Makalah landasan pendidikan materi sistem pendidikan nasional
SISTEM PENDIDIKAN NASIONAL
A. Pengertian Sistem Pendidikan Nasional
Sistem pendidikan nasional
merupakan salah satu bagian dari perkembangan nasional diantara bidang
kehidupan lainnya, seperti ideologi, hukum dan pertahanan keamanan nasional.
Sistem pendidikan juga dapat diartikan sebagai suatu keseluruhan yang terpadu dari
semua satuan dan aktivitas pendidikan yang berkaitan satu dengan lainnya untuk
mengusahakan terjadinya suatu tujuan pendidikan nasional. Dalam hal ini sistem
pendidikan nasional tersebut merupakan suatu suprasistem, yaitu suatu sistem
yang besar dan kompleks yang didalamnya mencakup dari beberapa bagian yang juga
merupakan sistem-sistem.
Menurut Sunarya (1969), pendidikan nasional adalah suatu sistem pendidikan yang
berdiri diatas landasan dan dijiwai oleh falsafah hidup suatu bangsa dan
tujuannya bersikap mengabdi kepada kepentingan dan cita-cita nasional bangsa
tersebu.
Menurut Departemen pendidikan dan Kebudayaan (1976),
pendidikan nasional adalah suatu usaha untuk membimbing para warga negara
Indonesia menjadi berkepribadian Pancasila, yaitu berpribadi berdasarkan
ketuhanan berkesadaran masyarakat dan mampu membudayakan alam sekitar.
Menurut UU RI No. 2 (1989) tentang sistem pendidikan
nasional pada bab 1 pasal 2 berbunyi : Pendidikan Nasional adalah pendidikan
yang berakar pada kebudayaan bangsa Indonesia dan berdasarkan Pancasila dan UUD
1945.
Dari penjelasan tersebut kami menyimpulkan bahwa
sistem pendidikan adalah kesatuan integral dari sejumlah unsur pendidikan yang
saling berpengaruh, terarah terhadap pencapaian tujuan pendidikan yang akan
menghasilkan keluaran atau tamatan yang berkualitas demi kemanjuan bangsa dan
negara.
1.
Pengertian Sistem
Pendidikan
Kata sistem berasal dari bahasa Yunani yaitu systema
yang berarti “cara, strategi”. Dalam bahasa Inggris system berarti “system,
susunan, jaringan, cara”. System juga diartikan “suatu strategi, cara berpikir
atau model berpikir”. Definisi tradisional menyatakan bahwa system adalah
seperangkat komponen atau unsur-unsur yang saling berinteraksi untuk mencapai
suatu tujuan.
Definisi modern juga tidak jauh berbeda dengan
definisi tradisional seperti apa yang dikemkakan oleh para ahli, antara lain:
1. Immegart mendefinisikan system adalah suatu
keseluruhan yang memiliki bagian-bagian yang tersusun secara sistematis,
bagian-bagian itu terelasi antara satu dengan yang lain, serta peduli terhadap
kontek lingkungannya.
2. Roger A Kanfman mendefinisikan system dengan
suatu totalitas yang tersusun dari bagian-bagian yang bekerja secara
sendiri-sendiri atau bekerja bersama-sama untuk mencapai hasil atau tujuan yang
diinginkan berdasarkan kebutuhan.
3. Zahara Idris mengemukakan bahwa system adalah
suatu kesatuan yang terdiri atas komponen-komponen atau element-element, atau
unsur-unsur sebagai sumber-sumber yang mempunyai hubungan fungsional yang
teratur untuk mencapai suatu hasil.
Sedangkan kata pendidikan itu berasal dari kata “Pedagogi”,
kata tersebut berasal dari bahasa yunani kuno, yang jika dieja menjadi 2 kata
yaitu Paid yang artinya anak dan Agagos yang artinya membimbing. Dengan
demikian Pendidikan bisa di artikan sebagai usaha sadar dan terencana untuk
mewujudkan proses pembelajaran dan suasana belajar agar para pelajar di didik
secara aktif dalam mengembangkan potensi dirinya yang diperlukan untuk dirinya
dan masyarakat.
Pendidikan pada hakikatnya merupakan suatu kegiatan
yang secara sadar dan disengaja serta penuh tanggung jawab yang dilakukan orang
dewasa kepada anak sehingga timbul interaksi dari keduanya agar anak tersebut
mencapai kedewasaan.
Menurut Departemen Pendidikan dan Kebudayaan setiap system pasti mempunyai
ciri-ciri, antara lain:
1. Komponen-komponen, Komponen adalah bagian suatu
system yang melaksanakan suatu fungsi untuk menunjang usaha mencapai tujuan
system.
2. Interaksi atau saling berhubungan, semua komponen
dalam sustu system pasti saling mempengaruhi dan saling berhubungan antara satu
dengan yang lainnya.
3. Proses transformasi, semua system dalam mencapai
tujuannya pasti memerlukan sebuah proses.
4. Koreksi, untuk mengetahui apakah semuanya
berjalan dengan baik dan sesuai dengan tujuan yang diinginkan, maka diperlukan
adanya koreksi terhadap semua itu.
Berdasarkan pengertian-pengertian di atas, mungkin
dapat kita simpulkan bahwa sistem pendidikan adalah suatu system yang terdiri
dari komponen-komponen yang ada dalam proses pendidikan, dimana antara satu
komponen dengan komponen yang lainnya saling berhubungan dan berinteraksi untuk
mencapai tujuan pendidikan.
B. Tujuan dan Fungsi Pendidikan Nasional
Tujuan pendidikan nasional pada hakikatnya adalah
pembangunan manusia Indonesia seutuhnya dan membangun seluruh rakyat Indonesia.
Yang mana pembangunan manusia seutuhnya meliputi potensi kepribadian dan
wawasan dasar sebagai berikut:
• Secara integral mencakup panca indra yang sehat;
• Sikap dasar yang menjadi subtansi utama dalam
pembinaan warga Indonesia seutuhnya, seperti sikap hidup sehat, hidup hemat,
hidup cermat, hidup rajin, hidup disiplin, hidup berani dan berilmu, serta
sikap hidup penuh tanggung jawab.
