Selasa, 17 Desember 2019

Makalah Model Pembelajaran Cooperative Learning Tipe GI (Group Investigation)


Makalah Model Pembelajaran Cooperative Learning Tipe GI (Group Investigation) lengkap 
MODEL PEMBELAJARAN COOPERATIVE LEARNING TIPE GI (GROUP INVESTIGATION)

Disusun dan diajukan untuk memenuhi tugas mata kuliah Model Pembelajaran Inovatif

Disusun Oleh :
Kelompok
1.    Shahmalia                                 (170141235)
2.    Yesi Okta Apriyanti                 (170141287)
3.    Lola Anjas Fani                        (170141259)



PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR    SEKOLAH TINGGI KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN MUHAMMADIYAH BANGKA BELITUNG
2019

KATA PENGANTAR


Dengan mengucapkan puji syukur atas kehadirat Allah SWT, yang telah memberikan petunjuk dan hidayah-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas makalah berjudul “Model Pembelajaran Cooperative Learning Tipe GI”. Adapun tujuan dari penulisan makalah ini, yaitu untuk memenuhi salah satu tugas dari mata kuliah Model Pembelajaran Inovatif.
Penulis menyadari dalam penyusunan makalah ini tidak lepas dari kekurangan-kekurangan, untuk itu penulis mengharapkan saran/kritikan yang bersifat membangun dari semua pihak demi perbaikan makalah ini ke depannya.  Dan tidak lupa juga penulis mengucapkan rasa terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu dan membimbing penulis, yaitu:
1.      Bapak Dr. selaku Ketua Sekolah Tinggi Keguruan  dan Ilmu Pendidikan Muhammadiyah Bangka Belitung.
2.      Bapak , M.Pd. Dosen Pengampu Mata Kuliah Model Pembelajaran Inovatif.
3.      Teman-teman yang senantiasa memotivasi penulis.

            Akhir kata penulis mengharapkan semoga makalah ini dapat bermanfaat dan menambah pengetahuan bagi semua pihak. Amin.

Pangkalanbaru, 20 November 2019


Penulis




DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL........................................................................................ i
KATA PENGANTAR...................................................................................... ii
DAFTAR ISI..................................................................................................... iii
BAB I PENDAHULUAN................................................................................... 1
      A.    Latar Belakang.......................................................................................... 1
      B.     Rumusan Masalah..................................................................................... 2
     C.     Tujuan Makalah......................................................................................... 2
BAB II PEMBAHASAN
     A.    Model Pembelajaran Cooperative Learning Tipe GI............................... 3
     B.     Karakteristik Model CL Tipe GI.............................................................. 4
     C.     Langkah-langkah Model CL Tipe GI....................................................... 6
     D.    Kelebihan dan Kekurangan Model CL Tipe GI....................................... 7
     E.     Implementasi Model CL Tipe GI............................................................. 8
BAB III PENUTUP
     A.    Kesimpulan............................................................................................. 10
     B.     Saran....................................................................................................... 10
DAFTAR PUSTAKA....................................................................................... 11

BAB I
PENDAHULUAN
A.  Latar Belakang
            Pendidikan merupakan sebuah proses kegiatan yang disengaja atas input siswa untuk menimbulkan suatu hasil yang dinginkaan sesuai tujuan yang ditetapkan. Sebagai sebuah proses sengaja maka pendidikan harus dievaluasi hasilnya untuk melihat apakah hasil yang dicapai telah sesuai dengan tujuan yang  diinginkan dan apakah proses yang dilakukan efektif untuk mencapai hasil yang diinginkan. Pendidikan mencakup sebuah rentang kawasan yang terdiri atas beberapa komponen yang bekerja dalam sebuah sistem. Pendidikan melibatkan siswa, guru, metode, tujuan, kurikulum, media, sarana, kepala sekolah dan sebagainya.
            Pendidikan berasal dari bahasa Yunani “pedagogie” yang terbentuk dari kata “pais” yang berarti anak dan “again” yang berarti membimbing. Dari arti kata itu maka dapat didefinisikan secara leksikal bahwa pendidikan adalah bimbingan/pertolongan yang diberikan paada anak oleh orang dewasa secara sengaja agar anak menjadi dewasa. Kedewasaan anak ditentukan oleh kebudayaan. Anak lahir dalam keadaan tidak berdaya dan orang dewasa yang membekalinya agar mampu mempertahankan kelangsungan hidup dan mengembangkan diri. Dalam pengertian ini maka pendidikan adalah sarana pewarisan keterampilan hidup sehingga keterampilan yang telah ada pada satu generasi dapat dilestarikan dan dikembangkan oleh generasi selanjutnya sesuai dengan dinamika tantangan hidup yang dihadapi oleh anak.
            Pendidikan adalah usaha manusia untuk membina kepribadiannya  sesuai dengan nilai-nilai dalam masyarakat dan kebudayaan (Tim Dosen FIP IKIP Malang, 1980:1). Bila anak berperilaku sesuai dengan tuntutan kultur masyarakatnya maka dia dikatakan sebagai manusia terdidik. Dalam perkembangannya pendidikan tidak lagi bersifat natural-instinktif. Prosesnya dapat dimanipulasikan untuk mengoptimalkan hasil belajar. Usaha-usaha itu mendorong berkembangnya pendidikan sebagai ilmu yang sistematis.
            Belajar adalah proses perubahan perilaku untuk memperoleh pengetahuan, kemampuan, dan sesuatu hal baru serta diarahkan pada suatu tujuan. Belajar juga merupakan proses berbuat melalui berbagai pengalaman dengan melihat, mengamati, dan memahami sesuatu yang dipelajari.          
Menurut UUSPN No. 20 Tahun 2003, Pembelajaran adalah proses interaksi peserta didik dengan pendidik dan sumber belajar pada suatu lingkungan belajar. Pembelajaran sebagai proses belajar yang dibangun oleh guru untuk mengembangkan kreatifitas berpikir siswa, serta dapat meningkatkan kemampuan mengkonstruksi pengetahuan baru sebagai upaya meningkatkan penguasaan yang baik terhadap materi pembelajaran.
B.  Rumusan Masalah
Dari latar belakang di atas pemakalah dapat merumuskan masalah berikut:
a.    Bagaimanakah model pembelajaran cooperative learning tipe GI ?
b.    Apa saja Karakteristik Model Pembelajaran Cooperative Learning Tipe GI?
c.    Apa saja langkah langkah Model Pembelajaran Cooperative Learning Tipe GI ?
d.    Apa saja kelebihan kekurangan model cooperative learning tipe GI?
e.    Bagaimana Implementasi Model Pembelajaran Cooperative Learning Tipe GI?

