Rabu, 27 November 2019

Materi LP 6 Masalah Pendidikan



MASALAH PENDIDIKAN


Permasalahan Pendidikan Masalah adalah sesuatu yang harus diselesaikan (dipecahkan),dengan kata lain masalah merupakan kesenjangan antara kenyataan dengan suatu yang diharapkan dengan baik, agar tercapai tujuan dengan hasil yang maksimal.
Sementara itu, Pendidikan adalah persoalan asasi bagi manusia. Manusia sebagai makhluk yang dapat didik dan harus dididik akan tumbuh menjadi manusia dewasa dengan proses pendidikan yang dialaminya. Semenjak kelahirannya, manusia telah memiliki potensi dasar yang bersifat universal.[1]


Dalam perjalanannya menuju tujuan pendidikan nasional sebagaimana yang tertuang dalam Undang-Undang Nomor 2 tahun 1989 tentang tujuan pendidikan nasional adalah  “mencerdaskan kehidupan bangsa dan mengembangkan manusia Indonesia seutuhnya, yaitu manusia yang beriman dan bertaqwa terhadap tuhan yang maha esa dan berbudi pekerti luhur, memiliki pengetahuan dan keterampilan, kesehatan jasmani dan rohani, kepribadian yang mantap dan mandiri serta rasa tanggung jawab dan kemasyarakatan dan kebangsaan.”
Masalah-masalah pendidikan (umum) yang perlu dipecahkan adalah :
 a.       Kurang meratanya pelayanan pendidikan
b.      Kurang serasinya kegiatan belajar dengan tujuan pembelajaran
c.       Belum efisien dan ekonomisnya pendidikan
d.      Belum efektif dan efisiennya sistem penyajian
e.       Kurang lancar dan sempurnanya sistem informasi kebijakan
f.       Kurang dihargainya unsur kebudayaan nasional
g.       Belum kokohnya kesadaran, identitas, dan kebanggaan nasional
h.      Belum tumbuhnya masyarakat yang gemar belajar
i.        Belum tersebarnya paket pendidikan yang dapat mengikat, mudah dicerna, dan mudah diperoleh
j.        Belum meluasnya kesempata kerja (pembuatan dan pemanfaatan teknologi, komunikasi, software dan hardware)[2]
Setiap Masalah pendidikan berkaitan erat dengan segi kehidupan yang lain, masalahnya bersifat kompleks (rumit), sesuai dengan kehidupan masyarakatnya. Seberapa besar keterkaitan suatu masalah pendidikan dengan masalah-masalah social lain dalam masyarakatnya, secara sederhana masalah pendidikan  dapat dikelompokan kedalam beberapa jenis, :
1.      Masalah pemerataan
2.      Masalah Mutu / kualitas
3.      Masalah efektivitas dan relevansi
4.      Masalah efisiensi[3]
Pemecahan masalah-masalah pendidikan yag komplek itu dengan cara pendekatan pendidikan yang konvensional sudah dianggap tidak efektif. Karena itulah inovasi atau pembaruan pendidikan sebagai persepektif baru dalam dunia pendidikan mulai dirintis sebagai alternative untuk memecahkan masalah-masalah pendidikan yang belum dapat diatasi dengan cara konvensional secara tuntas.[4]
1.1.1        Masalah Pemerataan Pendidikan
a.       Pengertian Pemerataan
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), kata pemerataan berasal dari kata dasar rata, yang berarti: 1) meliputi seluruh bagian, 2) tersebar kesegala penjuru, dan 3) sama-sama memperoleh jumlah yang sama. Sedangkan kata pemerataan berarti proses, cara, dan perbutan melakukan pemerataan. Jadi dapat disimpulkan bahwa pemerataan pendidikan adalah suatu proses, cara dan perbuatan melakukan pemerataan terhadap pelaksanaan pendidikan, sehingga seluruh lapisan masyarakat dapat merasakan pelaksanaan pendidikan.

Pelaksanaan pendidikan yang merata adalah  pelaksanaan program pendidikan yang dapat menyediakan kesempatan yang seluas-luasnya bagi seluruh warga negara Indonesia untuk dapat memperoleh pendidikan. Pemerataan dan perluasan pendidikan atau biasa disebut perluasan keempatan belajar merupakan salah satu sasaran dalam pelaksanaan pembangunan nasional. Hal ini dimaksudkan agar setiap orang mempunyai kesempatan yang sama untuk memperoleh pendidikan. Kesempatan memperoleh pendidikan tersebut tidak dapat dibedakan menurut  jenis kelamin, status sosial, agama, maupun letak lokasi geografis.

Dalam propernas tahun 2000-2004 yang mengacu kepada GBHN 1999-2004 mengenai kebijakan pembangunan pendidikan pada poin pertama menyebutkan: “Mengupayakan perluasan dan pemeraatan memperoleh pendidikan yang bermutu tinggi bagi seluruh rakyat Indonesia menuju terciptanya Manusia Indonesia berkualitas tinggi dengan peninggakatan anggaran pendidikan secara berarti“. Dan pada salah satu tujuan pelaksanaan pendidikan Indonesia adalah untuk  pemerataan kesempatan mengikuti pendidikan bagi setiap warga negara.