• Wawasan dasar, yaitu wawasan dan pengetahuan yang
seimbang antara potensi kebutuhan nilai jasmani dan rohani, keseimbangan antara
kehidupan individualitas dengan kemasyarakatan, keseimbangan dunia dan akhirat,
serta kesejahteraan yang menyadari bahwa manusia adalah pewaris penerus bangsa.
1. Tujuan Sistem Pendidikan Nasional
a. Mengarahkan untuk kesejahteraan bangsa;
b. Mempersiapkan tenaga kerja bagi industrialis dimasa yang akan
datang;
c. Penguasaan ilmu pengetahuan dan tekhnologi
d. Menanamkan jiwa patriotisme (SK Menteri Pendidikan dan Kebudayaan
No. 104 / Bhg 1 Maret 1946);
e. Membentuk manusia susila yang cakap, warga negara demokratis dan
bertanggung jawab untuk mensejahterakn masyarakat dan tanah air (UU No. 4
1950);
f. Mendidik anak ke arah terbentuknya manusia berjiwa pancasila (TAP
MPRS No. 2 Tahun 1966);
g. Meningkatkan kualitas sumber daya manusia Indonesia seutuhnya (TAP
MPR No. 2 1988 GBHN);
h. Mencerdaskan kehidupan bangsa dan mengembangkan manusia seutuhnya
(UU No. 2 1989).
2. Fungsi Sistem Pendidikan Nasional
a. Sebagai alat membangun pengembangan pribadi warga negara,
kebudayaan dan bangsa Indonesia;
b. Mengembangkan kemampuan serta meningkatnya mutu kehidupan dan
martabat bangsa dalam upaya mewujudkan tujuan nasional;
C. Kelembagaan, Program dan pengelolaan Pendidikan Kelembagaan
Pendidikan
Pendidikan nasional dilaksanakan melalui
lembaga-lembaga pendidikan baik dalam bentuk sekolah maupun dalam bentuk
kelompok belajar. Penyelenggaraan SISDIKNAS dilaksanakan melalui 2 jalur yaitu
jalur pendidikan sekolah dan jalur pendidikan luar sekolah, disingkat PLS.
1) Jalur pendidikan sekolah melalui kegiatan belajar mengajar secara
berjenjang dan berkesinambungan (pendidikan dasar, pendidikan menengah, dan
pendidikan tinggi). Sifatnya formal, diatur berdasarkan ketentuan-ketentuan
pemerintah ada keseragaman pola yang bersifat nasional.
2) Jalur pendidikan luar sekolah merupakan pendidikan yang bersifat
kemasyarakatan yang diselenggarakan di luar sekolah melalui kegiatan belajar
mengajar yang tidak berjenjang dan tidak berkesinambungan seperti kursus-kursus
di luar sekolah, yang sifatnya tidak formal.
3) Jenjang pendidikan adalah suatu tahap dalam pendidikan
berkelanjutan yang ditetapkan berdasarkan tingkat perkembangan peserta didik
serta keluasan dan ke dalam bahan pengajaran (UU RI. No. 2 tahun 1989 Bab I,
Pasal 1 ayat 5).
Ø
Jenjang pendidikan dasar untuk memberikan bekal dasar, atau pendidikan
pertama/setara sampai tamat
Ø
Jenjang pendidikan menengah selamanya 3 tahun sesudah pendidikan dasar,
diselenggarakan di SLTA atau satuan pendidikan sederajat
Ø
Jenjang pendidikan tinggi disebut Perguruan Tinggi yang dapat berbentuk
akademik, politeknik, sekolah tinggi, institut dan Universitas.
D. Program Dan Pengelolaan Pendidikan
a. Jenis Program Pendidikan
Jenis pendidikan adalah pendidikan yang dikelompokan sesuai dengan
sifat dan kekhususan tatanannya (UU RI. No. 2 tahun 1989 Bab 1 ayat 4 No.2
Tahun 1989).
1) Pendidikan umum adalah pendidikan yang mengutamakan perluasan
pengetahuan dan keterampilan peserta didik. Pendidikan berfungsi untuk
sebagaimana acuan umum bagi jenis pendidikan lainnya. Yang termasuk pendidikan
umum: SD, SMP, SMA dan Universitas.
2) Pendidikan kejuruan adalah pendidikan yang mempersiapkan peserta
didik untuk dapat bekerja pada bidang pekerjaan tertentu. Sperti bidang teknik
tata boga, dan busana perhotelan, kerajinan, administrasi, perkantoran dan
lain-lain lembaga pendidikannya seperti STM.
3) Pendidikan luar biasa merupakan pendidikan khusus yang
diselenggarakan untuk peserta didik yang menyandang kelainan fisik/mental yang
termasuk pendidikan luar biasa adalah SDLB untuk jenjang dasar, dan PLB untuk
jenjang pendidikan menengah memiliki program khusus yaitu program untuk anak
tuna netra, tuna rungu, tuna daksa, dan tuna grahita. Untuk pendidikan gurunya
disediakan SGPIB (Sekolah Guru Pendidikan Luar Biasa) setara dengan Diploma III.
4) Pendidikan kedinasan merupakan pendidikan khusus yang
diselenggarakan untuk meningkatkan kemampuan pemerintah dan non departemen.
5) Pendidikan keagamaan merupakan pendidikan khusus yang
mempersiapkan peserta didik dalam melaksanakan peranan yang khusus dalam
pengetahuan ajaran agama, yang terdiri dari tingkat pendidikan dasar, menengah
dan pendidikan tinggi.
b. Kurikulum Program Pendidikan
1) Istilah kurikulum asal
mulanya dari dunia olah raga pada zaman Yunani Kuno. Curir berarti “pelari” dan
Curere artinya “tempat terpaku” Kurikulum kemudian diartikan “jarak yang harus
ditempuh” oleh pelari (Nana Sujana, 1989: 4) berdasarkan arti yang terkandung
kurikulum dalam pendidikan dianalogikan sebagai arena tempat peserta didik
berlari untuk mencapai “finish” berupa ijazah, diploma, gelar (Zais, 1976 yang
dikutip oleh Muhammad Ansyar dan Nurtain, 1992:7)
2) Tujuan pendidikan nasional dinyatakan di dalam UU RI No. 2 tahun
1989 pasal 3 (a) terwujudnya bangsa yang cerdas, (b) manusia yang utuh beriman
dan bertaqwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa, (c) budi pekerti luhur, (d) terampil
dan berpengetahuan, (e) sehat jasmani dan rohani, (f) berkepribadian yang
mantap dan mandiri, (g) bertanggung jawab kemasyarakatan dan kebangsaan. Jadi
tuntutan pendidikan nasional diberlakukan untuk semua satuan pendidikan, dari
pendidikan pra sekolah, pendidikan tinggi, pendidikan pra sekolah dan
pendidikan luar sekolah, pendidikan anak luar biasa, pendidikan kedinasan dan
seterusnya.