C.  Tujuan Makalah
Dari rumusan masalah di atas, makalah ini bertujuan sebagai berikut:
a.    Untuk mengetahui model pembelajaran cooperative learning tipe GI
b.    Untuk mengetahui Karakteristik Model Pembelajaran Cooperative Learning Tipe GI
c.    Untuk mengetahui langkah langkah Model Pembelajaran Cooperative Learning Tipe GI
d.    Untuk mengetahui kelebihan kekurangan model cooperative learning tipe GI
e.    Untuk mengetahui Bagaimana Implementasi Model Pembelajaran Cooperative Learning Tipe GI


BAB II
PEMBAHASAN
A.  Model Pembelajaran Cooperative Learning Tipe GI

Sugiyanto (2010) mengemukakan Dasar-dasar model GI dirancang oleh Herbert Thelen, selanjutnya diperluas dan diperbaiki oleh Sharn dan kawan-kawan dari universitas Tel Aviv. Model GI sering dipandang sebagai model yang paling kompleks dan paling sulit untuk dilaksanakan dalam pembelajaran kooperatif. Dibandingkan dengan model STAD dan jigsaw, model GI melibatkan siswa sejak perencanaan, baik dalam menentukan topik maupun cara untuk mempelajarinya melalui investigasi. Model inimenuntut siswa untuk kemampuan yang baik dalam berkomunikasi maupun keterampilan proses memiliki kelompok (group process skills). Para guru yang menggunakan model GI umumnya membagi kelas menjadi beberapa kelompok yang beranggotakan 4 hingga 5 siswa dengan karakteristik yang heterogen. Pembagian kelompok dapat juga didasarkan atas kesenangan berteman atau kesamaan minat terhadap suatu topik tertentu. Para siswa memilih topik yang ingin dipelajari mengikuti investigasi mendalam terhadap berbagai subtopik yang telah dipilih, kemudian menyiapkan dan menyajikan suatu laporan di depan kelas secara keseluruhan.
Rusman(2016) mengemukakan pengembangan belajar kooperatif GI didasarkan atas suatu prenis bahwa proses belajar di sekolah menyangkut kawasan dalam domain sosial dan intelektual, dan proses yang terjadi merupakan penggabungan nilai-nilai kedua domain tersebut (Slavina, 1995a). Oleh karena itu, GI tidak dapat diimplementasikan ke dalam lingkungan pendidikan yang tidak bisa mendukung terjadinya dialog interpersonal (atau tidak mengacu kepada dimensi sosial-afektif pembelajaran).
Group Investigation merupakan suatu model pembelajaran yang lebih menekankan pada pilihan dan kontrol siswa dari pada menerapkan teknik-teknik pengajaran di ruang keelas. Selain itu juga memadukan prinsip belajar demokratis di mana siswa terlibat secara aktif dalam kegiatan pembelajaran, baik dari tahap awal sampai akhir pembelajaran termasuk di dalamnya siswa mempunyai kebiasaan untuk memilih materi yang akan dipelajari sesuai dengan topik yang sedang dibahas, (Aris Shoimin, 2014).
Group Investigation merupakan salah satu model kompleks dalam pembelajaran kelompok yang mengharuskan siswa untuk menggunakan skill berpikir level tinggi. Pada prinsipnya, group investigation sudah banyak diadopsi oleh berbagai bidang pengetahuan, baik humaniora maupun saintifik. Akan tetapi, dalam kompleks pembelajaran kooperatif, group investigation tetap menekankan pada heterogenitas dan kerja sama antar siswa, ( Miftahul Huda, 2016).
B.  Karakteristik Model Pembelajaran Cooperative Learning Tipe GI

Selama belajar melalui kelompok penyelidik siswa tetap berada dalam kelompoknya untuk beberapa kali pertemuan. Mereka diajarkan keterampilan-keterampilan khusus agar dapat bekerja sama dengan baik di dalam kelompoknya, seperti menjadi pendengar yang aktif, memberi penjelasan kepada teman kelompok dengan baik, berdiskusi, dan sebagainya. Salah satu penunjang agar pembelajaran kelompok penyelidik dapat terlaksana dengan baik adalah siswa diberikan lembar kegiatan yang berisi pertanyaan atau tugas yang direncanakan untuk diajarkan. Selain itu, unsur-unsur dasar dalam pembelajaran kelompok penyelidik perlu ditanamkan kepada siswa. Menurut Ibrahim, dkk. dalam Rahman (2007: 22) unsur-unsur dasar dalam pembelajaran kelompok penyelidik adalah sebagai berikut:
1.     Siswa dalam kelompoknya haruslah beranggapan bahwa mereka “sehidup sepenanggungan”.
2.   Setiap siswa memiliki tanggung jawab terhadap siswa lainnya dalam kelompoknya, disamping tanggung jawab terhadap diri mereka sendiri dalam mempelajari materi yang dihadapi.
3.     Siswa haruslah berpandangan bahwa semua anggota di dalam kelompoknya memiliki tujuan yang sama.
4.     Siswa haruslah membagi tugas dan tanggung jawab yang sama diantara anggota kelompoknya.
5.    Setiap siswa akan diberikan evaluasi atau penghargaan yang akan berpengaruh terhadap evaluasi seluruh anggota kelompok.
6.   Siswa berbagi kepemimpinan dan mereka membutuhkan keterampilan untuk belajar bersama selama proses belajarnya.
7.    Siswa akan diminta mempertanggungjawabkan secara individual materi yang ditangani di dalam kelompoknya.
Berdasarkan uraian di atas, dapat dikemukakan bahwa ciri-ciri atau karakteristik dari pembelajaran kelompok penyelidik adalah sebagai berikut:
1.     Kelompok dibentuk dari siswa yang memiliki kemampuan tinggi, sedang, dan rendah.
2.    Jika memungkinkan, setiap anggota kelompok berasal dari ras, budaya, suku, jenis kelamin yang berbeda.
3.     Siswa belajar dalam kelompok secara kooperatif untuk menuntaskan materi belajarnya.
4.     Penghargaan lebih dominan berorientasi kelompok daripada individual.
Berdasarkan ciri-ciri dari pembelajaran kelompok penyelidik di atas, dapat dikemukakan bahwa dengan pembelajaran kelompok penyelidik memberikan kesempatan siswa dengan berbagai latar belakang kemampuan dan kondisi sosial untuk bekerja sama, saling bergantung dan belajar saling menghargai satu dengan lainnya. Dalam penelitian ini, heterogenitas kelompok lebih difokuskan pada kemampuan akademis (prestasi matematika yang telah diperoleh siswa).
Selama kerja kelompok, tugas anggota kelompok adalah mencapai ketuntasan materi yang disajikan guru, dan setiap anggota kelompok harus saling membantu untuk mencapai ketuntasan materi tersebut. Belajar belum selesai jika masih ada anggota dalam kelompok belum menguasai materi pelajaran. Apabila ada siswa memiliki pertanyaan, teman satu kelompoknya diminta untuk  menjelaskan, sebelum menanyakan jawabannya kepada guru. Dengan demikian, pembelajaran kelompok penyelidik dapat membuat siswa secara aktif menverbalisasi gagasan-gagasan dan dapat mendorong munculnya refleksi yang mengarah pada pembentukan konsep. Selain itu, siswa juga dapat memiliki keterampilan-keterampilan untuk bekerjasama yang sangat dibutuhkan dalam kehidupan bermasyarakat.