Dari penjelasan tersebut dapat dilihat bahwa Pemerataan Pendidikan merupakan tujuan pokok yang akan diwujudkan. Jika tujuan tersebut tidak dapat dipenuhi, maka pelaksanaan pendidikan belum dapat dikatakan berhasil. Hal inilah yang menyebabkan masalah pemerataan pendidikan sebagai suatu masalah yang paling rumit untuk ditanggulangi.
Permasalahan Pemerataan dapat terjadi karena kurang tergorganisirnya koordinasi antara pemerintah pusat dengan pemerintah daerah, bahkan hingga daerah terpencil sekalipun. Hal ini menyebabkan terputusnya komunikasi antara pemerintah pusat dengan daerah. Selain itu masalah pemerataan pendidikan juga terjadi karena kurang berdayanya suatu lembaga pendidikan untuk melakukan proses pendidikan, hal ini bisa saja terjadi jika kontrol pendidikan yang dilakukan pemerintah pusat dan daerah tidak menjangkau daearh-daerah terpencil. Jadi hal ini akan mengakibatkan mayoritas penduduk Indonesia yang dalam usia sekolah, tidak dapat mengenyam pelaksanaan pendidikan sebagaimana yang diharapkan.
Permasalahan pemerataan pendidikan dapat ditanggulangi dengan menyediakan fasilitas dan sarana belajar bagi setiap lapisan masyarakat yang wajib mendapatkan pendidikan. Pemberian sarana dan prasrana pendidikan yang dilakukan pemerintah sebaiknya dikerjakan setransparan mungkin, sehingga tidak ada oknum yang dapat mempermainkan program yang dijalankan ini.[5]
b.      Tujuan pemerataan Pendidikan
Adalah menyiapkan masyarakat untuk dapat berpartisipasi dalam pembangunan dan pengembangan bangsa, oleh karena itu setelah pelaksanaan pemerataan pendidikan terpenuhi maka yang marus dilakukan selanjutnya adalah meningkatkan mutu pendidikan.
Sebagaimana dijelaskan UU Nomor 20 tahun 2003 tentang sistem pendidikan Nasional (sisdiknas) bab 3 mengenai penyelenggaraan pendidikan pasal 4 yang berbunyi sebagai berikut :
a)      Pendidikan diselenggarakan secara demokratis dan berkeadilan serta tidak diskriminatif dengan menjungjung tinggi hak asasi manusia, nilai keagamaan, nilai kultural, dan kemajemukan bangsa.
b)      Pendidikan diselenggarakan sebagai satu kesatuan yang sistematik dengan sistem terbuka multibermakna.
c)      Pendidikan diselenggarakan sebagai proses pembudayaan dan pemberdayaan peserta didik yang berlangsung seumur hidup.
d)      Pendidikan diselenggarakan dengan memberi keteladanan, membangun kemauan, serta mengembangkan kreatifitas peserta didik dalam proses pembelajaran
e)      Proses pendidikan dikembangkan dengan budaya membaca, menulis, dan berhitung bagi setiap masyarakat.
f)       Pendidikan diselenggarakan dengan memberdayakan semua komponen masyarakat melalui peran serta dalam penyelenggaraan dan pengendalian mutu layanan pendidikan.
Berdasarkan uraian diatas dapat dipahami pendidikan diindoesia dilaksanakan berdasarka kebutuhan warga masyarakat dalam pemberdayaan terhadap warga negara dengan menjunjung tunggi nilai-nilai demokratis dan keadilan serta tidak diskriminatif dengan menjunjung tinggi HAM, nilai keagamaan, nilai kultural, dan kemajemukan bangsa.[6]
1.1.2        Masalah Mutu Pendidikan
a.       Pengertian Mutu Pendidikan
Mutu sama halnya dengan memiliki kualitas dan bobot. Jadi pendidikan yang bermutu yaitu pelaksanaan pendidikan yang dapat menghasilkan tenaga profesional sesuai dengan kebutuhan negara dan bangsa pada saat ini. Sedangkan relevan berarti bersangkut paut, kait mangait, dan berguna secara langsung. Sejalan dengan proses pemerataan pendidikan, peningkatan mutu untuk setiap jenjang pendidikan melalui persekolahan juga dilaksanakan. Peningkatan mutu ini diarahkan kepada peningkatan mutu masukan dan lulusan, proses, guru, sarana dan prasarana, dan anggaran yang digunakan untuk menjalankan pendidikan.
Kurangnya dana, kurangnya jumlah guru, kurangnya fasilitas pendidikan dapat mempengaruhi merosotnya mutu pendidikan. Oleh sebab itudalam mengatasi masalah ini pemerintah telah berusaha dengan sebaik mungkin untuk meningkatkan kemampuan guru melalui training-training, dengan menambah fasilitas, dengan menambah dana pendidikan, mencari sestem pengajaran tepat guna, serta sistem eveluasi yang sebaik mungkin dengan tujuan dapat meningkatkan mutu pendidikan secara bertahap.[7]
b.      Tujuan Mutu pendidikan Adalah untuk memberikan jaminan kualitas pendidikan yang sesuai dengan tujuan pendidikan. Oleh karena itu mutlak dilakukan atau dilaksanakan oleh lembaga pendidikan. Mutu pendidikan erat kaitannya dengan lembaga pendidikan, yaitu sekolah yang merupakan lembaga pendidikan secara khusus yang mengembangkan SDM.[8]
1.1.3        Masalah Efektivitas dan Efisiensi
a.       Pengertian Efektifitas dan Efisiensi
Sesuai dengan pokok permasalahan pendidikan yang ada selain sasaran pemerataan pendidikan dan peningkatan mutu pendidikan, maka ada satu masalah lain yang dianggap penting dalam pelaksanaan pendidikan, yaitu efisiensi dan efektifitas pendidikan. Permasalahan efisiensi pendidikan dipandang dari segi internal pendidikan. Maksud efisiensi adalah apabila sasaran dalam bidang pendidikan dapat dicapai secara efisien atau berdaya guna. Artinya pendidikan akan dapat memberikan hasil yang baik dengan tidak menghamburkan sumberdaya yang ada, seperti uang, waktu, tenaga dan sebagainya.
Pelaksanaan proses pendidikan yang efisien adalah apabila pendayagunaan sumber daya seperti waktu, tenaga dan biaya tepat sasaran, dengan lulusan dan produktifitas pendidikan yang optimal. Pada saat sekarng ini, pelaksanaan pendidikan di Indonesia jauh dari efisien, dimana pemanfaatan segala sumberdaya yang ada tidak menghasilkan lulusan yang diharapkan. Banyaknya pengangguran di Indonesia lebih dikarenakan oleh kualitas pendidikan yang telah mereka peroleh. Pendidikan yang mereka peroleh tidak menjamin mereka untuk mendapat pekerjaan sesuai dengan jenjang pendidikan yang mereka jalani.
Pendidikan yang efektif adalah pelaksanaan pendidikan dimana hasil yang dicapai sesuai dengan rencana / program yang telah ditetapkan sebelumnya. Jika rencana belajar yang telah dibuat oleh dosen dan guru tidak terlaksana dengan sempurna, maka pelaksanaan pendidikan tersebut tidak efektif.