Pasal 38 ayat
2 menyatakan: Kurikulum yang berlaku secara nasional ditetapkan oleh Menteri.
Pimpinan lembaga pemerintah non departemen berdasarkan pelimpahan wewenang
dalam negeri.
3) Untuk muatan lokal unit kecil lazimnya dimulai dari kurikulumnya
sedangkan untuk muatan lokal untuk besar dimulai dari muatan lokalnya. Dapat
digambarkan sebagai berikut:
E. Cara Merancang Pengajaran
Cara menjabarkan muatan lokal ke dalam bentuk rancangan pengajaran.
Kegiatan ini sudah dimanfaatkan wawasan tentang pendekatan yang digunakan,
strategi belajar, metode/teknik, sarana.
1. Faktor penghambat pelaksanaan muatan lokal
a. Sifat di pelajaran lokal itu sendiri
b. Segi ketenagaan
c. Proses belajar mengajar
d. Sistem ujian akhir dan ijazah yang diselenggarakan di sekolah
e. Sarana penunjang bagi pelaksanaan muatan lokal
2. Faktor penunjang pelaksanaan muatan lokal
a. Keinginan dari kebanyakan peserta didik untuk cepat memperoleh
bekal dan pekerjaan apapun yang membawa hasil
b. Sarana cukup banyak
c. Ketenagaan yang bervariasi
d. Materi muatan lokal yang sudah tercantum sebagai materi
kurikulum dan sudah dilaksanakan secara rutin
e. Media masa khususnya media komunikasi visual seperti TV, Radio
F. Pembangunan Sistem Pendidikan Nasional
Mengapa Sistem Pendidikan Harus Dibangun? Adalah logis jika system
pendidikan merupakan sarana bagi manusia untuk mengantarkan dirinya menuju
kepada kesempurnaan itu juga perlu disempurnakan.
Ada yang menggambarkan manusia sebagai makhluk yang selalu “meng-ada”
(Drijarkara). Maksudnya manusia itu adalah makhluk yang selalu mencari yang
belum ada karena sasaran yang sudah ada. Mencari dan mengadakan yang belum ada
berarti berkreasi. Proses mengada itu tidak pernah berhenti sepanjang hayat
masih dikandung badan. Ada pula yang menggambarkan manusia itu sebagai hewan
yang sakit (das kranke tier), demikian kata Max Scheller. Dilihat dari
konstitusi fisiknya manusia sama dengan hewan. Tetapi karena manusia mampu
berpikir dan mengerti serta menyadari diri dan lingkungannya, maka dia tidak
bisa hanya menyerah dan melekat saja kepada alam seperti hewan. Sebagai hewan
yang sakit ia selalu gelisah. Kegelisahannya bersifat ganda. Pertama gelisah
karena terdorong untuk menemukan jaln bagaimana dapat menguasai kegelisahannya.
Di samping itu, pengalaman manusia juga berkembang. Itulah sebabnya
mengapa system pendidikan sebagai sarana yang menghantar manusia untuk
menemukan jawaban atas teka-teki mengenai dirinya, juga selalu disempurnakan.
Selanjutnya persoalan pendidikan juga dapat dilihat sebagai persoalan
nasional karena pendidikan berhubungan dengan masa depan bangsa. Jika
masyarakat Indonesia (menurut rencana ppembangunan pada Pelita VI berubah dari
masyarakat agraris ke masyarakat industry, tentunya pola piker dan perilaku
yang dilandasi oleh situasi dan kondisi di mana manusia disibukkan dengan
kegiatan industry.
Untuk dapat menyongsong suasana hidup yang diperlukan itu system
pendidikan harus berubah. Jika tidak, maka pendidikan sebagai an agent of
social change (agen perubahan social) tidak berfungsi sebagaimana mestinya.
Strukturnya, kurikulumnya, pengelolaannya, tenaga kependidikannya mau tidak mau
harus disesuaikan denga tuntutan baru tersebut.
G. Ciri-ciri Pendidikan di Indonesia
Cara melaksanakan pendidikan di Indonesia sudah tentu
tidak terlepas dari tujuan pendidikan di Indonesia, sebab pendidikan Indonesia
yang dimaksud di sini ialah pendidikan yang dilakukan di bumi Indonesia untuk
kepentingan bangsa Indonesia.
Aspek ketuhanan sudah dikembangkan dengan banyak cara
seperti melalui pendidikan-pendidikan agama di sekolah maupun di perguruan
tinggi, melalui ceramah-ceramah agama di masyarakat, melalui kehidupan beragama
di asrama-asrama, lewat mimbar-mimbar agama dan ketuhanan di televisi, melalui
radio, surat kabar dan sebagainya. Bahan-bahan yang diserap melalui media itu
akan berintegrasi dalam rohani para siswa/mahasiswa.
Pengembangan pikiran sebagian besar dilakukan di
sekolah-sekolah atau perguruan-perguruan tinggi melalui bidang studi-bidang
studi yang mereka pelajari. Pikiran para siswa/mahasiswa diasah melalui
pemecahan soal-soal, pemecahan berbagai masalah, menganalisis sesuatu serta
menyimpulkannya.