C.  Langkah-langkah Model Pembelajaran Cooperative Learning Tipe GI

Aris Shoimin (2014: 80-81) mengemukakan langkah-langkah GI sebagai berikut:
1.    Guru membagi kelas menjadi beberapa kelompok yang heterogen
2.    Guru menjelaskan maksud pembelajaran dan tugas kelompok yang harus dikerjakan.
3.    Guru mengundang ketua-ketua kelompok untuk mengambil materi tugas secara kooperatif dalam kelompoknya.
4.    Masing-masing kelompok membahas materi tugas secara kooperatif dalam kelompoknya.
5.    Setelah selesai, masing-masing kelompok yang diwakili oleh ketua kelompok atau salah satu anggotanya menyampaikan hasil pembahasan.
6.    Kelompok lain dapat memberikan tanggapan terhadap hasil pembahasan.
7.    Guru memberikan penjelasan singkat (klasifikasi) bila terjadi kesalahan konsep dan memberikan kesimpulan.
8.    Evaluasi.
Miftahul Huda (2016: 293-294) mengemukakan langkah-langkah GI sebagai berikut:
Tahap 1 : Seleksi Topik
Para siswa memilih berbagai subtopik dari sebuah bidang masalah umum yang biasanya digambarkan terlebih dahulu oleh guru. Mereka selanjutnya diorganisasikan ke dalam kelompok-kelompok yang berorientasi pada tugas yang beranggotakan 2 hingga 6 orang. Komposisi kelompok seharusnya heterogen, baik dari sisi jenis kelamin, etnik, maupun kemampuan akademik.
Tahap 2 : Perencanaan Kerja Sama
Para siswa dan guru merencanakan berbagai prosedur elajar khusus, tugas, dan tujuan umum yang konsisten dengan berbagai topik dan subtopik yang telah dipilih pada langkah sebelumnya.
Tahap 3 : Implementasi
Para siswa melaksanakan rencana yang telah dirumuskan pada langkah sebelumnya. Pembelajaran harus melibatkan berbagai aktivitas dan keterampilan dengan variasi luas. Pada tahap ini, guru harus mendorong para siswa untuk melakukan penelitian dengan memanfaatkan berbagai sumber, baik yang terdapat di dalam maupun di luar sekolah. Guru secara terus menerus mengikuti kemajuan tiap kelompok dan memberikan bantuan jika diperlukan.
Tahap 4 : Analisi dan Sintesis
Para siswa menganalisi dan membuat sintesis atas berbagai informasi yang diperoleh pada langkah sebelumnya, lalu berusaha meringkasnya menjadi suatu penyajian yang menarik di depan kelas.
Tahap 5 : Penyajian Hasil Akhir
Semua kelompok menyajikan presentasinya atas topik-topik yang telah dipelajari agar semua siswa dalam kelas saling terlibat dan mencapai suatu perspektif yang luas mengenai topik tertentu. Presentasi kelompok dikoordinir oleh guru.
Tahap 6 : Evaluasi
Para siswa dan guru melakukan evaluasi mengenai kontribusi tiap kelompok terhadap pekerjaan kelas sebagai suatu keseluruhan. Evaluasi dapat dilakukan pada setiap siswa secara individual maupun kelompok, atau keduanya.
D.  Kelebihan dan Kekurangan Model Pembelajaran Cooperative Learning Tipe GI

Aris Shoimin (2014: 81-82) Kelebihan model cooperative learning tipe GI adalah:
1.    Secara pribadi
a)    Dalam proses belajarnya dapat bekerja secara bebas.
b)   Memberi semangat untuk berinisiatif, kreatif dan aktif.
c)    Rasa percaya diri dapat lebih meningkat.
d)   Dapat belajar untuk memecahkan dan menangani suatu masalah.
e)    Mengembangkan antusiasisme dan rasa pada fisik.
2.    Secara sosial
a)    Meningkatkan belajar bekerja sama.
b)   Belajar berkomunikasi baik dengan teman sendiri maupun guru.
c)    Belajar berkomunikasi yang baiksecara sistematis.
d)   Belajar menghargai pendapat orang lain.
e)    Meningkatkan [artisipasi dalam memuat suatu keputusan.
3.    Secara Akademis
a)    Siswa terlatih untuk mempertanggungjawabkan jawaban yang telah diberikan.
b)   Bekerja secara sistematis.
c)    Mengembangkan dan melatih keterampilan fisik dalam berbagai bidang.
d)   Merencanakan dan mengorganisasikan pekerjaannya.
e)    Mengecek kebenaran jawaban yang mereka buat.
f)    Selalu berpikir tentang cara atau straegi yang digunakan sehingga didapat suatu kesimpulan yang berlaku umum.
Setiawan dalam Aris Shoimin (2014:82) Kekurangan model cooperative learning tipe GI adalah:
1.    Sedikitnya materi yang disampaikan pada satu kali pertemuan.
2.    Sulitnya memberikan penilaian secara personal.
3.    Tidak semua topik cocok dengan model GI. Model ini cocok untuk diterapkan pada suatu topik yang meuntut siswa untuk memehami suatu bahasan dari pengalaman yang dialami sendiri.
4.    Diskusi kelompok biasanya berjalan kurang efektif.
5.    Siswa yang tidak tuntas memahami materi prasyarat akan mengalami kesulitan saat menggunakan model ini.
E.  Implementasi  Model Pembelajaran Cooperative Learning Tipe GI