Tujuan dari pelaksanaan pendidikan adalah untuk mengembangkan kualitas SDM sedini mungkin, terarah, terpadu dan menyeluruh melalui berbagai upaya.  Dari tujuan tersebut, pelaksanaan pendidikan Indonesia menuntut untuk menghasilkan peserta didik yang memeiliki kualitas SDM yang mantap. Ketidakefektifan pelaksanaan pendidikan tidak akan mampu menghasilkan lulusan yang berkualitas. Melainkan akan menghasilkan lulusan yang tidak diharapkan. Keadaan ini akan menghasilkan masalah lain seperti pengangguran.
Penanggulangan masalah pendidikan ini dapat dilakukan dengan peningkatan kulitas tenaga pengajar. Jika kualitas tenaga pengajar baik, bukan tidak mungkin akan meghasilkan lulusan atau produk pendidikan yang siap untuk mengahdapi dunia kerja. Selain itu, pemantauan penggunaan dana pendidikan dapat mendukung pelaksanaan pendidikan yang efektif dan efisien. Kelebihan dana dalam pendidikan lebih mengakibatkan tindak kriminal korupsi dikalangan pejabat pendidikan. Pelaksanaan pendidikan yang lebih terorganisir dengan baik juga dapat meningkatkan efektifitas dan efisiensi pendidikan. Pelaksanaan kegiatan pendidikan seperti ini akan lebih bermanfaat dalam usaha penghematan waktu dan tenaga.
Pendidikan diusahakan agar dapat memperoleh hasil yang baik dengan adanya biaya dan waktu yang sedikit. Ini artinya harus dicari sistem mendidik dan mengajar yang efisien dan efektif, yang sesuai dengan prinsip-prinsip dasar pendidikan[9]
b.      Tujuan Efisiensi Pendidikan
Dalam konteks penyelenggaraan pendidikan diindonesia erat kaitannya dengan profesional dalam management nasional pendidikan yang diterapkan, antara lain : disiplin keahlian, etos kerja, dan cost effectiveness.
Bedasarkan uraian diatas dapat dipahami bahwa efisiensi pendidikan merupakan salah satu faktor pendukung dalam membentuk lembaga pendidikan yang efektif serta sesuai dengan yang diharapkan. Oleh karena itu proses pendidikan harus diusahakan agar memperoleh hasil yang maksimal denga waktu yang terbatas.[10]
1.1.4        Permasalahan Relevansi
a.       Pengertian Relevansi Pendidikan
Relevansi pendidikan merupakan kesesuaian antara pendidikan dengan perkembangan di masyarakat. Misalnya:Lembaga pendidikan tidak dapat mencetak lulusan yang siap pakai. tidak adanya kesesuaian antara output (lulusan) pendidikan dengan tuntutan perkembangan ekonomi.[11]
Masalah relevansi ini pada prinsipnya cukup mendasar. Dalam kondisi sekarang ini sangat dibutuhkan output pendidikan yang sesuai dengan tuntutan masyarakat terutama dalam hubungannya dengan persiapan kerja. Hal tersebut lebih jelas dengan digulirkannya konsep Link and Match yang salah satu tujuannya adalah untuk mengatasi persoalan relevansi tersebut.
b.      Tujuan Relevensi
Upaya peningkatan relevasi dalam sstem pendidikan bertujuan agarhasil pendidikan sesuai dengan kebutuhan peserta didik, dalam artian prosese pendidikan dapat memberikan dampak pemenuhan kebutuhan peserta didik, baik kebutuha kerja , kehidupan dimasyarakat, dan melanjutkan kejenjang yang lebih tinggi.[12]
1.2  Faktor Pendukung Masalah Pendidikan
Faktor yang menyebabkan terjadinya masalah itu. Adapun faktor-faktor yang dapat menimbulkan permasalahan pokok pendidikan tersebut adalah sebagai berikut.
1.      IPTEK
2.      Pertambahan Penduduk
3.      Meningkatnya Animo masyarakat untuk memperoleh pendidikan yang lebih baik 4.      Menurunnya Kualitas Pendidikan
5.      Kurang adanya relevansi antara pendidikan dan kebutuhan masyarakat yang sudah membangun.
1.2.1        IPTEK
Adanya perkembangan ilmu pengetahuan tidak bisa dipungkiri mengakibatkan kemajuan teknologi yang mempengaruhi keidupan sosial, ekonomi, politik, pendidikan, dan kebudayaan bangsa indonesia.
Diakui bahwa sistem pendidikan yang kita miliki dan dilaksanakan selama ini belum mampu mengikuti dan mengendalikan kemajuan-kemajuan tersebut sehingga dunia pendidikan belaum dapat menghaslkan tenaga-tenaga pembangunan yang produktif, kreatif dan aktif serta sesuai dengan wawasan dan keinginan masyarakat luas. Bagaimanapun berkembangnya ilmu pengetahuan modern menghendaki dasar-dasar pendidikan yang kokoh dan penguasaan kemampuan yang terus menerus.
1.2.2        Pertambahan penduduk
Laju eksplosi penduduk yang cukup pesat tentunya menuntut adanya perubahan, sekaligus pertambahannya keinginan masyarakat untuk mendapatkan pendidikan yang secara komulatif menuntut dari segi sarana pendidikan yang memadai.
Kenyataan tersebut menyatakan daya tampung, ruang dan fasilitas pendidikan sangat tidak seimbang. Hal inilah yang mneyebabkan sulitnya menentukan bagaiman relevansi pendidikan dengan dunia kerja sebagai akibat tidak seimbangnya antara output lembaga pendidikan dengan kesempatan yang tersedia.
1.2.3        Meningkatnya animo masyarakat untuk memperoleh pendidikan yang lebih baik
Munculnya gerakan inovasi pendidikan yang erat kaitannya dengan adanya berbagai tantanga dan permasalahan yang dihadapi oleh dunia pendidikan dewasa ini, yang salah satu penyebabnya adalah kemajuan IPTEK. Kemajuan IPTEK yang terjadi senantiasa mempengaruhi aspirasi masyarakat. Pada umumnya mereka mendambakan pendidikan yang lebih baik, padahal bisatu sis kesempatan untuk itu sangat terbatas sehingga terjadilah kompetisi atau persaingan yang sangat ketat. Berkenaan dengan ini pula sekarang bermunculuan sekolah-sekolah favorit, plus, bahkan unggulan.
1.2.4        Menurunnya kualitas Pendidikan 
Kualitas pendidikan yang dirasakan dewasa ini semakin menurun, ditambah belum mengikuti perkembangan ilmu dan teknologi, menuntut adanya sejumlah perubahan. bila tidak demikian, jelas akan berakibat fatal dan terus ketinggalan.
1.2.5        Kurang adanya Relevansi antara Pendidikan dan kebutuhan masyarakat yang sedang membangun
Dalam era modern sekarang masyarakat menuntut adanya lembaga pendidikan yang benar-benar mampu untuk diharapkan, terutama yang siap pakai dengan dibekali skill yang diperlukan dalam pembangunan.
Umumnya, kurang sesuainya materi pendidikan dengan kebutuhan masyarakat telah diatasi dengan menyusun kurikulum baru. Oleh karena itu perkembangannya diindonesia kita ketahui telah mengalami beberapa kali penggantian kurikulum. Hal ini dilaksanakan dalam upaya mengatasi masalah relevansi. Dengan kurikulm baru inilah peserta didik dbina kepribadiaannya melalui pengetahuan, keterampilan, dan sikap yang sesuai dengan tuntutan masa kini dan masa yang akan datang. Aspek keterampilan merupakan unsur kurikulum baru yang selalu mendapatkan perhatian khusus dan prioritas utama.[13]