H. Kualitas Pendidikan di Indonesia
Seperti yang telah kita ketahui, kualitas pendidikan
di Indonesia semakin memburuk. Hal ini terbukti dari kualitas guru, sarana
belajar, dan murid-muridnya. Guru-guru tentuya punya harapan terpendam yang
tidak dapat mereka sampaikan kepada siswanya. Memang, guru-guru saat ini kurang
kompeten. Banyak orang yang menjadi guru karena tidak diterima di jurusan lain
atau kekurangan dana. Kecuali guru-guru lama yang sudah lama mendedikasikan
dirinya menjadi guru. Selain berpengalaman mengajar murid, mereka memiliki
pengalaman yang dalam mengenai pelajaran yang mereka ajarkan. Belum lagi
masalah gaji guru. Jika fenomena ini dibiarkan berlanjut, tidak lama lagi
pendidikan di Indonesia akan hancur mengingat banyak guru-guru berpengalaman
yang pensiun.
Sarana pembelajaran juga turut menjadi faktor semakin
terpuruknya pendidikan di Indonesia, terutama bagi penduduk di daerah
terbelakang. Namun, bagi penduduk di daerah terbelakang tersebut, yang
terpenting adalah ilmu terapan yang benar-benar dipakai buat hidup dan kerja.
Ada banyak masalah yang menyebabkan mereka tidak belajar secara normal seperti
kebanyakan siswa pada umumnya, antara lain guru dan sekolah.
“Pendidikan ini menjadi tanggung jawab pemerintah sepenuhnya,” kata
Presiden Susilo Bambang Yudhoyono usai rapat kabinet terbatas di Gedung
Depdiknas, Jl Jenderal Sudirman, Jakarta, Senin (12/3/2007).
Presiden memaparkan beberapa langkah yang akan
dilakukan oleh pemerintah dalam rangka meningkatkan kualitas pendidikan di
Indonesia, antara lain yaitu:
Ø Langkah pertama yang akan dilakukan pemerintah, yakni meningkatkan
akses terhadap masyarakat untuk bisa menikmati pendidikan di Indonesia. Tolak
ukurnya dari angka partisipasi.
Ø Langkah kedua, menghilangkan ketidakmerataan dalam akses pendidikan,
seperti ketidakmerataan di desa dan kota, serta jender.
Ø Langkah ketiga, meningkatkan mutu pendidikan dengan meningkatkan
kualifikasi guru dan dosen, serta meningkatkan nilai rata-rata kelulusan dalam
ujian nasional.
Ø Langkah keempat, pemerintah akan menambah jumlah jenis pendidikan di
bidang kompetensi atau profesi sekolah kejuruan. Untuk menyiapkan tenaga siap
pakai yang dibutuhkan.
Ø Langkah kelima, pemerintah berencana membangun infrastruktur seperti
menambah jumlah komputer dan perpustakaan di sekolah-sekolah.
Ø Langkah keenam, pemerintah juga meningkatkan anggaran pendidikan.
Untuk tahun ini dianggarkan Rp 44 triliun.
Ø Langkah ketujuh, adalah penggunaan teknologi informasi dalam
aplikasi pendidikan.
Ø Langkah terakhir, pembiayaan bagi masyarakat miskin untuk bisa
menikmati fasilitas penddikan.
I. Penyebab Rendahnya Kualitas Pendidikan di Indonesia
Di bawah ini akan diuraikan beberapa penyebab
rendahnya kualitas pendidikan di Indonesia secara umum, yaitu:
1. Efektifitas Pendidikan Di Indonesia
Pendidikan yang efektif adalah suatu pendidikan yang
memungkinkan peserta didik untuk dapat belajar dengan mudah, menyenangkan dan
dapat tercapai tujuan sesuai dengan yang diharapkan. Dengan demikian, pendidik
(dosen, guru, instruktur, dan trainer) dituntut untuk dapat meningkatkan
keefektifan pembelajaran agar pembelajaran tersebut dapat berguna.
Efektifitas pendidikan di Indonesia sangat rendah.
Setelah praktisi pendidikan melakukan penelitian dan survey ke lapangan, salah
satu penyebabnya adalah tidak adanya tujuan pendidikan yang jelas sebelm
kegiatan pembelajaran dilaksanakan. Hal ini menyebabkan peserta didik dan
pendidik tidak tahu “goal” apa yang akan dihasilkan sehingga tidak mempunyai
gambaran yang jelas dalam proses pendidikan. Jelas hal ini merupakan masalah
terpenting jika kita menginginkan efektifitas pengajaran. Bagaimana mungkin
tujuan akan tercapai jika kita tidak tahu apa tujuan kita.
Selama ini, banyak pendapat beranggapan bahwa
pendidikan formal dinilai hanya menjadi formalitas saja untuk membentuk sumber
daya manusia Indonesia. Tidak perduli bagaimana hasil pembelajaran formal
tersebut, yang terpenting adalah telah melaksanakan pendidikan di jenjang yang
tinggi dan dapat dianggap hebat oleh masyarakat. Anggapan seperti itu jugalah
yang menyebabkan efektifitas pengajaran di Indonesia sangat rendah. Setiap
orang mempunyai kelebihan dibidangnya masing-masing dan diharapkan dapat
mengambil pendidikaan sesuai bakat dan minatnya bukan hanya untuk dianggap
hebat oleh orang lain.
Dalam pendidikan di sekolah menegah misalnya,
seseorang yang mempunyai kelebihan dibidang sosial dan dipaksa mengikuti
program studi IPA akan menghasilkan efektifitas pengajaran yang lebih rendah
jika dibandingkan peserta didik yang mengikuti program studi yang sesuai dengan
bakat dan minatnya. Hal-hal sepeti itulah yang banyak terjadi di Indonesia. Dan
sayangnya masalah gengsi tidak kalah pentingnya dalam menyebabkan rendahnya
efektifitas pendidikan di Indonesia.
2. Efisiensi Pengajaran Di Indonesia
Efisien adalah bagaimana menghasilkan efektifitas dari
suatu tujuan dengan proses yang lebih ‘murah’. Dalam proses pendidikan akan
jauh lebih baik jika kita memperhitungkan untuk memperoleh hasil yang baik
tanpa melupakan proses yang baik pula. Hal-hal itu jugalah yang kurang jika
kita lihat pendidikan di Indonesia. Kita kurang mempertimbangkan prosesnya,
hanya bagaimana dapat meraih standar hasil yang telah disepakati.