Dengan memperhatikan langkah-langkah pada tipe investigasi kelompok maka penerapan model pembelajaran kooperatif tipe  Groub Investigasi kelompok adalah sebagai berikut:
1.    Kegiatan awal
a.    Guru menyampaikan tujuan pembelajaran
b.     Guru memotifasi siswa dengan memberikan contoh pentingnya penguasaan materi yang akan dipelajari yang berkaitan dengan masalah sehari-hari
c.    Guru bersama siswa mengingat kembali materi yang telah dipelajari sebelumnya yang mendukung materi yang akan dipelajari (apersepsi)
d.    Guru menyampaikan informais tentang cara pembelajaran yang akan dilaksanakan
2.    Kegiatan inti
a.    Guru menyampaikan informais kepada siswa dan menentukan topic permasalahan (merumuskan topic permasalahan).
b.    Guru mengkondisikan siswa kedalam kelompok-kelompok belajar dan mengingatkan siswa untuk dapat bekerja sama dalam kelompok
c.    Guru memberikan lembar kerja siswa (LKS) kepada setiap anggota kelompok
d.    Dari LKS yang telah diberikan, guru menghadapkan siswa pada situasi yang dapat menyelesaikan masalah dan merencanakan penyelesaian masalah (merencanakan tugas)
e.    Siswa menyusun investigasi/ penyelidikan dari hasil analisis yang dilakukannya (melakukan investigasi)
f.      Guru memeriksa investigasi yang telah ditemukan oleh siswa
g.    Siswa membuat kesimpulan kelompok dalam bentuk laporan akhir kelompok dari hasil investigasi dan diskusi dalam mengerjakan LKS (menyiapakan laporan akhir kelompok )
h.    Tiap kelompok siswa mempresentasikan hasil penemuan investigasi dan diskusinya. Siswa diminta memberikan pendapat atau komentar tentang temuannya (mempresentasikan laporan akhir). Guru mengkonfirmasi jawaban yang diberikan dan menegaskan jawaban yang benar serta memberikan penghargaan. Guru memberikan pengharagaan kepada kelompok
3.     Kegiatan akhir
a.    Guru mengulas secara singkat mengenai materi dan kegiatan yang telah dilaksanakan
b.    Guru menyimpulkan hasil penyelidikan yang telah dipresentasikan
c.    Guru memberikan pekerjaan rumah. (Trianto, 2007: 29).

BAB III
PENUTUP
A.  Kesimpulan
Group Investigation merupakan suatu model pembelajaran yang lebih menekankan pada pilihan dan kontrol siswa dari pada menerapkan teknik-teknik pengajaran di ruang keelas. Adapun langkah-langkah yang harus dilakukan oleh guru dalam model GI ini sudah dijelaskan secara sistematis. Kekurangan dan kelebihannya pun dicantumkan dalam makalah dengan jelas.
B.  Saran
Dalam menyusun makalah ini, penulis menyadari bahwa dalam pembahasan masih terdapat kekurangan baik dari substansi materi maupun contoh dari setiap metri yang dibahas. Penulis menyarankan kepada guru maupun calon guru untuk menerapkan model yang sesuai dengan materi yang akan disampaikan, dan sesuai dengan keadaan siswa
Dengan berbagai kekurangan yang penulis miliki, penulis juga menghibau kepada pembaca agar juga tetap berusaha mencari referensi lain baik dari makalah lain, buku, maupun dari internet tentang materi atau hal yang berkaitan dengan model dan pendekatan pembelajaran yang baik dalam proses pembelajaran.

DAFTAR PUSTAKA
Huda, Miftahul (2016), Model-model Pengajaran dan Pembelajaran: Isu-isu Metodis dan Paradigmatis. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Rusman (2016), Model-model Pembelajaran: Mengembangkan Profesionalisme Guru. Jakarta: Rajawali Pers.
Shoimin, Aris (2014), 63 Model Pembelajaran Inovatif dalam Kurikulum 2013.    Yogyakarta: Ar-Ruzz Media.
Sugiyanto (2010). Model-model Pembelajaran Inovatif. Surakarta: Yuma Pustaka
Trianto. (2007), Model- model pembelajaran inovatif berorientasi konstruktivistik. Jakarta : Prestasi Pustaka

Senin, 16 Desember 2019

Materi 10 PPD Perkembangan Masa Dewasa Awal dan Madya


PERKEMBANGAN MASA DEWASA AWAL DAN MADYA

A. Pengertian Dewasa Awal - Masa dewasa awal dimulai pada umur 18 tahun sampai kira-kira umur 40 tahun. Saat perubahan-perubahan fisik dan psikologis yang menyertai berkurangnya kemampuan reproduktif (Hurlock, 1996).

Definisi Masa dewasa awal merupakan periode penyesuaian diri terhadap pola-pola kehidupan yang baru dan harapan-harapan sosial baru. Orang dewasa awal diharapkan memaikan peran baru, seperti suami/istri, orang tua, dan pencari nafkah, keinginan-keingan baru, mengembangkan sikap-sikap baru, dan nilai-nilai baru sesuai tugas baru ini (Hurlock, 1996).

