seperti les akademis, bahasa, dan sebagainya. Jelas juga terlihat, bahwa proses pendidikan yang lama tersebut tidak efektif juga, karena peserta didik akhirnya mengikuti pendidikan informal untuk melengkapi pendidikan formal yang dinilai kurang.
Selain itu, masalah lain efisiensi pengajaran yang akan kami bahas adalah mutu pengajar. Kurangnya mutu pengajar jugalah yang menyebabkan peserta didik kurang mencapai hasil yang diharapkan dan akhirnya mengambil pendidikan tambahan yang juga membutuhkan uang lebih.
Yang kami lihat, kurangnya mutu pengajar disebabkan oleh pengajar yang mengajar tidak pada kompetensinya. Misalnya saja, pengajar A mempunyai dasar pendidikan di bidang bahasa, namun di mengajarkan keterampilan, yang sebenarnya bukan kompetensinya. Hal-tersebut benar-benar terjadi jika kita melihat kondisi pendidikan di lapangan yang sebanarnya. Hal lain adalah pendidik tidak dapat mengomunikasikan bahan pengajaran dengan baik, sehingga mudah dimengerti dan menbuat tertarik peserta didik.
Sistem pendidikan yang baik juga berperan penting dalam meningkatkan efisiensi pendidikan di Indonesia. Sangat disayangkan juga sistem pendidikan kita berubah-ubah sehingga membingungkan pendidik dan peserta didik.
Dalam beberapa tahun belakangan ini, kita menggunakan sistem pendidikan kurikulum 1994, kurikulum 2004, kurikulum berbasis kompetensi yang pengubah proses pengajaran menjadi proses pendidikan aktif, hingga kurikulum baru lainnya. Ketika mengganti kurikulum, kita juga mengganti cara pendidikan pengajar, dan pengajar harus diberi pelatihan terlebih dahulu yang juga menambah cost biaya pendidikan. Sehingga amat disayangkan jika terlalu sering mengganti kurikulum yang dianggap kuaran efektif lalu langsung menggantinya dengan kurikulum yang dinilai lebih efektif.
Konsep efisiensi akan tercipta jika keluaran yang diinginkan dapat dihasilkan secara optimal dengan hanya masukan yang relative tetap, atau jika masukan yang sekecil mungkin dapat menghasilkan keluaran yang optimal. Konsep efisiensi sendiri terdiri dari efisiensi teknologis dan efisiensi ekonomis. Efisiensi teknologis diterapkan dalam pencapaian kuantitas keluaran secara fisik sesuai dengan ukuran hasil yang sudah ditetapkan. Sementara efisiensi ekonomis tercipta jika ukuran nilai kepuasan atau harga sudah diterapkan terhadap keluaran.
Konsep efisiensi selalu dikaitkan dengan efektivitas. Efektivitas merupakan bagian dari konsep efisiensi karena tingkat efektivitas berkaitan erat dengan pencapaian tujuan relative terhadap harganya. Apabila dikaitkan dengan dunia pendidikan, maka suatu program pendidikan yang efisien cenderung ditandai dengan pola penyebaran dan pendayagunaansumber-sumber pendidikan yang sudah ditata secara efisien. Program pendidikan yang efisien adalah program yang mampu menciptakan keseimbangan antara penyediaan dan kebutuhan akan sumber-sumber pendidikan sehingga upaya pencapaian tujuan tidak mengalami hambatan.
3.      Standardisasi Pendidikan Di Indonesia
Jika kita ingin meningkatkan mutu pendidikan di Indonesia, kita juga berbicara tentang standardisasi pengajaran yang kita ambil. Tentunya setelah melewati proses untuk menentukan standar yang akan diambil.
Seperti yang kita lihat sekarang ini, standar dan kompetensi dalam pendidikan formal maupun informal terlihat hanya keranjingan terhadap standard dan kompetensi. Kualitas pendidikan diukur oleh standard dan kompetensi di dalam berbagai versi, demikian pula sehingga dibentuk badan-badan baru untuk melaksanakan standardisasi dan kompetensi tersebut seperti Badan Standardisasi Nasional Pendidikan (BSNP).