Beberapa masalah efisiensi pengajaran di dindonesia
adalah mahalnya biaya pendidikan, waktu yang digunakan dalam proses pendidikan,
mutu pegajar dan banyak hal lain yang menyebabkan kurang efisiennya proses
pendidikan di Indonesia. Yang juga berpengaruh dalam peningkatan sumber daya
manusia Indonesia yang lebih baik.
Masalah mahalnya biaya pendidikan di Indonesia sudah
menjadi rahasia umum bagi kita. Sebenarnya harga pendidikan di Indonesia
relative lebih randah jika kita bandingkan dengan Negara lain yang tidak
mengambil sitem free cost education. Namun mengapa kita menganggap
pendidikan di Indonesia cukup mahal? Hal itu tidak kami kemukakan di sini jika
penghasilan rakyat Indonesia cukup tinggi dan sepadan untuk biaya pendidikan.
Jika kita berbicara tentang biaya pendidikan, kita
tidak hanya berbicara tenang biaya sekolah, training, kursus atau lembaga
pendidikan formal atau informal lain yang dipilih, namun kita juga berbicara
tentang properti pendukung seperti buku, dan berbicara tentang biaya transportasi
yang ditempuh untuk dapat sampai ke lembaga pengajaran yang kita pilih.
Di sekolah dasar negeri, memang benar jika sudah
diberlakukan pembebasan biaya pengajaran, nemun peserta didik tidak hanya itu
saja, kebutuhan lainnya adalah buku teks pengajaran, alat tulis, seragam dan
lain sebagainya yang ketika kami survey, hal itu diwajibkan oleh pendidik yang
berssngkutan. Yang mengejutkanya lagi, ada pendidik yang mewajibkan les kepada
peserta didiknya, yang tentu dengan bayaran untuk pendidik tersebut.
Selain masalah mahalnya biaya pendidikan di Indonesia,
masalah lainnya adalah waktu pengajaran. Dengan survey lapangan, dapat kita
lihat bahwa pendidikan tatap muka di Indonesia relative lebih lama jika
dibandingkan negara lain. Dalam pendidikan formal di sekolah menengah misalnya,
ada sekolah yang jadwal pengajarnnya perhari dimulai dari pukul 07.00 dan
diakhiri sampai pukul 16.00.. Hal tersebut jelas tidak efisien, karena ketika
kami amati lagi, peserta didik yang mengikuti proses pendidikan formal yang
menghabiskan banyak waktu tersebut, banyak peserta didik yang mengikuti lembaga
pendidikan informal lain seperti les akademis, bahasa, dan sebagainya. Jelas
juga terlihat, bahwa proses pendidikan yang lama tersebut tidak efektif juga,
karena peserta didik akhirnya mengikuti pendidikan informal untuk melengkapi
pendidikan formal yang dinilai kurang.
Selain itu, masalah lain efisiensi pengajaran yang
akan kami bahas adalah mutu pengajar. Kurangnya mutu pengajar jugalah yang
menyebabkan peserta didik kurang mencapai hasil yang diharapkan dan akhirnya
mengambil pendidikan tambahan yang juga membutuhkan uang lebih.
Yang kami lihat, kurangnya mutu pengajar disebabkan
oleh pengajar yang mengajar tidak pada kompetensinya. Misalnya saja, pengajar A
mempunyai dasar pendidikan di bidang bahasa, namun di mengajarkan keterampilan,
yang sebenarnya bukan kompetensinya. Hal-tersebut benar-benar terjadi jika kita
melihat kondisi pendidikan di lapangan yang sebanarnya. Hal lain adalah
pendidik tidak dapat mengomunikasikan bahan pengajaran dengan baik, sehingga
mudah dimengerti dan menbuat tertarik peserta didik.
Sistem pendidikan yang baik juga berperan penting
dalam meningkatkan efisiensi pendidikan di Indonesia. Sangat disayangkan juga
sistem pendidikan kita berubah-ubah sehingga membingungkan pendidik dan peserta
didik.
Dalam beberapa tahun belakangan ini, kita menggunakan
sistem pendidikan kurikulum 1994, kurikulum 2004, kurikulum berbasis kompetensi
yang pengubah proses pengajaran menjadi proses pendidikan aktif, hingga
kurikulum baru lainnya. Ketika mengganti kurikulum, kita juga mengganti cara
pendidikan pengajar, dan pengajar harus diberi pelatihan terlebih dahulu yang
juga menambah cost biaya pendidikan. Sehingga amat disayangkan
jika terlalu sering mengganti kurikulum yang dianggap kuaran efektif lalu
langsung menggantinya dengan kurikulum yang dinilai lebih efektif.
Konsep efisiensi akan tercipta jika keluaran yang
diinginkan dapat dihasilkan secara optimal dengan hanya masukan yang relative
tetap, atau jika masukan yang sekecil mungkin dapat menghasilkan keluaran yang
optimal. Konsep efisiensi sendiri terdiri dari efisiensi teknologis dan
efisiensi ekonomis. Efisiensi teknologis diterapkan dalam pencapaian kuantitas
keluaran secara fisik sesuai dengan ukuran hasil yang sudah ditetapkan.
Sementara efisiensi ekonomis tercipta jika ukuran nilai kepuasan atau harga
sudah diterapkan terhadap keluaran.
Konsep efisiensi selalu dikaitkan dengan efektivitas.
Efektivitas merupakan bagian dari konsep efisiensi karena tingkat efektivitas
berkaitan erat dengan pencapaian tujuan relative terhadap harganya. Apabila
dikaitkan dengan dunia pendidikan, maka suatu program pendidikan yang efisien
cenderung ditandai dengan pola penyebaran dan pendayagunaansumber-sumber
pendidikan yang sudah ditata secara efisien. Program pendidikan yang efisien
adalah program yang mampu menciptakan keseimbangan antara penyediaan dan
kebutuhan akan sumber-sumber pendidikan sehingga upaya pencapaian tujuan tidak
mengalami hambatan.