Ciri – ciri masa dewasa awal

Hurlock (1996), menguraikan secara ringkas ciri-ciri dewasa yang menonjol dalam masa – masa dewasa awal sebagi berikut :
  1. Masa dewasa dini sebagai masa pengaturan
    Masa dewasa awal merupakan masa pengaturan. Pada masa ini individu menerima  tanggung jawab sebagai orang dewasa. Yang berarti seorang pria mulai membentuk bidang pekerjaan yang akan ditangani sebagai kariernya, dan wanita diharapkan mulai menerima tanggungjawab sebagai ibu dan pengurus rumah tangga.
  2. Masa dewasa dini sebagai usia repoduktif
    Orang tua merupakan salah satu peran yang paling penting dalam hidup orang dewasa. Orang yang kawin berperan sebagai orang tua pada waktu saat ia berusia duapuluhan atau pada awal tigapuluhan.
  3. Masa dewasa dini sebagai masa bermasalah
    Dalam tahun-tahun awal masa dewasa banyak masalah baru yang harus dihadapi seseorang. Masalah-masalah baru ini dari segi utamanya berbeda dengan dari masalah-masalah yang sudah dialami  sebelumnya. 
  4. Masa dewasa dini sebagai masa ketegangan emosional
    Pada usia ini kebanyakan individu sudah mampu memecahkan masalah – masalah yang mereka hadapi secara baik sehingga menjadi stabil dan lebih tenang.
  5. Masa dewasa dini sebagai masa keterasingan sosial
    Keterasingan diintensifkan dengan adanya semangat bersaing dan hasrat kuat untuk maju dalam karir, sehingga keramahtamahan masa remaja diganti dengan persaingan dalam masyarakat dewasa.
  6. Masa dewasa dini sebagai masa komitmen
    Setelah menjadi orang dewasa, individu akan mengalami perubahan, dimana mereka akan memiliki tanggung jawab sendiri dan memiliki komitmen-komitmen sendiri.
  7. Masa dewasa dini sering merupakan masa ketergantungan
    Meskipun telah mencapai status dewasa, banyak individu yang masih tergantung pada orang-orang tertentu dalam jangka waktu yang berbeda-beda. Ketergantungan ini mungkin pada orang tua yang membiayai pendidikan.
  8. Masa dewasa dini sebagai masa perubahan nilai
    Perubahan karena adanya pengalaman dan hubungan sosial yang lebih luas dan nilai-nilai itu dapat dilihat dri kacamata orang dewasa. Perubahan nilai ini disebabka karena beberapa alasan yaitu individu ingin diterima olh anggota kelompok orang dewasa, individu menyadari bahwa kebanyakan kelompok sosial berpedoman pada nilai-nilai konvensional dalam hal keyakinan dan perilaku.
  9. Masa dewasa dini masa penyesuaian diri dengan cara hidup baru.
    Masa ini individu banyak mengalami perubahan dimana gaya hidup baru paling menonjol dibidang perkawinan dan peran orangtua.
  10. Masa dewasa dini sebagai masa kreatif
    Orang yang dewasa tidak terikat lagi oleh ketentuan dan aturan orangtua maupun guru-gurunya sehingga terlebas dari belenggu ini dan bebas untuk berbuat apa yang mereka inginkan. Bentuk kreatifitas ini tergantung dengan minat dan kemampuan individual.

B. Batasan Masa Dewasa Awal

Pada penelitian menyebutkan bahwa salah satu tugas perkembangan pada masa dewasa awal (18 – 40 tahun) adalah mencari pasangan hidup (Havighurst dalam Monks, 2001: 290), yang selanjutnya akan diteruskan pada proses membentuk dan membina keluarga. Pada akhir usia 20 tahun pemilihan  struktur hidup menjadi semakin penting. Pada usia natara 28-33 tahun pilihan struktur kehidupan ini menjadi lebih tetap dan stabil. Dalam fase kemantapan (33 – 40 tahun) orang dengan kematangannya mampu menemukan tempatnya dalam masyarakat dan berusaha untuk memajukan karier sebaik-baiknya. Pekerjaan dan kehidupan keluarga membentuk struktur peran yang memunculkan aspek-aspek kepribadian yang diperlukan dalam aspek tersebut (Levinson dalam Monks, 2001: 296 ). Lebih lengkapnya lagi mengenai batasan masa dewasa awal akan diuraikan pada bagian ini.

Secara hukum seseorang dikatakan dewasa bila ia sudah menginjak usia 21 tahun (meski belum menikah) atau sudah menikah (meskipun belum berusia 21 tahun). Di Indonesia batas kedewasaan adalah 21 tahun juga. Hal ini berarti bahwa pada usia itu seseorang sudah dianggap dewasa dan selanjutnya dianggap sudah mempunyai tanggung jawab terhadap perbuatan-perbuatannya ( Monks, 2001: 291). Dikatakan oleh Hurlock (1990) bahwa seseorang dikatakan dewasa bila telah memiliki kekuatan tubuh secara maksimal, siap berproduksi, dan telah dapat diharapkan memiliki kesiapan kognitif, afektif, dan psikomotor, serta dapat diharapkan memainkan peranannya bersama dengan individu-individu lain dalam masyarakat.

Setiap kebudayaan dapat membuat perbedaan usia seseorang dapat dikatakan dewasa secara resmi, yang pada umumnya didasarkan pada perubahan-perubahan fisik dan psikologik tertentu. Dalam hal ini Hurlock (1990: 246), membagi masa dewasa menjadi tiga periode, yaitu:
  •  Masa Dewasa Awal (18 – 40 tahun)
    Pada masa ini perubahan-perubahan yang nampak antara lain perubahan dalam hal penampilan, fungsi-fungsi tubuh, minat, sikap, serta tingkah laku sosial
  • Masa Dewasa Madya (40 – 60 tahun)
    Pada masa ini kemampuan fisik dan psikologis seseorang terlihat mulai menurun. Usia dewasa madya merupakan usia transisi dari Adulthood ke masa tua. Transisi itu terjadi baik pada fungsi fisik maupun psikisnya.
  • Masa Dewasa Akhir (60 – Meninggal)
    Pada masa dewasa lanjut, kemampuan fisik maupun psikologis mengalami penurunan yang sangat cepat, sehingga seringkali individu tergantung pada orang lain. Timbul rasa tidak aman karena faktor ekonomi yang menimbulkan perubahan pada pola hidupnya.