Selain itu, akan lebih baik jika kita mempertanyakan kembali apakah standar pendidikan di Indonesia sudah sesuai atau belum. Dalam kasus UAN yang hampir selalu menjadi kontrofersi misalnya. Kami menilai adanya sistem evaluasi seperti UAN sudah cukup baik, namun yang kami sayangkan adalah evaluasi pendidikan seperti itu yang menentukan lulus tidaknya peserta didik mengikuti pendidikan, hanya dilaksanakan sekali saja tanpa melihat proses yang dilalui peserta didik yang telah menempuh proses pendidikan selama beberapa tahun. Selain hanya berlangsung sekali, evaluasi seperti itu hanya mengevaluasi 3 bidang studi saja tanpa mengevaluasi bidang studi lain yang telah diikuti oleh peserta didik.
Penyebab rendahnya mutu pendidikan di Indonesia juga tentu tidak hanya sebatas yang kami bahas di atas. Banyak hal yang menyebabkan rendahnya mutu pendidikan kita. Tentunya hal seperti itu dapat kita temukan jika kita menggali lebih dalam akar permasalahannya. Dan semoga jika kita mengetahui akar permasalahannya, kita dapat memperbaiki mutu pendidikan di Indonesia sehingga jadi lebih baik lagi.
Selain beberapa penyebab rendahnya kualitas pendidikan di atas, berikut ini akan dipaparkan pula secara khusus beberapa masalah yang menyebabkan rendahnya kualitas pendidikan di Indonesia.
a)      Rendahnya Kualitas Sarana Fisik
Untuk sarana fisik misalnya, banyak sekali sekolah dan perguruan tinggi kita yang gedungnya rusak, kepemilikan dan penggunaan media belajar rendah, buku perpustakaan tidak lengkap. Sementara laboratorium tidak standar, pemakaian teknologi informasi tidak memadai dan sebagainya. Bahkan masih banyak sekolah yang tidak memiliki gedung sendiri, tidak memiliki perpustakaan, tidak memiliki laboratorium dan sebagainya.
Data Balitbang Depdiknas (2003) menyebutkan untuk satuan SD terdapat 146.052 lembaga yang menampung 25.918.898 siswa serta memiliki 865.258 ruang kelas. Dari seluruh ruang kelas tersebut sebanyak 364.440 atau 42,12% berkondisi baik, 299.581 atau 34,62% mengalami kerusakan ringan dan sebanyak 201.237 atau 23,26% mengalami kerusakan berat. Kalau kondisi MI diperhitungkan angka kerusakannya lebih tinggi karena kondisi MI lebih buruk daripada SD pada umumnya. Keadaan ini juga terjadi di SMP, MTs, SMA, MA, dan SMK meskipun dengan persentase yang tidak sama.
b)     Rendahnya Kualitas Guru
Keadaan guru di Indonesia juga amat memprihatinkan. Kebanyakan guru belum memiliki profesionalisme yang memadai untuk menjalankan tugasnya sebagaimana disebut dalam pasal 39 UU No 20/2003 yaitu merencanakan pembelajaran, melaksanakan pembelajaran, menilai hasil pembelajaran, melakukan pembimbingan, melakukan pelatihan, melakukan penelitian dan melakukan pengabdian masyarakat.
Bukan itu saja, sebagian guru di Indonesia bahkan dinyatakan tidak layak mengajar. Persentase guru menurut kelayakan mengajar dalam tahun 2002-2003 di berbagai satuan pendidikan sebagai berikut: untuk SD yang layak mengajar hanya 21,07% (negeri) dan 28,94% (swasta), untuk SMP 54,12% (negeri) dan 60,99% (swasta), untuk SMA 65,29% (negeri) dan 64,73% (swasta), serta untuk SMK yang layak mengajar 55,49% (negeri) dan 58,26% (swasta).
Kelayakan mengajar itu jelas berhubungan dengan tingkat pendidikan guru itu sendiri. Data Balitbang Depdiknas (1998) menunjukkan dari sekitar 1,2 juta guru SD/MI hanya 13,8% yang berpendidikan diploma D2-Kependidikan ke atas. Selain itu, dari sekitar 680.000 guru SLTP/MTs baru 38,8% yang berpendidikan diploma D3-Kependidikan ke atas. Di tingkat sekolah menengah, dari 337.503 guru, baru 57,8% yang memiliki pendidikan S1 ke atas. Di tingkat pendidikan tinggi, dari 181.544 dosen, baru 18,86% yang berpendidikan S2 ke atas (3,48% berpendidikan S3).
Walaupun guru dan pengajar bukan satu-satunya faktor penentu keberhasilan pendidikan tetapi, pengajaran merupakan titik sentral pendidikan dan kualifikasi, sebagai cermin kualitas, tenaga pengajar memberikan andil sangat besar pada kualitas pendidikan yang menjadi tanggung jawabnya. Kualitas guru dan pengajar yang rendah juga dipengaruhi oleh masih rendahnya tingkat kesejahteraan guru.
c)      Rendahnya Kesejahteraan Guru
Rendahnya kesejahteraan guru mempunyai peran dalam membuat rendahnya kualitas pendidikan Indonesia. Berdasarkan survei FGII (Federasi Guru Independen Indonesia) pada pertengahan tahun 2005, idealnya seorang guru menerima gaji bulanan serbesar Rp 3 juta rupiah. Sekarang, pendapatan rata-rata guru PNS per bulan sebesar Rp 1,5 juta. guru bantu Rp 460 ribu, dan guru honorer di sekolah swasta rata-rata Rp 10 ribu per jam. Dengan pendapatan seperti itu, terang saja banyak guru terpaksa melakukan pekerjaan sampingan. Ada yang mengajar lagi di sekolah lain, memberi les pada sore hari, menjadi tukang ojek, pedagang mie rebus, pedagang buku/LKS, pedagang pulsa ponsel, dan sebagainya (Republika, 13 Juli, 2005).
Dengan adanya UU Guru dan Dosen, barangkali kesejahteraan guru dan dosen (PNS) agak lumayan. Pasal 10 UU itu sudah memberikan jaminan kelayakan hidup. Di dalam pasal itu disebutkan guru dan dosen akan mendapat penghasilan yang pantas dan memadai, antara lain meliputi gaji pokok, tunjangan yang melekat pada gaji, tunjangan profesi, dan/atau tunjangan khusus serta penghasilan lain yang berkaitan dengan tugasnya. Mereka yang diangkat pemkot/pemkab bagi daerah khusus juga berhak atas rumah dinas.
Tapi, kesenjangan kesejahteraan guru swasta dan negeri menjadi masalah lain yang muncul. Di lingkungan pendidikan swasta, masalah kesejahteraan masih sulit mencapai taraf ideal. Diberitakan Pikiran Rakyat 9 Januari 2006, sebanyak 70 persen dari 403 PTS di Jawa Barat dan Banten tidak sanggup untuk menyesuaikan kesejahteraan dosen sesuai dengan amanat UU Guru dan Dosen (Pikiran Rakyat 9 Januari 2006).
d)     Rendahnya Prestasi Siswa
Dengan keadaan yang demikian itu (rendahnya sarana fisik, kualitas guru, dan kesejahteraan guru) pencapaian prestasi siswa pun menjadi tidak memuaskan. Sebagai contoh pencapaian prestasi fisika dan matematika siswa Indonesia di dunia internasional sangat rendah. Menurut Trends in Mathematic and Science Study (TIMSS) 2003 (2004), siswa Indonesia hanya berada di ranking ke-35 dari 44 negara dalam hal prestasi matematika dan di ranking ke-37 dari 44 negara dalam hal prestasi sains. Dalam hal ini prestasi siswa kita jauh di bawah siswa Malaysia dan Singapura sebagai negara tetangga yang terdekat.
Dalam hal prestasi, 15 September 2004 lalu United Nations for Development Programme (UNDP) juga telah mengumumkan hasil studi tentang kualitas manusia secara serentak di seluruh dunia melalui laporannya yang berjudul Human Development Report 2004. Di dalam laporan tahunan ini Indonesia hanya menduduki posisi ke-111 dari 177 negara. Apabila dibanding dengan negara-negara tetangga saja, posisi Indonesia berada jauh di bawahnya.
Anak-anak Indonesia ternyata hanya mampu menguasai 30% dari materi bacaan dan ternyata mereka sulit sekali menjawab soal-soal berbentuk uraian yang memerlukan penalaran. Hal ini mungkin karena mereka sangat terbiasa menghafal dan mengerjakan soal pilihan ganda.
e)      Kurangnya Pemerataan Kesempatan Pendidikan
Kesempatan memperoleh pendidikan masih terbatas pada tingkat Sekolah Dasar. Data Balitbang Departemen Pendidikan Nasional dan Direktorat Jenderal Binbaga Departemen Agama tahun 2000 menunjukkan Angka Partisipasi Murni (APM) untuk anak usia SD pada tahun 1999 mencapai 94,4% (28,3 juta siswa). Pencapaian APM ini termasuk kategori tinggi. Angka Partisipasi Murni Pendidikan di SLTP masih rendah yaitu 54, 8% (9,4 juta siswa). Sementara itu layanan pendidikan usia dini masih sangat terbatas. Kegagalan pembinaan dalam usia dini nantinya tentu akan menghambat pengembangan sumber daya manusia secara keseluruhan. Oleh karena itu diperlukan kebijakan dan strategi pemerataan pendidikan yang tepat untuk mengatasi masalah ketidakmerataan tersebut.
f)       Rendahnya Relevansi Pendidikan Dengan Kebutuhan
Hal tersebut dapat dilihat dari banyaknya lulusan yang menganggur. Data BAPPENAS (1996) yang dikumpulkan sejak tahun 1990 menunjukan angka pengangguran terbuka yang dihadapi oleh lulusan SMU sebesar 25,47%, Diploma/S0 sebesar 27,5% dan PT sebesar 36,6%, sedangkan pada periode yang sama pertumbuhan kesempatan kerja cukup tinggi untuk masing-masing tingkat pendidikan yaitu 13,4%, 14,21%, dan 15,07%. Menurut data Balitbang Depdiknas 1999, setiap tahunnya sekitar 3 juta anak putus sekolah dan tidak memiliki keterampilan hidup sehingga menimbulkan masalah ketenagakerjaan tersendiri. Adanya ketidakserasian antara hasil pendidikan dan kebutuhan dunia kerja ini disebabkan kurikulum yang materinya kurang funsional terhadap keterampilan yang dibutuhkan ketika peserta didik memasuki dunia kerja.
g)      Mahalnya Biaya Pendidikan
Pendidikan bermutu itu mahal. Kalimat ini sering muncul untuk menjustifikasi mahalnya biaya yang harus dikeluarkan masyarakat untuk mengenyam bangku pendidikan. Mahalnya biaya pendidikan dari Taman Kanak-Kanak (TK) hingga Perguruan Tinggi (PT) membuat masyarakat miskin tidak memiliki pilihan lain kecuali tidak bersekolah. Orang miskin tidak boleh sekolah.
Makin mahalnya biaya pendidikan sekarang ini tidak lepas dari kebijakan pemerintah yang menerapkan MBS (Manajemen Berbasis Sekolah). MBS di Indonesia pada realitanya lebih dimaknai sebagai upaya untuk melakukan mobilisasi dana. Karena itu, Komite Sekolah/Dewan Pendidikan yang merupakan organ MBS selalu disyaratkan adanya unsur pengusaha.
Asumsinya, pengusaha memiliki akses atas modal yang lebih luas. Hasilnya, setelah Komite Sekolah terbentuk, segala pungutan uang selalu berkedok, “sesuai keputusan Komite Sekolah”. Namun, pada tingkat implementasinya, ia tidak transparan, karena yang dipilih menjadi pengurus dan anggota Komite Sekolah adalah orang-orang dekat dengan Kepala Sekolah. Akibatnya, Komite Sekolah hanya menjadi legitimator kebijakan Kepala Sekolah, dan MBS pun hanya menjadi legitimasi dari pelepasan tanggung jawab negara terhadap permasalahan pendidikan rakyatnya.
J.      Solusi dari Permasalahan-permasalahan Pendidikan di Indonesia
Untuk mengatasi masalah-masalah di atas, secara garis besar ada dua solusi yang dapat diberikan yaitu:
Pertama, solusi sistemik, yakni solusi dengan mengubah sistem-sistem sosial yang berkaitan dengan sistem pendidikan. Seperti diketahui sistem pendidikan sangat berkaitan dengan sistem ekonomi yang diterapkan. Sistem pendidikan di Indonesia sekarang ini, diterapkan dalam konteks sistem ekonomi kapitalisme (mazhab neoliberalisme), yang berprinsip antara lain meminimalkan peran dan tanggung jawab negara dalam urusan publik, termasuk pendanaan pendidikan.
Kedua, solusi teknis, yakni solusi yang menyangkut hal-hal teknis yang berkait langsung dengan pendidikan. Solusi ini misalnya untuk menyelesaikan masalah kualitas guru dan prestasi siswa.
Maka, solusi untuk masalah-masalah teknis dikembalikan kepada upaya-upaya praktis untuk meningkatkan kualitas sistem pendidikan.
Rendahnya kualitas guru, misalnya, di samping diberi solusi peningkatan kesejahteraan, juga diberi solusi dengan membiayai guru melanjutkan ke jenjang pendidikan yang lebih tinggi, dan memberikan berbagai pelatihan untuk meningkatkan kualitas guru. Rendahnya prestasi siswa, misalnya, diberi solusi dengan meningkatkan kualitas dan kuantitas materi pelajaran, meningkatkan alat-alat peraga dan sarana-sarana pendidikan, dan sebagainya.
K.    Sistem Pendidikan di Indonesia saat ini
Pendidikan Indonesia saat ini selalu gembar-gembor tentang kurikulum baru yang katanya lebih bagus, lebih tepat sasaran, lebih kebarat-baratan atau apapun. Yang jelas, Menteri Pendidikan berusaha eksis dengan mengujicobakan formula pendidikan baru dengan mengubah kurikulum.
Agak miris melihat kondisi saat ini. Institusi pendidikan tidak ubahnya seperti pencetak mesin ijazah. Agar laku, sebagian memberikan iming-iming lulus cepat, status disetarakan, dapat ijazah, absen longgar dan lain-lain. Apa yang bisa diharapkan dari pendidikan kering idealisme seperti itu. Ki Hajar Dewantoro mungkin bisa menangis melihat kondisi pendidikan saat ini. Bukan lagi bertujuan mencerdaskan kehidupan bangsa (seperti yang masih tertulis di UUD 45), tapi lebih mirip mesin usang yang mengeluarkan produk yang sulit diandalkan kualitasnya.
Pendidikan lebih diarahkan pada menyiapkan tenaga kerja "buruh" saat ini. Apalagi dengan pengoptimalan pada SMK. Bukan lagi pemikir-pemikir handal yang siap menganalisa kondisi. Karena pola pikir "buruh"lah, segala macam hapalan dijejalkan kepada anak murid. Dan semuanya hanya demi satu kata: IJAZAH! Ya ijazah yang diperlukan untuk mencari pekerjaan. Sangat minim idealisme untuk mengubah kondisi bangsa yang terpecah belah ini, sangat minim untuk mengajarkan filosofi kehidupan, dan sangat minim pula dalam mengajarkan moral.

Kesimpulan
Sistem pendidikan adalah suatu system yang terdiri dari komponen-komponen yang ada dalam proses pendidikan, dimana antara satu komponen dengan komponen yang lainnya saling berhubungan dan berinteraksi untuk mencapai tujuan pendidikan.
Ciri-ciri pendidikan di Indonesia dalam aspek ketuhanan sudah dikembangkan dengan banyak cara seperti melalui pendidikan-pendidikan agama di sekolah maupun di perguruan tinggi, melalui ceramah-ceramah agama di masyarakat, melalui kehidupan beragama di asrama-asrama, lewat mimbar-mimbar agama dan ketuhanan di televisi, melalui radio, surat kabar dan sebagainya.
Kualitas pendidikan di Indonesia semakin memburuk. Hal ini terbukti dari kualitas guru, sarana belajar, dan murid-muridnya.
Penyebab rendahnya kualitas pendidikan di Indonesia adalah sebagai berikut:
1.         Efektifitas Pendidikan Di Indonesia
2.         Efisiensi Pengajaran Di Indonesia
3.         Standardisasi Pendidikan Di Indonesia
Untuk mengatasi masalah-masalah di atas, secara garis besar ada dua solusi yang dapat diberikan yaitu:
Pertama, solusi sistemik, yakni solusi dengan mengubah sistem-sistem sosial yang berkaitan dengan sistem pendidikan.
Kedua, solusi teknis, yakni solusi yang menyangkut hal-hal teknis yang berkait langsung dengan pendidikan.
Sistem pendidikan di Indonesia saat ini sangat didasarkan pada kurikulum yang baru hanya untuk menguji cobakan formula pendidikan yng baru.