3. Standardisasi Pendidikan Di Indonesia
Jika kita ingin meningkatkan mutu pendidikan di
Indonesia, kita juga berbicara tentang standardisasi pengajaran yang kita
ambil. Tentunya setelah melewati proses untuk menentukan standar yang akan
diambil.
Seperti yang kita lihat sekarang ini, standar dan
kompetensi dalam pendidikan formal maupun informal terlihat hanya keranjingan
terhadap standard dan kompetensi. Kualitas pendidikan diukur oleh standard dan
kompetensi di dalam berbagai versi, demikian pula sehingga dibentuk badan-badan
baru untuk melaksanakan standardisasi dan kompetensi tersebut seperti Badan
Standardisasi Nasional Pendidikan (BSNP).
Selain itu, akan lebih baik jika kita mempertanyakan
kembali apakah standar pendidikan di Indonesia sudah sesuai atau belum. Dalam
kasus UAN yang hampir selalu menjadi kontrofersi misalnya. Kami menilai adanya
sistem evaluasi seperti UAN sudah cukup baik, namun yang kami sayangkan adalah
evaluasi pendidikan seperti itu yang menentukan lulus tidaknya peserta didik
mengikuti pendidikan, hanya dilaksanakan sekali saja tanpa melihat proses yang
dilalui peserta didik yang telah menempuh proses pendidikan selama beberapa
tahun. Selain hanya berlangsung sekali, evaluasi seperti itu hanya mengevaluasi
3 bidang studi saja tanpa mengevaluasi bidang studi lain yang telah diikuti
oleh peserta didik.
Penyebab rendahnya mutu pendidikan di Indonesia juga
tentu tidak hanya sebatas yang kami bahas di atas. Banyak hal yang menyebabkan
rendahnya mutu pendidikan kita. Tentunya hal seperti itu dapat kita temukan
jika kita menggali lebih dalam akar permasalahannya. Dan semoga jika kita
mengetahui akar permasalahannya, kita dapat memperbaiki mutu pendidikan di
Indonesia sehingga jadi lebih baik lagi.
Selain beberapa penyebab rendahnya kualitas pendidikan
di atas, berikut ini akan dipaparkan pula secara khusus beberapa masalah yang
menyebabkan rendahnya kualitas pendidikan di Indonesia.
a) Rendahnya Kualitas Sarana Fisik
Untuk sarana fisik misalnya, banyak sekali sekolah dan
perguruan tinggi kita yang gedungnya rusak, kepemilikan dan penggunaan media
belajar rendah, buku perpustakaan tidak lengkap. Sementara laboratorium tidak
standar, pemakaian teknologi informasi tidak memadai dan sebagainya. Bahkan
masih banyak sekolah yang tidak memiliki gedung sendiri, tidak memiliki perpustakaan,
tidak memiliki laboratorium dan sebagainya.
Data Balitbang Depdiknas (2003) menyebutkan untuk
satuan SD terdapat 146.052 lembaga yang menampung 25.918.898 siswa serta
memiliki 865.258 ruang kelas. Dari seluruh ruang kelas tersebut sebanyak 364.440
atau 42,12% berkondisi baik, 299.581 atau 34,62% mengalami kerusakan ringan dan
sebanyak 201.237 atau 23,26% mengalami kerusakan berat. Kalau kondisi MI
diperhitungkan angka kerusakannya lebih tinggi karena kondisi MI lebih buruk
daripada SD pada umumnya. Keadaan ini juga terjadi di SMP, MTs, SMA, MA, dan
SMK meskipun dengan persentase yang tidak sama.
b) Rendahnya Kualitas Guru
Keadaan guru di Indonesia juga amat memprihatinkan.
Kebanyakan guru belum memiliki profesionalisme yang memadai untuk menjalankan
tugasnya sebagaimana disebut dalam pasal 39 UU No 20/2003 yaitu merencanakan
pembelajaran, melaksanakan pembelajaran, menilai hasil pembelajaran, melakukan
pembimbingan, melakukan pelatihan, melakukan penelitian dan melakukan
pengabdian masyarakat.
Bukan itu saja, sebagian guru di Indonesia bahkan
dinyatakan tidak layak mengajar. Persentase guru menurut kelayakan mengajar
dalam tahun 2002-2003 di berbagai satuan pendidikan sebagai berikut: untuk SD
yang layak mengajar hanya 21,07% (negeri) dan 28,94% (swasta), untuk SMP 54,12%
(negeri) dan 60,99% (swasta), untuk SMA 65,29% (negeri) dan 64,73% (swasta),
serta untuk SMK yang layak mengajar 55,49% (negeri) dan 58,26% (swasta).
Kelayakan mengajar itu jelas berhubungan dengan tingkat pendidikan guru itu
sendiri. Data Balitbang Depdiknas (1998) menunjukkan dari sekitar 1,2 juta guru
SD/MI hanya 13,8% yang berpendidikan diploma D2-Kependidikan ke atas. Selain
itu, dari sekitar 680.000 guru SLTP/MTs baru 38,8% yang berpendidikan diploma
D3-Kependidikan ke atas. Di tingkat sekolah menengah, dari 337.503 guru, baru
57,8% yang memiliki pendidikan S1 ke atas. Di tingkat pendidikan tinggi, dari
181.544 dosen, baru 18,86% yang berpendidikan S2 ke atas (3,48% berpendidikan
S3).
Walaupun guru dan pengajar bukan satu-satunya faktor
penentu keberhasilan pendidikan tetapi, pengajaran merupakan titik sentral
pendidikan dan kualifikasi, sebagai cermin kualitas, tenaga pengajar memberikan
andil sangat besar pada kualitas pendidikan yang menjadi tanggung jawabnya.
Kualitas guru dan pengajar yang rendah juga dipengaruhi oleh masih rendahnya
tingkat kesejahteraan guru.
c) Rendahnya Kesejahteraan Guru
Rendahnya kesejahteraan guru mempunyai peran dalam
membuat rendahnya kualitas pendidikan Indonesia. Berdasarkan survei FGII (Federasi
Guru Independen Indonesia) pada pertengahan tahun 2005, idealnya seorang guru
menerima gaji bulanan serbesar Rp 3 juta rupiah. Sekarang, pendapatan rata-rata
guru PNS per bulan sebesar Rp 1,5 juta. guru bantu Rp 460 ribu, dan guru
honorer di sekolah swasta rata-rata Rp 10 ribu per jam. Dengan pendapatan
seperti itu, terang saja banyak guru terpaksa melakukan pekerjaan sampingan.