    Masa Dewasa Awal
             
    C. Tugas Perkembangan Masa Dewasa Awal
    Havighurst (Dalam Mappiare, 1983: 252) menyebutkan bahwa tugas-tugas perkembangan pada masa dewasa awal adalah sebagai berikut:
    1. Memilih teman bergaul (sebagai calon suami atau istri)
      Pada umumnya, pada masa dewasa awal ini individu sudah mulai berpikir dan memilih pasangan yang cocok dengan dirinya, yang dapat mengerti pikiran dan perasaannya, untuk kemudian dilanjutkan dengan pernikahan (menjadi pasangan hidupnya)
    2. Belajar hidup bersama dengan suami istri
      Masing-masing individu mulai menyesuaikan baik pendapat, keinginan, dan minat dengan pasangan hidupnya. Mulai hidup dalam keluarga atau hidup berkeluarga
    3. Mulai hidup dalam keluarga atau hidup berkeluarga
      Dalam hal ini masing-masing individu sudah mulai mengabaikan keinginan atau hak-hak pribadi, yang menjadi kebutuhan atau kepentingan yang utama adalah keluarga
    4. Dituntut adanya kesamaan cara serta faham
      Hal ini dilakukan agar anak tidak merasa bingung harus mengikuti cara ayah atau ibunya. Maka dalam hal ini pasangan suami istri harus menentukan bagaimana cara pola asuh dalam mendidik anak-anaknya.
    5. Mengelola rumah tangga
      Dalam mengelola rumah tangga harus ada keterusterangan antara suami istri, hal ini untuk menghindari percekcokan dan konflik dalam rumah tangga.
    6. Mulai bekerja dalam suatu jabatan
      Seseorang yang sudah memasuki masa dewasa awal dituntut untuk dapat memenuhi kebutuhannya sendiri, yaitu dengan jalan bekerja. Dalam pekerjaannya tersebut, individu dituntut untuk dapat menyesuaikan diri dengan lingkungannya.
    7. Mulai bertanggung jawab sebagai warga Negara secara layak
      Seseorang yang dikatakan dewasa sudah berhak untuk menentukan cara hidupnya sendiri, termasuk dalam hal ini hak dan kewajibannya sebagai warga dari suatu Negara.
    8. Memperoleh kelompok sosial yang seriama dengan nilai-nilai atau fahamnya.
      Setiap individu mempunyainilai-nilai dan faham yang berbeda satu sama lain. Pada masa ini seorang individuakan mulai mencari orang-orang atau kelompok yang mempunyai faham yang sama atau serupa dengan dirinya.
    Penelitian secara spesifik memilih wanita bekerja dengan batasan usia 30 tahun ke atas sebagai subyek penelitian karena pada usia tersebut terdapat peningkatan tekanan untuk menikah dan menetap (Santrock, 2004: 123). Usia 30 tahun merupakan masa dimana banyak orang dewasa yang masih lajang membuat keputusan setelah  melalui pertimbangan yang matang untuk menikah  atau tetap melajang (Santrock,2004: 123). Jika seorang wanita ingin mengalami fase menjadi seorang ibu dan mengasuh anak dia akan merasa mulai dikejar waktu ketika mencapai usia 30 tahun. Seperti yang kita ketahui, secara medis kehamilan pada wanita berusia diatas 30 tahun mempunyai banyak sekali resiko. Dan semakin lanjut usia seorang wanita pada waktu hamil semakin meningkat probabilitas terjadinya “bahaya” pada sang jabang bayi nantinya.

    Santrock (2004) dalam bukunya mengutip komentar seseorang laki-laki berusia 30 tahun. Dia mengatakan, “Hal ini adalah kenyataan. Kita memang seharusnya sudah menikah ketika mencapai usia 30, ini merupakan standart di masyarakat. Hal ini merupakan bagian dari hidup, dimana kita harus melakukan apa yang harus kita lakukan menurut standart umum (dalam bahasa ilmiah kita menyebutnya sebagai tugas perkembangan). Kita mulai mempunyai karier dan mempertanyakan siap sebenarnya diri kita pada waktu kita berusia dua puluhan. Pada usia tiga puluhan, seorang individu harus melanjutkannya dengan tugas lain. Agar tetap dianggap berada di jalur, pada usia ini kita harus mulai membuat rencana masa depan, mapan secara financial, dan mulai membentuk keluarga. Tetapi dalam jangka waktu 30 tahun ke depan selanjutnya, menikah menjadi kurang penting dibandingkan membeli rumah atau property lain (Santrock, 2004: 122).

    Bagi seorang perempuan yang belum menikah, usia 30an adalah usia kritis dan banyak pilihan seperti di persimpangan jalam. Bila diamati stress lebih sering dialami seorang wanita ketika menginjak usia ini. Sebagian perempuan, malah semakin berkurang keinginannya menikah ketika melewati batas usia 30an, karena mereka semakin pesimis menggapai keinginan mereka yang satu ini. Meski demikian mereka, apalagi perempuan metropolis, masih memiliki keinginan-keinginan yang akhirnya membawa mereka mencari kesibukan lain dalam mengisi masa kesendiriannya (Amanah, Edisi Agustus 2002: 12).