SOLUSI PERMASALAHAN PENDIDIKAN
Solusi menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah penyelesaian, pemecahan atau jalan keluar. Jadi solusi permasalahan pendidikan adalah jalan keluar untuk menyelesaikan permasalahan pendidikan melalui faktor internal (masalah atau hambatan tercapainya tujuan utama dalam pelaksanaaan kegiatan pendidikan), dan eksternal (masalah atau hambatan dalam pelaksanaaan kegiatan pendidikan.Masalah- masalah dalam pelaksanaan pendidikan ).
1.3.1        Solusi permasalahan pemerataan dan peningkatan kualitas
Cara pemerataan dan peningkatan kualitas pendidikan dapat ditempuh melalui :
a)      Meningkatkan kemampuan pendidik lewat penataran-penataran
b)      Memperkaya pengalaman dan memperlancarkan proses belajar peserta didik
c)      Memantapkan nilai, keterampilan, sikap dan kesadaran lingkingan pada peserta didik
1.3.2        Solusi permasalahan pelayanan pendidikan
Cara memperluas pelayanan pendidikan (kuantitas), yaitu melalui :
a)      memberiakan ketetampilan bagi mereka yang tidak pernah sekolah
b)      penyebaran pesan-pesan yang merangsag kegiatan belajar da partisipasi untuk ikut membangun
c)      penyebaran informasi untukmenumbuhkan kesadaran lingkungan.
d)      Usaha memberikan pengalaman pendidikan yang sesuai dengan kebutuhan dan aspirasi yang berkembang dan realistis.

1.3.3        Solusi permasalahan relevansi pendidikan
Cara meningkatkan relevansi (keserasian) pendidikan dengan pembangunan yaitu dapat ditempuh dengan :
a)      Menanamkan pengetahuan, keterampilan, dan sikap yang fungsional untuk kehidupan dimasyarakat kelak.
b)      Menentukan kemampuan untuk memahami dan memecahkan permasalahan yang actual dalam masyarakat.
c)      Menunjukan jalan untuk mengembangkan keterampilan hidup dimasyarakat.
1.3.4        Solusi permasahan efiktifitas dan efisiensi pendidikan
Cara meningkatkan efiktifitas dan efisiensi sestem penyajian, dapat ditempuh melalui :
a)      Memberikan kebebasan sesuai dengan minat, kemampuan,dan kebutuhan kearah perkembangan yang optimal.
b)      Memberikan pengalaman yang bulat agar peserta didik mandiri dan memiliki sikap tanggung jawab.
c)      Megintegrasikan berbagai pengalaman dan kegiatan pendidikan
d)      Mengusahakan isi, metode, dan bentuk pendidikan yang tepat guna, tepat saat, menarik dan mengesankan.

DAFTAR PUSTAKA
Hasbullah, 2012, Dasar-Dasar Ilmu Pendidikan, Jakarta: Raja Grafindo
Ekosusilo, Madyo-Kasihadi RB, 1988, Dasar-Dasar Pendidikan, Semarang; Effhar Publishing.
Kadir, Abdul, 2012, Dasar-Dasar Pendidikan, Jakarta: Kencana Prenada Media Group.
http://isaninside.wordpress.com/ diakses pada tanggal 27 November, jam.21;00
[1] Hasbullah,Dasar-Dasar Ilmu Pendidikan, Raja Grafindo Persada, Jakarta:2012, Cet.10,hlm.194
 [2] Madyo Ekosusilo-RB. Kasihadi, Dasar-dasar Pendidikan, effhar Publishing, semarang:1988,hlm. 93-94
[3] Tim Dosen FIP IKIP Malang, Pengantar Dasar-dasar kependidikan, Usaha Nasional,Surabaya,1988,hlm.201
[4] Hasbullah,Dasar-Dasar Ilmu Pendidikan, Raja Grafindo Persada, Jakarta:2012, Cet.10,hlm.200
[5]http://isaninside.wordpress.com/ diakses pada tanggal 27 November, jam.21;00
[6] Abdul Kadir, Dasar-dasar pendidikan, Kencana Prenada Media Group, Jakarta:2012, Cet.I.hlm.245
[7] Hasbullah,Dasar-Dasar Ilmu Pendidikan,hlm.197
[8] Abdul Kadir, Dasar-dasar pendidikan,hlm.247 [9] Hasbullah,Dasar-Dasar Ilmu Pendidikan,hlm.198
[10] Abdul Kadir, Dasar-dasar pendidikan,hlm.254
[11]http://moshimoshi.netne.net/materi/ilmu_pendidikan/bab_7.htm, diakses tanggal 27 November, jam 21.10.
[12] Abdul Kadir, Dasar-dasar pendidikan.hlm.255 [13] Hasbullah,Dasar-Dasar Ilmu Pendidikan,hlm.191-193