Ada yang mengajar lagi di sekolah lain, memberi les pada sore hari, menjadi
tukang ojek, pedagang mie rebus, pedagang buku/LKS, pedagang pulsa ponsel, dan
sebagainya (Republika, 13 Juli, 2005).
Dengan adanya UU Guru dan Dosen, barangkali kesejahteraan guru dan dosen
(PNS) agak lumayan. Pasal 10 UU itu sudah memberikan jaminan kelayakan hidup.
Di dalam pasal itu disebutkan guru dan dosen akan mendapat penghasilan yang
pantas dan memadai, antara lain meliputi gaji pokok, tunjangan yang melekat
pada gaji, tunjangan profesi, dan/atau tunjangan khusus serta penghasilan lain
yang berkaitan dengan tugasnya. Mereka yang diangkat pemkot/pemkab bagi daerah
khusus juga berhak atas rumah dinas.
Tapi, kesenjangan kesejahteraan guru swasta dan negeri
menjadi masalah lain yang muncul. Di lingkungan pendidikan swasta, masalah
kesejahteraan masih sulit mencapai taraf ideal. Diberitakan Pikiran Rakyat 9
Januari 2006, sebanyak 70 persen dari 403 PTS di Jawa Barat dan Banten tidak
sanggup untuk menyesuaikan kesejahteraan dosen sesuai dengan amanat UU Guru dan
Dosen (Pikiran Rakyat 9 Januari 2006).
d) Rendahnya Prestasi Siswa
Dengan keadaan yang demikian itu (rendahnya sarana
fisik, kualitas guru, dan kesejahteraan guru) pencapaian prestasi siswa pun
menjadi tidak memuaskan. Sebagai contoh pencapaian prestasi fisika dan
matematika siswa Indonesia di dunia internasional sangat rendah. Menurut Trends
in Mathematic and Science Study (TIMSS) 2003 (2004), siswa Indonesia hanya
berada di ranking ke-35 dari 44 negara dalam hal prestasi matematika dan di
ranking ke-37 dari 44 negara dalam hal prestasi sains. Dalam hal ini prestasi
siswa kita jauh di bawah siswa Malaysia dan Singapura sebagai negara tetangga
yang terdekat.
Dalam hal prestasi, 15 September 2004 lalu United
Nations for Development Programme (UNDP) juga telah mengumumkan
hasil studi tentang kualitas manusia secara serentak di seluruh dunia melalui
laporannya yang berjudul Human Development Report 2004. Di
dalam laporan tahunan ini Indonesia hanya menduduki posisi ke-111 dari 177
negara. Apabila dibanding dengan negara-negara tetangga saja, posisi Indonesia
berada jauh di bawahnya.
Anak-anak Indonesia ternyata hanya mampu menguasai 30%
dari materi bacaan dan ternyata mereka sulit sekali menjawab soal-soal
berbentuk uraian yang memerlukan penalaran. Hal ini mungkin karena mereka
sangat terbiasa menghafal dan mengerjakan soal pilihan ganda.
e) Kurangnya Pemerataan Kesempatan
Pendidikan
Kesempatan memperoleh pendidikan masih terbatas pada
tingkat Sekolah Dasar. Data Balitbang Departemen Pendidikan Nasional dan
Direktorat Jenderal Binbaga Departemen Agama tahun 2000 menunjukkan Angka
Partisipasi Murni (APM) untuk anak usia SD pada tahun 1999 mencapai 94,4% (28,3
juta siswa). Pencapaian APM ini termasuk kategori tinggi. Angka Partisipasi
Murni Pendidikan di SLTP masih rendah yaitu 54, 8% (9,4 juta siswa). Sementara
itu layanan pendidikan usia dini masih sangat terbatas. Kegagalan pembinaan
dalam usia dini nantinya tentu akan menghambat pengembangan sumber daya manusia
secara keseluruhan. Oleh karena itu diperlukan kebijakan dan strategi
pemerataan pendidikan yang tepat untuk mengatasi masalah ketidakmerataan
tersebut.
f) Rendahnya Relevansi Pendidikan
Dengan Kebutuhan
Hal tersebut dapat dilihat dari banyaknya lulusan yang
menganggur. Data BAPPENAS (1996) yang dikumpulkan sejak tahun 1990 menunjukan
angka pengangguran terbuka yang dihadapi oleh lulusan SMU sebesar 25,47%,
Diploma/S0 sebesar 27,5% dan PT sebesar 36,6%, sedangkan pada periode yang sama
pertumbuhan kesempatan kerja cukup tinggi untuk masing-masing tingkat
pendidikan yaitu 13,4%, 14,21%, dan 15,07%. Menurut data Balitbang Depdiknas
1999, setiap tahunnya sekitar 3 juta anak putus sekolah dan tidak memiliki
keterampilan hidup sehingga menimbulkan masalah ketenagakerjaan tersendiri.
Adanya ketidakserasian antara hasil pendidikan dan kebutuhan dunia kerja ini
disebabkan kurikulum yang materinya kurang funsional terhadap keterampilan yang
dibutuhkan ketika peserta didik memasuki dunia kerja.
g) Mahalnya Biaya Pendidikan
Pendidikan bermutu itu mahal. Kalimat ini sering
muncul untuk menjustifikasi mahalnya biaya yang harus dikeluarkan masyarakat
untuk mengenyam bangku pendidikan. Mahalnya biaya pendidikan dari Taman Kanak-Kanak
(TK) hingga Perguruan Tinggi (PT) membuat masyarakat miskin tidak memiliki
pilihan lain kecuali tidak bersekolah. Orang miskin tidak boleh sekolah.