         D.    Ciri Khas Perkembangan Dewasa Madya
        1) Dewasa Madya
    a.       Masa yang ditakuti ( a dreaded period)
    Adanya perubahan yang menuju kemunduran (the change of life) maka merasa terancam sehingga menimbulkan rasa takut, merasa tersingkir dan terabaikan,kesehatan dan kariernya merasa terancam juga, bahkan merasa tidak menarik lagi, maka sementara orang berusaha menutupi kekuranganya.
    b.      Masa transisi yaitu a time of transition
    Transisi mengalami kemunduran untuk pria: ada perubahan dalam kejantanan/varirility,bagi wanita mengalami berkurang/hilangnya kesuburan/fertility. Dengan kemunduran itu timbul usaha mempertahankan pertumbuhan sebelumnya.
    c.       Masa penyusuaian kembali atau a time of adjustment
    Perubahan fisik dan psikis menyebabkan adanya perombakan apa yang telah dimiliki yaitu pola perilaku yang layak selama masa dewasa dini. Perilaku akan seirama dengan datangnya perubahan-perubahan selanjutnya. Penyesuaian kembali terhadap kondisi yang berubah.
    d.      Masa keseimbangan dan tak keseimbangan, a time equilibrium and disequilibrium
    Keseimbangan dialami oleh mereka yang berusia setengah umur namun masih mengalami kegoncangan dalam penyesuaian diri. Jadi mereka mengalami equilibrium maupun disequibrium didalam dirinya atau internal, maupun dalam hubungannya dengan orang sekitarnya (suami-istri).
    Menjelang akhir usia dewasa madya, individu mengalami belajar berbagai penyesuaian dirisehingga akhirnya dapat menerima keadaan yang berubah itu. Istilah yang disebut ‘betah di rumah’, artinya mereka sudah dapat menerima keadaannya dengan mengisi secara leluasa waktu luang yang dihadapi, mereka merasa bahagia. Namun antara suami istri yang tak seirama dalam kehidupan rumah tangga, sering terjadi ketidakbahgiaan dalam perkawinan.
         E.     Tugas Perkembangan
         1.      Dewasa Dini
              Arti tugas-tugas perkembangan bagi orang dewasa awal mengandung harapan atau tuntuntan dari sosio kultur yang hidup pada lingkungan sekitar terhadap tingkat perkembangan yang telah dicapainya. Hal ini ditunjukkan dengan pola-pola tingkah laku wajar seperti yang berlaku pada kebudayaan sekitarnya. Adapun tugas-tugas perkembangan orang dewasa yang merupakan perwujudan harapan-harapan atau tuntutan-tuntutan sosiokultur dikemukakan garis-garis besarnya dalam bagian ini, yaitu :
          a)      Memilih pasangan hidup.
          b)      Belajar hidup bersama sebagai pasangan suami-istri.
          c)      Mulai hidup dalam satu keluarga; pasangan dan anak.
          d)     Belajar mengasuh anak.
          e)      Mengelola rumah tangga.
          f)       Mulai bekerja atau membangun karir.
          g)      Mulai bertanggung jawab sebagai warga negara.
          h)      Bergabung dengan suatu aktivitas atau perkumpulan sosial.
             Satu hal yang perlu diperhatikan adalah pada penguasaan secara baik tugas-tugas perkembangan pada dewasa wasl ini akan menjadi rangkaian yang tidak terpisahkan dengan penguasaan tugas perkembangan masa dewasa tengah atau madya.
          2.      Dewas Madya
            Pada masa dewasa madya, tugas perkembangan berkaitan dengan penyesuaian diri individu terhadap dirinya sendiri, kehidupan keluarga, pekerjaan, serta masyarakat. Menurut Hurlock ( dalam Mappiare, 1983) secara garis besarnya, tugas perkembangan masa dewasa madya dapat dibagi menjadi 4 bagian besar, yaitu :
          a)      Tugas perkembangan yang berhubungan dengan penyesuaian terhadap keadaan fisiologis.
        b)   Tugas perkembangan yang berhubungan dengan adanya perubahan minat ; berkenaan dengan aktivitas sosial, sebagai warga negara, atau minat yang berhubungan dengan kegiatan atau hobi yang berkaitan dengan keluarga.
       c)   Tugas perkembangan yang berhubungan dengan penyesuaian jabatan atau pekerjaan yang berhubungan dengan pemantapan kehidupan ekonomi.
          d)     Tugas perkembangan yang berhubungan dengan kehidupan keluarga, misalnya menyesuaikan diri dengan kehidupan orang tua yang sudah lanjut usia, atau mendidik anak-anak yang remaja agar menjadi orang dewas yang penuh tanggung jawab.

          F.    Perkembangan Fisik, Kognitif, Emosi, Sosial dan Moral
          1.      Perkembangn Fisik
          a.       Dewasa Dini
              Puncak kemampuan fisik individu dicapai antara usia 18-30 tahun yang diikuti dengan kesehatan yang baik. Beberapa hal yang harus diperhatikan pada usia ini adalah nutrisi dan pola makan, olahraga, serta ketergantungan terhadap suatu obat. Hal ini menjadi titik perhatian sendiri karena sangat mempengaruhi keadaan kesehatan pada usia selanjutnya, karena secara umum perlambatan dan penurunan fisik mulai terjadi sejak akhir dewasa awal (Santrock, 2002).
          b.      Dewasa Madya
            Status kesehatan menjadi persoalan utama masa dewasa madya. Hal ini dikarenakan adanya sejumlah perubahan fisik. Melihat dan mendengar merupakan dua perubahan yang paling tampak pada masa ini. Daya akomodasi mata mengalami penurunan tajam pada usia 40-59 tahun. Aliran darah pada mata juga berkurang, sehingga mengurangi ukuran bidang penglihatan. Stabilitas emosi dan kepribadian merupakan faktor yang juga berkaitan dengan kesehatan di masa ini. Gangguan kesehatan yang utama pada masa ini adalah penyakit kardiovaskuler (contoh; penyakit jantung), kanker, dan berat badan. Pada wanita, pada masa ini secara umum terjadi menopouse, sebagai tanda berhentinya kemampuan melahirkan anak yang biasanya datang pada usia akhir 40 atau 50 tahun. Untuk laki-laki, tingkat testoteron mengalami penurunan, namun bukan menunjukkan ketidakmampuan sebagai ayah dari anak seperti yang dialami oleh wanita.
          2.      Perkembangan Kognitif
          Pada masa dewasa,ada pandangan yang berubah mengenai perkembangan kognitif. Hal ini disampaikan oleh Schaie ( dalam Santrock,2002). Schaie mengatakan pendapat karena kritikannya terhadap pandangan Jean Piaget yang mengatakan bahwa masa dewasa merupakan efisiensi dari tahap perkembangan operasional formal saja. Schaie mengatakan bahwa ada beberapa tahap perkembangan kognitif pada masa dewas, yaitu :
          a.       Tahap mencari prestasi (achieveing stage)
                Tahap ini terjadi pada masa dewasa awal. Tahap ini merupakan penerapan intelektualitas individu pada masa dewas pada situasi yang melibatkan konsekuensi besar untuk mencapai tujuan jagka panjang. Hal ini berkenaan dengan perencanaan masa depan yang berkaitan sengan pencapaian karir dan pemerolehan pengetahuan.
          b.      Tahap tanggung jawab (responsibility stage)
             Tahap in dimulai sejak masa dewas awal. Pada fase ini terjadi ketika keluarga sudah terbentuk, sehingga perhatian diberikan pada pemenuhan kebutuhan pasangan dan anak-anak (keturunan). Penekanan pada masa ini adalah adanya tanggung jawab pada lingkungan keluarga dan lingkungan sosialnya. Fase ini akan berlanjut terus ke masa dewasa madya.
          c.       Tahap eksekutif (executive stage)
              Tahap ini terjadi di masa dewas madya. Individu bertanggung jawab tentang sistem yang ada di lingkungannya, baik itu di masyarakat maupun di lingkungan kerja terutama yang berhubungan dengan keorganisasiannya. Pada tahap ini, individu membangun pemahaman tentang bagaiman suatu organisasi itu bekerja dan kompleksitas hubungan yang terbangun di dalamnya. Pencapaian tahap ini tergantung dengan kesempatan dan kemampuan pada individu.
          d.      Tahap reintegratif (the reintegrative stage)
             Tahap ini terjadi pada masa dewas akhir atau usia lanjut. Pada masa ini, individu akan memfokuskan pada kegiatan yang bermakna bagi dirinya.
          3.      Perkembangan Emosi dan Sosial
          a.       Dewasa Dini
             Pada masa dewasa dini, perkembangan emosi dan sosial sangat berkaitan dengan adanya perubahan minat. Adapun kondisi-kondisi yang mempengaruhi perubahan minat pada masa ini adalah perubahan kondisi kesehatan, perubahan status sosial ekonomi, perubahan dalam pola kehidupan, perubahan dalam nilai, perubahan peran seks, perubahan status dari belum menikah ke status menikah, menjadi orangtua, perubahan tekanan budaya dan lingkungan. Kondis-kondisi di atas sangat menuntut orang dewasa pada masa ini untuk melakukan penyesuaian diri dengan baik. Pemahaman akan makna cinta yang sebenarnya mempengaruhi bagaimana individu berinteraksi dengan pasangan, anak-anak dan lingkungan di sekitarnya yang pada akhirnya mempengaruhi kebahagiaan individu tersebut.
              Untuk perkembangan sosialnya, sebagaimana yang ditekankan oleh Erikson, masa dini merupakan masa krisis isolasi (Hurlock,1991). Hal ini dikarenakan kegiatan sosial pada masa dewasa dini sering dibatasi karena berbagai tekanan pekerjaan dan keluarga. Lebih lanjut Hurlock mengatakan bahwa selama masa dewasa dini, peran serta sosial sering terbatas, sehingga dapat juga mempengaruhi persahabatan, pengelompokan sosial, serta nilai-nilai yang diberikan pada popularitas individu. Sejalan dengan perkembangan emosi dan sosialnya, perkembangan yang menitik beratkan pada harapan sosial. Tuntutan untuk melakukan tanggung jawab secara moral atas segala perilaku dan keputusan hidup merupakan suatu hal yang menjadi pegangan individu dalam hidup di masyarakat.
      b.      Dewasa madya
    Santrock (2002) menekankan bahwa perkembangan emosi sosial, dan moral yang menjadi titik perhatian pada masa ini adalah berkenaan dengan beberapa hal,yaitu :
    1)      Pernikahan dan Cinta
    Pada masa dewasa madya, fase kehidupan keluarga mempengaruhi ciri khas perkembangan emosinya. Pada fase ini berada pada taraf kestabilan dalam berumah tangga. Stabilitas dicapai karena perjuangan pasangan dalam memupuk arti cintanya selama bertahun-tahun dengan dipengaruhi adanya sikap toleransi terhadap pasangan. Asumsinya, karena usia perkawinan yang sudah cukup panjang, sehingga di dalam keluarga, pola-pola konflik lebih dikenal, lebih dapat diperkirakan, sehingga penyelesaian lebih relistik. Namun bilamana komitmen emosional yang selama bertahun-tahun diwarnai dengan adanya peghianatan maka pernikahan pada masa ini sering diakhiri kegagalan yang diakhiri perceraian.
    2)      Sindrom Sarang Kosong
    Sebuah peristiwa penting dalam keluarga apabila anak-anak yang beranjak dewasa mulai meninggalkan rumah menuju ke kedewasaan. Sidrom sarang kosong ini menyatakan bahwa kepuasaan pernikahan akan menurun karena anak-anak yang mulai meninggalkan orangtuanya. Orang tua yang mengalami ini bilamana selama masa sebelumnya sumber kepuasan ada pada interaksi bersama anak-anak. Namun ada masa ini, ada juga pasangan lebih sering mendekatkan dan banyak menghabiskan waktu bersama-sama sehingga dapat meningkatkan kepuasaan dalam pernikahan.
    3)      Hubungan Persaudaraan dan persahabatan
    Hubungan dengan saudara semakin meningkat pada usia ini. Pada masa ini biasanya individu mulai dituntut untuk membimbing masa-masa sebelumnya. Begitupun dengan persahabatan dengan beberapa teman, pada masa ini mengalami peningkatan. Berbagai aktivitas sosial maupun olahraga merupakan beberapa hal sering dilakukan bersama.
    4)     Pengisian Waktu Luang
    Individu pada masa dewasa madya atau tengah pelu menyiapkan diri untuk masa pensiun, baik secara keuangan maupun psikologis. Membangun dan memenuhi aktivitas-aktivitas waktu luang merupakan bagian yang penting untuk persiapan masa pensiun, sehingga peralihan ke masa usia lanjut tidak begitu menekan individu yang dapat menyebabkan cemas.
    5)      Hubungan antar Generasi
    Keterdekatan antar generasi terlihat semakin dekatnya anak-anak yang beranjak dewasa dengan orangtuannya, terutama ibu dan anak perempuannya.
    Selain hal-hal yang sudah Hurlock (1991) menambahkan bahwa tingkat keberhasilan pria dan wanita dalam menyesuaikan diri pada masa dewasa madya dapat dinilai dari empat kriteria, yaitu : prestasi, tingkat emosional yang diartikan seberapa tegang individumenghadapi konflik-konflik pada usia ini, pengaruh perubahan fisik, dan rasa bahagia pada usia tersebut.

    Daftara Pustaka 
    Pengertian Masa Dewasa Awal Definisi Perkembangan Ciri Menurut Para Ahli Hurlock dan Santrock
    Hurlock, E. B. (1994). Psikologi Perkembangan, Suatu Pendekatan Sepanjang Rentang Kehidupan. Jakarta : Erlangga