Senin, 25 November 2019

Materi 7 PPD Teori Belajar Bandura

Teori Belajar Bandura

1. Pengertian teori Belajar Bandura
Teori pembelajaran yang dikemukakan oleh Bandura disebut teori pembelajaran social-kognitif dan disebut pula sebagai teori pembelajaran melalui peniruan. Teori Bandura berdasarkan pada tiga asumsi, yaitu:
a.  Individu melakukan pembelajaran dengan meniru apa yang ada di lingkungannya, terutama perilaku-perilaku orang lain. Perilaku orang lain yang ditiru disebut sebagai perilaku model atau perilaku contoh. Apabila peniruan itu memperoleh penguatan, maka perilaku yang ditiru itu akan menjadi perilaku dirinya. Proses pembelajaran menurut proses kognitif individu dan kecakapan dalam membuat keputusan.
b.   Terdapat hubungan yang erat antara pelajar dengan lingkungannya. Pembelajaran terjadi dalam keterkaitan antara tiga pihak yaitu lingkungan, perilaku dan faktorfaktor pribadi.
c.  Hasil pembelajaran adalah berupa kode perilaku visual dan verbal yang diwujudkan dalam perilaku sehari-hari.
Atas dasar asumsi tersebut, maka teori pembelajaran Bandura disebut social kognitif karena proses kognitif dalam diri individu memegang peranan dalam pembelajaran, sedangkan pembelajaran terjadi karena adanya pengaruh lingkungan sosial. Individu akan mengamati perilaku di lingkungannya sebagai model, kemudian ditirunya sehingga menjadi perilaku miliknya. Dengan demikian, maka teori Bandura ini disebut teori pembelajaran melalui peniruan. Perilaku individu terbentuk melalui peniruan terhadap perilaku di lingkungan, pembelajaran merupakan suatu proses bagaimana membuat peniruan yang sebaik-baiknya sehingga bersesuaian dengan keadaan dirinya dan tujuannya.
Proses pembelajaran menurut teori Bandura, terjadi dalam tiga komponen (unsur) yaitu perilaku model (contoh), pengaruh perilaku model, dan proses internal pelajar. Jadi individu melakukan pembelajaran dengan proses mengenal perilaku model (perilaku yang akan ditiru), kemudian mempertimbangkan dan memutuskan untuk meniru sehingga menjadi perilakunya sendiri. Perilaku model ialah berbagai perilaku yang dikenal di lingkungannya. Apabila bersesuaian dengan keadaan dirinya (minat, pengalaman, cita-cita, tujuan dan sebagainya) maka perilaku itu akan ditiru.
Setiap proses belajar dalam hal ini belajar sosial terjadi dalam urutan tahapan peristiwa. Tahap-tahap ini berawal dari adanya peristiwa stimulus atau sajian perilaku model dan berakhir dengan penampilan atau kinerja (performance) tertentu sebagai hasil atau perolehan belajar seorang siswa.
Teori pembelajaran sosial merupakan perluasan dari teori belajar perilaku yang tradisional (behavioristik). Teori pembelajaran sosial ini dikembangkan oleh Albert Bandura (1986). Teori ini menerima sebagian besar dari prinsip-prinsip teori-teori belajar perilaku, tetapi memberi lebih banyak penekanan pada kesan dari isyarat - isyarat pada perilaku, dan pada proses-proses mental internal. Jadi dalam teori pembelajaran sosial kita akan menggunakan penjelasan-penjelasan reinforcement eksternal dan penjelasan-penjelasan kognitif internal untuk memahami bagaimana kita belajar dari orang lain. Dalam pandangan belajar sosial, manusia itu tidak didorong oleh kekuatan-kekuatan dari dalam dan juga tidak dipukul oleh stimulus- stimulus lingkungan.
Teori belajar sosial menekankan, bahawa lingkungan-lingkungan yang dihadapkan pada seseorang secara kebetulan. lingkungan-lingkungan itu kerap kali dipilih dan diubah oleh orang itu melalui perilakunya sendiri. Menurut Bandura, sebagaimana yang dikutip oleh (Kardi, S., 1997: 14) bahwa sebagian besar manusia belajar melalui pengamatan secara selektif dan mengingat tingkah laku orang lain. Inti dari teori pembelajaran sosial adalah pemodelan (modelling), dan permodelan ini merupakan salah satu langkah paling penting dalam pembelajaran terpadu.
Ada dua jenis pembelajaran melalui pengamatan (observational learning). Pertama, pembelajaran melalui pengamatan dapat terjadi melalui kondisi yang dialami orang lain atau vicarious conditioning. Contohnya, seorang pelajar melihat temannya dipuji atau ditegur oleh gurunya kerana perbuatannya, maka ia kemudian meniru melakukan perbuatan lain yang tujuannya sama ingin dipuji oleh gurunya. Kejadian ini merupakan contoh dari penguatan melalui pujian yang dialami orang lain atau vicarious reinforcement2. Kedua, pembelajaran melalui pengamatan meniru perilaku suatu model meskipun model itu tidak mendapatkan penguatan atau pelemahan pada saat pengamat itu sedang memperhatikan model itu mendemonstrasikan sesuatu yang ingin dipelajari oleh pengamat tersebut dan mengharapkan mendapat pujian atau penguatan apabila menguasai secara tuntas apa yang dipelajari itu. Model tidak harus diperagakan oleh seseorang secara langsung, tetapi kita dapat juga menggunakan seseorang pemeran atau visualisasi tiruan sebagai model (Nur, M. 1998a:43).
Seperti pendekatan teori pembelajaran terhadap kepribadian, teori pembelajaran sosial berdasarkan pada penjelasan yang diutarakan oleh Bandura bahwa sebagian besar daripada tingkah laku manusia adalah diperoleh dari dalam diri, dan prinsip pembelajaran sudah cukup untuk menjelaskan bagaimana tingkah laku berkembang. Akan tetapi, teori – teori sebelumnya kurang memberi perhatian pada konteks sosial dimana tingkah laku ini muncul dan kurang memperhatikan bahwa banyak peristiwa pembelajaran terjadi dengan perantaraan orang lain. Maksudnya, sewaktu melihat tingkah laku orang lain, individu akan belajar meniru tingkah laku tersebut atau dalam hal tertentu menjadikan orang lain sebagai model bagi dirinya.
Bandura mengidentifikasi tiga model dasar pembelajaran observasional:
a.       Model hidup, yang melibatkan seorang individu yang sebenarnya mendemonstrasikan atau bertindak keluar perilaku.
b.      Sebuah model pembelajaran verbal, yang melibatkan deskripsi dan penjelasan perilaku.
c.       Model simbolik, yang melibatkan karakter nyata atau fiksi menampilkan perilaku dalam buku-buku, film, program televisi, atau media online.

2. Profil dari Albert Bandura
Albert Bandura dilahirkan di Mundare Northern Alberta Kanada, pada 04 Desember 1925. Masa kecil dan remajanya dihabiskan di desa kecil dan juga mendapat pendidikan disana. Pada tahun 1949 beliau mendapat pendidikan di University of British Columbia, dalam jurusan psikologi. Dia memperoleh gelar Master didalam bidang psikologi pada tahun 1951 dan setahun kemudian ia juga meraih gelar doctor (Ph.D). Bandura menyelesaikan program doktornya dalam bidang psikologi klinik, setelah lulus ia bekerja di Standford University. Beliau banyak terjun dalam pendekatan teori pembelajaran untuk meneliti tingkah laku manusia dan tertarik pada nilai eksperimen. Pada tahun 1964 Albert Bandura dilantik sebagai professor dan seterusnya menerima anugerah American Psychological Association untuk Distinguished scientific contribution pada tahub 1980.
Pada tahun berikutnya, Bandura bertemu dengan Robert Sears dan belajar tentang pengaruh keluarga dengan tingkah laku social dan proses identifikasi. Sejak itu Bandura sudah mulai meneliti tentang agresi pembelajaran social dan mengambil Richard Walters, muridnya yang pertama mendapat gelar doctor sebagai asistennya. Bandura berpendapat, walaupun prinsip belajar cukup untuk menjelaskan dan meramalkan perubahan tingkah laku, prinsip itu harus memperhatikan dua fenomena penting yang diabaikan atau ditolak oleh paradigma behaviorisme. Albert Bandura sangat terkenal dengan teori pembelajaran social, salah satu konsep dalam aliran behaviorime yang menekankan pada komponen kognitif dari pemikiran, pemahaman, dan evaluasi.
3. Ciri – Ciri Teori Belajar Bandura
a.       Unsur pembelajaran utama ialah perhatian dan peniruan
b.      Tingkah laku model boleh dipelajari melalui bahasa, teladan, nilai dan lain – lain
c.       Pelajar meniru suatu kemampuan dari kecakapan yang didemonstrasikan guru sebagai model
d.      Pelajar memperoleh kemampuan jika memperoleh kepuasan dan penguatan yang positif
e.       Proses pembelajaran meliputi perhatian, mengingat, peniruan, dengan tingkah laku atau timbal balik yang sesuai, diakhiri dengan penguatan yang positif
Lebih lanjut menurut Bandura (1982) penguasaan skill dan pengetahuan yang kompleks tidak hanya bergantung pada proses perhatian, retensi, motor reproduksi dan motivasi, tetapi juga sangat dipengaruhi oleh unsur-unsur yang berasal dari diri pembelajar sendiri yakni “sense of self Efficacy” dan “self – regulatory system”. Sense of self efficacy adalah keyakinan pembelajar bahwa ia dapat menguasai pengetahuan dan keterampilan sesuai standar yang berlaku. Self regulatory adalah menunjuk kepada 1) struktur kognitif yang memberi referensi tingkah laku dan hasil belajar, 2) sub proses kognitif yang merasakan, mengevaluasi, dan pengatur tingkah laku kita (Bandura, 1978).
4. Penerapan Teori Bandura dalam Pembelajaran
Penerapan Teori Bandura dalam Pembelajaran Proses pembentukan perilaku dari tidak suka belajar menjadi suka belajar dapat dilakukan melalui banyak cara, diantaranya adalah dengan modeling. Kalau siapapun yang ada di rumah atau di ingkungan anak sudah terbiasa belajar sejak kecil maka hal ini akan diobservasi oleh anak secara terus menerus dalam hidupnya. Kemudian anak ini difasilitasi dengan banyak media baik yang alami maupun buatan untuk mendorong minat belajarnya, misalnya berupa buku bacaan, buku tulis dan kelengkapannya, serta media cetak atau audio visual yang ditata secara menarik di rumah atau kelompok kelompok belajar yang ada. Orang tua atau guru atau pembimbing berperan ganda, sebagai model sekaligus sebagai pamong belajar. Tanpa ada ancaman, hukuman, ketegangan, ketakutan akan membuat anak nyaman, tenang, untuk belajar dengan pamongnya.
Dominansi kasih sayang, kelembutan, contoh yang nyata, kejujuran, kesantunan, pujian, penghargaan, senyuman akan sangat mendorong munculnya perilaku yang diharapkan. Kesinambungan proses seperti ini akan mengkristal dalam jiwa dan pikir anak sehingga menjadi perilaku yang permanen dalam hidupnya. Tidak akan mudah lekang oleh waktu dan tuntutan zaman yang semakin tidak karuan. Penerapan dalam pelajaran ekonomi dan akuntansi guru dapat membawa para siswanya ke swalayan, pasar, toko, koperasi, bursa efek, bank, BMT, salon,dan lain lain yang jelas ke pusat pusat perdagangan atau ekonomi.
Di tempat ini siswa dapat belajar menghitung laba, menarik minat konsumen untuk membeli barang atau jasa, mengemas barang sehingga menjadi terjangkau untuk dibeli masyarakat kelas menengah ke bawah, memberi bonus bagi pelanggan yang tepat waktu membayar cicilan. Penerapan dalam pelajaran sejarah guru dapat membawa siswanya misalnya ke Gua Selarong untuk mengamati lokasi Pangeran Diponegoro bersembunyi dari kejaran Belanda yang menjajah Indonesia. Selain itu, mengamati tandu yang digunakan untuk mengusung Jendral Besar Sudirman saat bergerilya dalam kondisi sakit paru paru. Sambil mengamati objek objek belajar tersebut guru dapat memberikan informasi yang pas untuk menumbuhkan rasa patriotisme atau memberi informasi penting tentang sejarah Indonesia yang harus dikuasai oleh siswa. Dengan metode observasi dan modeling yang menjadi ciri utama Teori Bandura siswa dapat belajar sambil menikmati indahnya alam sekitar ciptaan Yang Maha Pencipta, siswa dapat menghirup segarnya udara di luar kelas dengan sepuas puasnya. Siswa dapat mengembalikan kebugaran fisiknya dengan mengamati banyak objek alami dan fenomena fenomena baru dibawah bimbingan gurunya.
Siswa dapat berdiskusi dan adu argumentasi setelah menemukan banyak data di lapangan yang dituliskan dalam tabel pengamatan. Siswa dapat menemukan sendiri pengetahuan baru (inquiry) setelah mengamati dan berdiskusi serta tambahan informasi dari teman dan gurunya. Mereka tidak akan merasakan lelah atau terlalu lama belajar langsung di alam atau mengamati langsung objek belajar yang asli atau alami. Sekaligus guru dapat memberi penilaian yang sebenarnya dari kemampuan para siswanya setelah melihat, mendengar, mendiskusikan masalah, mengumpulkan data dan menarik kesimpulan bersama seluruh siswanya. Kondisi siswa yang seperti ini penting untuk dapat mengatasi kejenuhan fisik maupun psikis siswa dalam belajar, karena di metode belajar ini guru mengaitkan langsung antara materi pelajaran dengan alam (yang memiliki komponen biotic berupa makhluk hidup dan komponen abiotik berupa benda matiatau kehidupan sehari hari.
Memang diperlukan persiapan dan ketangguhan profesi dari sang guru atau orangf tua baik berupa fisik maupun psikis dalam menerapkan konsep belajar ini. Hal ini disebabkan karena akan munculnya banyak kreatifitas dan kenyataan kenyataan baru dari konsep ilmu yang diperoleh siswa, yang berbeda jauh dengan teori yang ada di buku atau media belajar cetak maupun elektronik yang lain. Guru akan menjadi sangat capek karena harus melayani banyaknya pertanyaan dan temuan temuan siswa yang mulai tumbuh pola berpikir analitik dan sintetiknya. Kemudian siswa akan terus memburu untuk mendapatkan jawaban dari permasalahan ini,disini kemampuan guru ditantang untuk dapat mengelola setiap permasalahan yang diajukan. Guru dapat menghantarkan siswa untuk membuka buku buku sumber yang ada pada siswa atau di perpustakaan, membuka internet, memberi kesempatan diskusi pada kelompok, sebelum akhirnya kesimpulan yang benar akan diperoleh dibawah bimbingan guru.
Dari contoh contoh di atas terbukti sudah bahwa dengan aplikasi teori belajar Bandura dapat menciptakan masyarakat belajar bagi seluruh siswa atau anak, menimbulkan banyak pertanyaan, membuat siswa atau anak dapat mengadakan refleksi, menemukan sendiri konsep konsep ilmu, guru dapat mengadakan penilaian yang sesungguhnya dari kemampuan yang dimiliki setiap siswa atau anak, guru maupun siswa lain dapat menjadi model belajar anak, dan membiasakan berpikir konstruktif bagi siswa atau anak. Pada akhirnya diharapkan adanya perubahan perilaku anak dari tidak suka belajar menjadi terbiasa belajar.

5. Pendapat Albert Bandura Tentang Pendidikan
Teori Bandura mengandung banyak implikasi bagi pendidikan. Anda mungkin ingat bahwa Bandura percaya bahwa segala sesuatu yang dapat dipelajari melalui pengalaman langsung juga bisa dipelajari secara tak langsung lewat observasi. Bandura juga percaya bahwa model akan efektif  jika dilihat sebagai memiliki kehormatan, kompetensi, status tinggi, atau kekuasaan. Jadi, Menurut Bandura  sebagaimana menurut teorisi Gestalt dan Tolman , penguatan intrinsik lebih penting ketimbang penguatan ekstrinsik. Menurut Bandura penguatan ekstrinsik justru bisa jadi mereduksi motivasi belajar siswa. Pencapaian tujuan personal juga bisa menguatkan, dan karenanya guru sebaiknya membantu siswa merumuskan tujuan yang tidak terlalu sulit atau tak terlalu mudah untuk dicapai.
Menurut Bandura , retensi sebagian besar ditentukan oleh kemampuan verbal seseorang. Jadi, guru harus mempertimbangkan kemampuan verbal siswa saat akan merencanakan modeling.
6. Kelemahan dan Kelebihan Teori Albert Bandura
Teori pembelajaran Sosial Bandura sangat sesuai jika diklasifikasikan dalam teori behavioristik. Ini karena, teknik pemodelan Albert Bandura adalah mengenai peniruan tingkah laku dan adakalanya cara peniruan tersebut memerlukan pengulangan dalam mendalami sesuatu yang ditiru.
Selain itu juga, jika manusia belajar atau membentuk tingkah lakunya dengan hanya melalui peniruan (modeling), sudah pasti terdapat sebagian individu yang menggunakan teknik peniruan ini juga akan meniru tingkah laku yang negative , termasuk perlakuan yang tidak diterima dalam masyarakat.
Teori Albert Bandura lebih lengkap dibandingkan teori belajar sebelumnya , karena itu menekankan bahwa lingkungan dan perilaku seseorang dihubungkan melalui system kognitif orang tersebut. Bandura memandang tingkah laku manusia bukan semata – mata reflex atas stimulus (S-R bond), melainkan juga akibat reaksi yang timbul akibat interaksi antara lingkungan dengan kognitif manusia itu sendiri.
Pendekatan teori belajar social lebih ditekankan pada perlunya conditioning            (pembiasan merespon) dan imitation (peniruan). Selain itu pendekatan belajar social menekankan pentingnya penelitian empiris dalam mempelajari perkembangan anak – anak. Penelitian ini berfokus pada proses yang menjelaskan perkembangan anak – anak, faktor social dan kognitif.
7. Kontribusi dari Teori Belajar Bandura
Ketika kontribusi Bandura diperlihatkan kepada pembaca kontemporer, mereka sering menganggap teorinya sebagai observasi umum yang pernah kita buat masa lalu. Tetapi kita harus ingat bahwa dasar teori Bandura dikembangkan pada saat ketika hampir semua teoristis belajar menyatakan bahwa belajar didasarkan pada pengalaman langsung dengan lingkungan.  Seperti telah kami kemukakan, baik itu Thorndike maupun Watson mengabaikan belajar observasional dan Miller dan Dollard menyatakan bahwa belajar imitatif terkait erat dengan penguatan perilaku yang ditiru. Bahkan Piaget (1973) menolak adanya peran belajar observasional pada anak-anak:
Jelas pembelajar perlu sekali materi konkret ditangan mereka (bukan sekedar gambar) dan mereka perlu menyusun hipotesis dan memverifikasi materi itu (atau tidak menverifikasinya) secara langsung. Aktivitas orang lain yang diamati, termasuk aktivitas guru, tidak berperan dalam membentuk organisasi pengetahuan anak`
Jadi, Bandura memperlihatkan bahwa kita beajar dengan mengamati orang lain dan bahwa belajar ini terjadi dengan atau tanpa imitasi dan tanpa penguatan. ini adalah kontribusi yang signifikan bagi teori belajar. Kontribusi kedua adalah interaksi tuga-arah yang disajikan dalam gagasannya tentang determinisme resiprokal. Bandura 1983, 1986) menunjukan bahwa teori behavioristik awal cenderung memandang perilaku sebagai produk akhir dari orang dan lingkungan atau interaksi orang lingkungan. determinisme resiiprokal menyatakan bahwa perilaku adalah produk dari orang lain dan lingkungan dan juga mempengaruhi orang dan lingkungan, dan kerananya menggeser perseptif kita dari fokus pada perilaku per se ke hubungan dinamis antara orang, lingkungan, dan perilaku.
8. Teori Pembelajaran Sosial
Teori Pembelajaran Sosial merupakan perluasan dari teori belajar perilaku yang tradisional (behavioristik)1. Teori pembelajaran social ini dikembangkan oleh Albert Bandura (1986). Teori ini menerima sebagian besar dari prinsip – prinsip teori – teori belajar perilaku, tetapi memberikan lebih banyak penekanan pada kesan dan isyarat – isyarat perubahan perilaku, dan pada proses – proses mental internal. Jadi dalam teori pembelajaran social kita akan menggunakan penjelasan – penjelasan reinforcement eksternal dan penjelasan – penjelasan kognitif internal untuk memahami bagaimana belajar dari orang lain. Dalam pandangan belajar social “ manusia “ itu tidak didorong oleh kekuatan – kekuatan dari dalam dan juga tidak dipengaruhi oleh stimulus – stimulus lingkungan.
Teori belajar social menekankan bahwa lingkungan – lingkungan yang dihadapkan pada seseorang secara kebetulan ; lingkungan – lingkungan itu kerap kali dipilih dan diubah oleh orang itu melalui perilakunya sendiri. Menurut Bandura, sebagaimana dikutip oleh (Kard,S,1997:14) bahwa “sebagian besar manusia belajar melalui pengamatan secara selektif dan mengingat tingkah laku orang lain”. Inti dari pembelajaran social adalah pemodelan (modelling), dan pemodelan ini merupakan salah satu langkah paling penting dalam pembelajaran terpadu.
Ada dua jenis pembelajaran melalui pengamatan ,Pertama. Pembelajaran melalui pengamatan dapat terjadi melalui kondisi yang dialami orang lain,Contohnya : seorang pelajar melihat temannya dipuji dan ditegur oleh gurunya karena perbuatannya, maka ia kemudian meniru melakukan perbuatan lain yang tujuannya sama ingin dipuji oleh gurunya. Kejadian ini merupakan contoh dari penguatan melalui pujian yang dialami orang lain. Kedua, pembelajaran melalui pengamatan meniru perilaku model meskipun model itu tidak mendapatkan penguatan positif atau penguatan negatif saat mengamati itu sedang memperhatikan model itu mendemonstrasikan sesuatu yang ingin dipelajari oleh pengamat tersebut dan mengharapkan mendapat pujian atau penguatan apabila menguasai secara tuntas apa yang dipelajari itu. Model tidak harus diperagakan oleh seseorang secara langsung, tetapi kita dapat juga menggunakan seseorang pemeran atau visualisasi tiruan sebagai model (Nur, M,1998.a:4).
Seperti pendekatan teori pembelajaran terhadap kepribadian, teori pembelajaran social berdasarkan pada penjelasan yang diutarakan oleh Bandura bahwa sebagian besar daripada tingkah laku manusia adalah diperoleh dari dalam diri, dan prinsip pembelajaran sudah cukup untuk menjelaskan bagaimana tingkah laku berkembang. Akan tetapi, teori – teori sebelumnya kurang memberi perhatian pada konteks social dimana tingkah laku ini muncul dan kurang memperhatikan bahwa banyak peristiwa pembelajaran terjadi dengan perantaraan orang lain. Maksudnya, sewaktu melihat tingkah laku orang lain, individu akan belajar meniru tingkah laku tersebut atau dalam hal tertentu menjadikan orang lain sebagai model bagi dirinya.
9. Teori Belajar Kognitif Sosial
Teori Kognitif Sosial yang dikemukakan Albert Bandura menyatakan bahawa faktor sosial dan kognitif serta faktor pelaku memainkan peran penting dalam pembelajaran. Faktor kognitif berupa ekspetasi/ penerimaan siswa untuk meraih keberhasilan, faktor sosial mencakup pengamatan siswa terhadap perilaku orang tuanya. Albert Bandura merupakan salah satu perancang teori kognitif sosial. Menurut Bandura ketika siswa belajar mereka dapat mempresentasikan atau mentransformasikan pengalaman mereka secara kognitif. Bandura mengembangkan model deterministic resipkoral yang terdiri dari tiga faktor  utama yaitu, perilaku, person/kognitif, dan lingkungan. Faktor ini bisa saling berinteraksi dalam proses pembalajaran. Faktor lingkungan mempengaruhi perilaku, perilaku mempengaruhi lingkungan, faktor person/kognitif mempengaruhi perilaku. Faktor person Bandura tak punya kecenderungan kognitif terutama pembawaan personalitas dan tempramen. Faktor kognitif mencakup ekspektasi, keyakinan, strategi, pemikiran dan kecerdasan.
10. Teori Belajar Observasional/Peniruan (Modeling)
Pada tahun 1941, dua orang ahli psikologi, yaitu Neil Miller dan John Dollard dalam laporan hasil eksperimennya mengatakan bahwa peniruan (imitation) merupakan hasil proses pembelajaran yang ditiru dari orang lain. Proses belajar tersebut dinamakan “ social learning “ – “pembelajaran social “ . Perilaku peniruan manusia terjadi karena manusia merasa telah memperoleh tambahan ketika kita meniru orang lain, dan memperoleh hukuman ketika kita tidak menirunya. Menurut Bandura, sebagian besar tingkah laku manusia dipelajari melalui peniruan maupun penyajian, contoh tingkah laku (modeling). Dalam hal ini orang tua dan guru memainkan peranan penting sebagai seorang model atau tokoh bagi anak – anak untuk menirukan tingkah laku membaca.Dua puluh tahun berikutnya ,” Albert Bandura dan Richard Walters ( 1959, 1963 ) telah melakukan eksperimen pada anak – anak yang juga berkenaan dengan peniruan. Hasil eksperimen mereka mendapati, bahwa peniruan dapat berlaku hanya melalui pengamatan terhadap perilaku model (orang yang ditiru) meskipun pengamatan itu tidak dilakukan terus menerus. Proses belajar semacam ini disebut “observationallearning” atau pembelajaran melalui pengamatan. Bandura (1971), kemudian menyarankan agar teori pembelajaran sosial diperbaiki memandang teori pembelajaran sosial yang sebelumnya hanya mementingkan perilaku tanpa mempertimbangan aspek mental seseorang.
Menurut Bandura, perlakuan seseorang adalah hasil interaksi faktor dalam diri (kognitif) dan lingkungan. pandangan ini menjelaskan, beliau telah mengemukakan teori pembelajaran peniruan, dalam teori ini beliau telah menjalankan kajian bersama Walter (1963) terhadap perlakuan anak-anak apabila mereka menonton orang dewasa memukul, mengetuk dengan palu besi dan menumbuk sambil menjerit-jerit dalam video. Setelah menonton video anak-anak ini diarah bermain di kamar permainan dan terdapat patung seperti yang ditayangkan dalam video. Setelah anak-anak tersebut melihat patung tersebut,mereka meniru aksi-aksi yang dilakukan oleh orang yang mereka tonton dalam video.
Berdasarkan teori ini terdapat beberapa cara peniruan yaitu meniru secara langsung. Contohnya guru membuat demostrasi cara membuat kapal terbang kertas dan pelajar meniru secara langsung. Seterusnya proses peniruan melalui contoh tingkah laku. Contohnya anak-anak meniru tingkah laku bersorak dilapangan, jadi tingkah laku bersorak merupakan contoh perilaku di lapangan. Keadaan sebaliknya jika anak-anak bersorak di dalam kelas sewaktu guru mengajar,semestinya guru akan memarahi dan memberi tahu tingkahlaku yang dilakukan tidak dibenarkan dalam keadaan tersebut, jadi tingkah laku tersebut menjadi contoh perilaku dalam situasi tersebut. Proses peniruan yang seterusnya ialah elisitasi. Proses ini timbul apabila seseorang melihat perubahan pada orang lain. Contohnya seorang anak-anak melihat temannya melukis bunga dan timbul keinginan dalam diri anak-anak tersebut untuk melukis bunga. Oleh karena itu, peniruan berlaku apabila anak-anak tersebut melihat temannya melukis bunga.
Daftar Pustaka
Abror, Abdul Rahman, Psikologi Pendidikan, Yogyakarta: PT. Tiara Wacana Yogya,
1993.
Muhibbin. (2009). Psikologi Belajar. Jakarta: Rajawali Pers Sumber Internet Maji, Uun S. (2011). Analisa Deskriptif Peranan Teori Bandura Dalam Mengubah Perilaku Anak Untuk Senang Belajar
Kholil, Anwar. (2009). Teori Pembelajaran Sosial. [Online]. Riwayanti, Rike. (2010). Konsep dan Implikasi Teori Belajar Sosial (Albert Bandura). Sudrajat, Akhmad. (2008).
Syah, Muhibbin. 2003. Psikologi Belajar. Jakarta: Grafindo Persada