Makin mahalnya biaya pendidikan sekarang ini tidak
lepas dari kebijakan pemerintah yang menerapkan MBS (Manajemen Berbasis
Sekolah). MBS di Indonesia pada realitanya lebih dimaknai sebagai upaya untuk
melakukan mobilisasi dana. Karena itu, Komite Sekolah/Dewan Pendidikan yang
merupakan organ MBS selalu disyaratkan adanya unsur pengusaha.
Asumsinya, pengusaha memiliki akses atas modal yang
lebih luas. Hasilnya, setelah Komite Sekolah terbentuk, segala pungutan uang
selalu berkedok, “sesuai keputusan Komite Sekolah”. Namun, pada tingkat
implementasinya, ia tidak transparan, karena yang dipilih menjadi pengurus dan
anggota Komite Sekolah adalah orang-orang dekat dengan Kepala Sekolah.
Akibatnya, Komite Sekolah hanya menjadi legitimator kebijakan Kepala Sekolah,
dan MBS pun hanya menjadi legitimasi dari pelepasan tanggung jawab negara
terhadap permasalahan pendidikan rakyatnya.
J. Solusi dari Permasalahan-permasalahan Pendidikan di Indonesia
Untuk mengatasi masalah-masalah di atas, secara garis
besar ada dua solusi yang dapat diberikan yaitu:
Pertama, solusi sistemik, yakni solusi dengan mengubah
sistem-sistem sosial yang berkaitan dengan sistem pendidikan. Seperti diketahui
sistem pendidikan sangat berkaitan dengan sistem ekonomi yang diterapkan.
Sistem pendidikan di Indonesia sekarang ini, diterapkan dalam konteks sistem
ekonomi kapitalisme (mazhab neoliberalisme), yang berprinsip antara lain
meminimalkan peran dan tanggung jawab negara dalam urusan publik, termasuk
pendanaan pendidikan.
Kedua, solusi teknis, yakni solusi yang menyangkut
hal-hal teknis yang berkait langsung dengan pendidikan. Solusi ini misalnya
untuk menyelesaikan masalah kualitas guru dan prestasi siswa.
Maka, solusi untuk masalah-masalah teknis dikembalikan
kepada upaya-upaya praktis untuk meningkatkan kualitas sistem pendidikan.
Rendahnya kualitas guru, misalnya, di samping diberi
solusi peningkatan kesejahteraan, juga diberi solusi dengan membiayai guru
melanjutkan ke jenjang pendidikan yang lebih tinggi, dan memberikan berbagai
pelatihan untuk meningkatkan kualitas guru. Rendahnya prestasi siswa, misalnya,
diberi solusi dengan meningkatkan kualitas dan kuantitas materi pelajaran,
meningkatkan alat-alat peraga dan sarana-sarana pendidikan, dan sebagainya.
K. Sistem Pendidikan di Indonesia saat ini
Pendidikan Indonesia saat ini selalu gembar-gembor
tentang kurikulum baru yang katanya lebih bagus, lebih tepat sasaran, lebih
kebarat-baratan atau apapun. Yang jelas, Menteri Pendidikan berusaha eksis
dengan mengujicobakan formula pendidikan baru dengan mengubah kurikulum.
Agak miris melihat kondisi saat ini. Institusi
pendidikan tidak ubahnya seperti pencetak mesin ijazah. Agar laku, sebagian
memberikan iming-iming lulus cepat, status disetarakan, dapat ijazah, absen
longgar dan lain-lain. Apa yang bisa diharapkan dari pendidikan kering
idealisme seperti itu. Ki Hajar Dewantoro mungkin bisa menangis melihat kondisi
pendidikan saat ini. Bukan lagi bertujuan mencerdaskan kehidupan bangsa
(seperti yang masih tertulis di UUD 45), tapi lebih mirip mesin usang yang
mengeluarkan produk yang sulit diandalkan kualitasnya.
Pendidikan lebih diarahkan pada menyiapkan tenaga
kerja "buruh" saat ini. Apalagi dengan pengoptimalan pada SMK. Bukan
lagi pemikir-pemikir handal yang siap menganalisa kondisi. Karena pola pikir
"buruh"lah, segala macam hapalan dijejalkan kepada anak murid. Dan
semuanya hanya demi satu kata: IJAZAH! Ya ijazah yang diperlukan untuk mencari
pekerjaan. Sangat minim idealisme untuk mengubah kondisi bangsa yang terpecah
belah ini, sangat minim untuk mengajarkan filosofi kehidupan, dan sangat minim
pula dalam mengajarkan moral.
Kesimpulan
Sistem pendidikan adalah suatu system yang terdiri
dari komponen-komponen yang ada dalam proses pendidikan, dimana antara satu
komponen dengan komponen yang lainnya saling berhubungan dan berinteraksi untuk
mencapai tujuan pendidikan.
Ciri-ciri pendidikan di Indonesia dalam aspek
ketuhanan sudah dikembangkan dengan banyak cara seperti melalui
pendidikan-pendidikan agama di sekolah maupun di perguruan tinggi, melalui
ceramah-ceramah agama di masyarakat, melalui kehidupan beragama di
asrama-asrama, lewat mimbar-mimbar agama dan ketuhanan di televisi, melalui
radio, surat kabar dan sebagainya.
Kualitas pendidikan di Indonesia semakin memburuk. Hal
ini terbukti dari kualitas guru, sarana belajar, dan murid-muridnya.
Penyebab rendahnya kualitas pendidikan di Indonesia adalah sebagai berikut:
1. Efektifitas
Pendidikan Di Indonesia
2. Efisiensi
Pengajaran Di Indonesia
3. Standardisasi
Pendidikan Di Indonesia
Untuk mengatasi masalah-masalah di atas, secara garis
besar ada dua solusi yang dapat diberikan yaitu:
Pertama, solusi sistemik, yakni solusi dengan mengubah
sistem-sistem sosial yang berkaitan dengan sistem pendidikan.
Kedua, solusi teknis, yakni solusi yang menyangkut
hal-hal teknis yang berkait langsung dengan pendidikan.
Sistem pendidikan di Indonesia saat ini sangat
didasarkan pada kurikulum yang baru hanya untuk menguji cobakan formula
pendidikan yng baru.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar