Rabu, 23 Oktober 2019

Materi LP 4: Perkiraan dan Antisipasi terhadap Masyarakat Masa Depan

PERKIRAAN DAN ANTISIPASI TERHADAP MASYARAKAT MASA DEPAN



            Melalui pendidikan setiap masyarakat akan melestarikan nilai-nilai luhur social kebudayaannya yang telah terukir dengan indahnya dalam sejarah bangsa tersebut. Melalui pendidikan juga diharapkan dapat ditumbuhkan kemampuan untuk menghadapi tuntutan objektif masa kini, baik tuntutan dari dalam maupun tuntutan karena pengaruh dari luar masyarakat yang bersangkutan. Dan melalui pendidikan pula akan ditetapkan langkah-langkah yang dipilih masa kini sebagai upaya mewujudkan aspirasi dan harapan di masa depan.
            Dalam UU-RI No. 2 Tahun 1989 tentang Sistem Pendidikan nasional Pasal 1 telah ditetapkan antara lain bahwa “Pendidikan adalah usaha sadar untuk menyiapkan peserta didik melalui kegiatan bimbingan pengajaran, dan/atau latihan bagi peranannya di masa yang akan datang.” Setelah mempelajari bab ini diharapkan dapat:
1.      Memahami beberapa kemungkinan keadaan masyarakat di masa depan, serta peranan factor-faktor globalisasi, perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi (iptek), arus komunikasi yang semakin padat dan cepat, serta kebutuhan yang meningkat dalam layanan professional terhadap masyarakat di masa depan tersebut.
2.      Memahami berbagai upaya pendidikan untuk mengantisipasi masa depan, baik yang berkenaan dengan penyiapan manusia maupun yang berkenaan dengan perubahan sosiokultural, serta pembangunan sarana pendidikan untuk mendukung upaya-upaya yang sedang atau akan dilaksanakan.
                Bagi mahasiswa calon tenaga kependidikan, utamanya guru, kajian tentang masyarakat masa depan tersebut berdampak ganda, yakni untuk dirinya sendiri serta pada gilirannya kelak untuk siswa-siswanya.

A.     Perkiraan Masyarakat Masa Depan
Di dalam penjelasan UU No. 2 Tahun 1989 tentang Sistem Pendidikan Nasional dinyatakan bahwa “Dalam kehidupan suatu bangsa, pendidikan mempunyai peranan yang amat sangat penting untuk menjamin perkembangan dan kelangsungan kehidupan bangsa yang bersangkutan.” Demi pemahaman dank arena adanya saling pengaruh antara pendidikan dan latar sosiokultural, maka perlu dikemukakan terlebih dahulu pengertian kebudayaan. Kebudayaan itu dapat:
1)     Berwujud ideal yakni ide, gagasan, nilai-nilai, norma-norma, peraturan, dan sebagainya.
2)     Berwujud kelakuan yakni kelakuan berpola dari manusia dalam masyarakat.
3)     Berwujud fisik yakni benda-benda hasil karya manusia.
Pengertian kebudayaan yang begitu luas tersebut seringkali dipecah lagi dalam unsur-unsurnya, dan sering dipandang sebagai unsur-unsur universal dari kebudayaan, yakni: 
  Ø  Sistem religi dan upacara keagamaan
  Ø  Sistem dan organisasi kemasyarakatan
  Ø  Sistem pengetahuan
  Ø  Bahasa
  Ø  Kesenian
  Ø  Sistem mata pencarian
  Ø  Sistem teknologi dan peralatan.
Perubahan yang cepat tersebut mempunyai beberapa karakteristik umum yang dapat dijadikan petunjuk sebagai ciri masyarakat di masa depan.
1.      Kecenderungan Globalisasi
Istilah globalisasi (asal kata: global yang berarti sevara umumnya, utuhnya, kebulatannya) bermakna bumi sebagai satu keutuhan seakan-akan tanpa tapal batas administrasi Negara, dunia menjadi amat transparan, serta saling ketergantungan antarbangsa di dunia semakin besar, dengan kata lain menjadikan dunia sebagai satu keutuhan, satu kesatuan. Empat bidang kekuatan gelombang globalisasi yang paling kuat dan menonjol daya dobraknya, yakni bidang-bidang iptek, ekonomi, lingkungan hidup, dan pendidikan.
Disamping keempat bidang tersebut, kecenderungan globalisasi juga tampak dalam bidang politik, hokum dan hak-hak asasi manusia, paham demokrasi, dan sebagainya.Kecenderungan globalisasi tersebut merupakan suatu gejala yang tidak dapat dihindari.Oleh karena itu, banyak gagasan dalam menghadapi globalisasi itu yang perlu menekankan berpikir dan berwawasan global namun harus tetap menyesuaikan keputusan dan tindakan dengan keadaan nyata disekitarnya.

2.      Perkembangan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (Iptek)
Perkembangan iptek yang makin cepat dalam era globalisasi merupakan salah satu ciri utama dari masyarakat masa depan. Percepatan perkembangan iptek tersebut terkait dengan landasan ontologis, epistemologis, dan aksiologis. Terdapat serangkaian kegiatan pengembangan dan pemanfaatan iptek, yakni:
§   Penelitian dasar (basic research)
§   Penelitian terapan (applied research)
§   Pengembangan teknologi (technological development)
§   Penerapan teknologi.
Biasanya langkah-langkah tersebut diikuti oleh langkah evaluasi, apakah hasil iptek tersebut diterima oleh masyarakat, seumpama dari segi etis, politis, religius, dan sebagainya.
            Ada dua pola kebudayaan dalam masyarakat, yakni masyarakat ilmuwan dan masyarakat terdidik/nonilmuwan (scientific and literary communities), yang akan menghambat kemajuan baik iptek maupun masyarakat itu sendiri. Untuk mengantisipasi keadaan tersebut, dalam masyarakat masa depan maka perlu diupayakan agar setiap anggota masyarakat memiliki wawasan yang tepat serta mengetahui terminologi beserta maksudnya yang lazim digunakan tanpa harus menjadi pakar iptek tersebut.
3.      Perkembangan Arus Komunikasi yang Semakin Padat dan Cepat
Salah satu perkembangan iptek yang luar biasa adalah yang berkaitan dengan informasi dan komunikasi, utamanya satelit komunikasi, komputer, dan sebagainya.Pada umumnya bentuk komunikasi langsung (verbal ataupun nonverbal) dikenal sebagai komunikasi antarpribadi (interpersonal communication), baik komunikasi antar dua orang maupun komunikasi kelompok kecil dengan ciri pokok adanya dialog di antara pihak-pihak yang berkomunikasi.Sedangkan bentuk komunikasi yang bercirikan monolog adalah komunikasi publik, yang dibedakan atas komunikasi pembicara-pendengar dan komunikasi massa. Proses komunikasi meliputi beberapa unsur dasar, yakni:
·        Sumber pesan seperti harapan, gagasan, perasaan atau perilaku yang diinginkan oleh pengirim pesan.
·        Penyandian (encoding), yakni pengubahan/penerjemahan isi pesan kedalam bentuk yang serasi dengan alat pengiriman pesan.
·         Transmisi (pengiriman) pesan.
·         Saluran.
·   Pembukasandian (decoding), yakni penerjemahan kembali apa yang diterima kedalam isi pesan oleh penerima.
·            Reaksi internal penerima sesuai pemahaman pesan yang diterimanya.
·            Gangguan/hambatan (noise) yang dapat terjadi pada semua unsur dasar lainnya.
   Terdapat beberapa faktor yang harus diperhatikan dalam upaya-upaya untuk merebut teknologi, seperti:
·     Pengembangan teknologi satelit yang mutakhir.
·   Penggunaan teknologi digital yang mampu menyalurkan sinyal beragam menuju bentuk ISDN (integrated service digital network).
·       Dibidang media cetak.
·       Dibidang media elektronik.

4.         Peningkatan Layanan Profesional
            Salah satu ciri penting masyarakat masa depan adalah meningkatnya kebutuhan layanan profesional dalam berbagai bidang kehidupan manusia. Profesi adalah suatu lapangan pekerjaan dengan persyaratan tertentu, “suatu vokasi khusus yang mempunyai ciri-ciri: Expertise (keahlian), responbility (tanggung jawab), corporateness (kesejawatan).” Profesionalisasi merupakan proses  pemantapan profesi sehingga memperoleh status yang melembaga sebagai professional. Didalamnya akan terkait dengan permasalahan akreditasi, sertifikasi, dan izin praktek. Mc Cully (1969, dari T. Raka Joni, 1981: 5-8) mengemukakan enam tahap dalam proses profesionalisasi yakni:

a) Penetapan dan pemantapan layanan unik yang diberikan oleh suatu profesi sehingga memperoleh pengakuan masyarakat dan pemerintah.
b)  Penyepakatan antara kelompok profesi dan lembaga pendidikan prajabatan tentang standar kompetensi minimal yang harus dimiliki oleh setiap calon profesi tersebut.
c)     Akreditas
d)   Mekanisme sertifikasi dan pemberian izin praktek.
e)  Secara perseorangan maupun secara berkelompok, pemangku profesi bertanggung jawab penuh terhadap segala aspek pelaksanaan tugasnya.
f)    Kelompok professional memiliki kode etik, yang berfungsi ganda, yakni:
v  Perlindungan terhadap masyarakat agar memperoleh layanan yang bermutu.
v  Perlindungan dan pedoman peningkatan kualitas anggota.
   
         B.  Upaya Pendidikan dalam Mengantisipasi Masa Depan

Edgar Faure dalam surat (18 Mei 1972) yang mengantar laporan komisi Internasional Pengembangan Pendidikan yang diketuainya, yang dikirim kepada Direktur Jendral UNESCO, mengemukakan bahwa “rumusan-rumusan tradisional dan perbaikan-perbaikan sebagian, tidak mampu memenuhi kebutuhan pendidikan yang belum pernah ada, yang timbul dari tugas dan fungsi baru yang harus dipenuhi.” Pengembangan pendidikan dalam masyarakat yang sedang berubah dengan cepat haruslah dilakukan secara keseluruhan dengan pendekatan sistematis-sistematik.Pendekatan sistematis adalah pengembangan pendidikan dilakukan secara teratur melalui perencanaan yang bertahap. Sedang sistematik menunjuk pada pendekatan sistem dalam proses berpikir yang mengaitkan secara fungsional semua aspek dalam pembaruan pendidikan tersebut.


1.   Tuntutan bagi Manusia Masa Depan (Manusia Modern)
               Secara tersirat telah pula dibicarakan tentang tantangan-tantangan yang akan dihadapi manusia masa depan, seperti: kemampuan menyesuaikan diri dan memanfaatkan peluang globalisasi dalam berbagai bidang, wawasan dan pengetahuan yang memadai tentang iptek, paling tidak bisa menggunakan teknologi yang ada tanpa harus menjadi pakar iptek, kemampuan menyaring dan memanfaatkan arus informasi yang semakin padat dan cepat, dan kemampuan bekerja efisien sebagai cikal bakal kemampuan profesional.
Tujuan-tujuan pendidikan dasar:
    a.) Pengembangan kehidupan siswa sebagai pribadi sekurang-kurangnya mencakup upaya untuk:
Ø  Memperkuat dasar keimanan dan ketakwaan,
Ø  Membiasakan untuk berperilaku yang baik,
Ø  Memberikan pengetahuan dan keterampilan dasar,
Ø  Memelihara kesehatan jasmani dan rohani,
Ø  Memberikan kemampuan untuk belajar, dan
Ø  Membentuk kemampuan untuk belajar.
  b.) Pengembangan kehidupan peserta didik sebagai anggota masyarakat sekurang-kurangnya mencakup upaya untuk:
Ø  Memperkuat kesadaran hidup beragama dalam masyarakat,
Ø  Menumbuhkan rasa tanggung jawab dalam masyarakat, dan
Ø  Memberikan pengetahuan serta keterampilan dasar yang diperlukan.
  c.) Pengembangan kehidupan peserta didik sebagai warga Negara sekurang-kurangnya mencakup upaya untuk:
Ø  Mengembangkan perhatian dan pengetahuan tentang hak dan kewajiban sebagai warga negara Republik Indonesia,
Ø  Menanamkan rasa ikut bertanggung jawab terhadap kemajuan bangsa dan negara, dan
Ø  Memberikan pengetahuan dan keterampilan dasar yang diperlukan untuk berperan serta dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.
  d.) Pengembangan kehidupan peserta didik sebagai anggota umat manusia mencakup upaya untuk:
Ø  Meningkatkan harga diri sebagai bangsa yang merdeka dan berdaulat,
Ø  Meningkatkan kesadaran tentang hak asasi manusia,
Ø  Memberikan pengertian tentang ketertiban dunia,
Ø  Meningkatkan kesadaran pentingnya persahabatan antarbangsa.
  e.) Mempersiapkan peserta didik untuk mengikuti pendidikan menengah dalam menguasai kurikulum yang disyaratkan.
            Tuntutan manusia Indonesia di masa depan, setelah memiliki kemampuan dasar terutama diarahkan kepada pembekalan kemampuan yang sangat diperlukan untuk menyesuaikan diri dengan keadaan di masa depan tersebut. Beberapa diantaranya:
(1)  Ketanggapan terhadap berbagai masalah social, politik, budaya (kultural), dan lingkungan.
(2)  Kreativitas di dalam menemukan alternatif pemecahannya.
(3)  Efisiensi dan etos kerja yang tinggi.
            Pentingnya mengembangkan empat hal pada peserta didik, yaitu:
(1)  Kemampuan mengantisipasi perkembangan berdasarkan ilmu pengetahuan.
(2)  Kemampuan dan sikap untuk mengerti dan mengatasi situasi.
(3)  Kemampuan mengakomodasi.
(4)  Kemampuan mereorientasi.
            Akhirnya dikemukakan pendapat Mayjen Sajidiman pada 10 November 1972 yang menekankan kemampuan yang diperlukan manusia Indonesia berdasarkan fungsinya adalah:
(1)  Pekerja yang terampil yang menjadi bagian utama dari mekanisme produksi (dalam arti luas) yang harus lebih efektif dan efisien.
(2)  Pemimpin dan manajer yang efektif, memiliki kemampuan berpikir, mengambil keputusan, mengendalikan pelaksanaan dengan cakap dan berwibawa.
(3)  Pemikir yang mampu menentukan/memelihara arah perjalanan dan melihat segala kemungkinan di hari depan.


2.      Upaya Mengantisipasi Masa Depan
            Kajian tentang upaya mengantisipasi masa depan melalui pendidikan akan diarahkan pada:
·         Aspek yang paling berperan dalam individu untuk memberi arah antisipasi tersebut yakni nilai dan sikap.
·         Pengembangan budaya dan sarana kehidupan
·         Tentang pendidikan itu sendiri, utamanya pengembangan sarana pendidikan. Ketiga hal tersebut merupakan titik strategi dalam mengantisipasi masa depan.

              a.)   Perubahan Nilai dan Sikap
Nilai merupakan norma, acuan yang seharusnya, dan kaidah yang akan menjadi rujukan perilaku. Nilai-nilai tersebut dapat bersumber dari berbagai hal, seperti agama, hukum, adat istiadat, dan moral, baik yang tertulis maupun yang tidak tertulis. Salah satu pengaruh nilai-nilai tersebut akan tampak dalam sikap (attitude) seseorang.Kalau nilai masih bersifat umum, maka sikap selalu terkait dengan objek tertentu dan disertai dengan kecenderungan untuk bertindak sesuai dengan sikap terhadap objek tersebut (positif atau negatif). Sebagai kemampuan internal, sikap akan sangat berperan menentukan apabila terbuka, kemungkinan berbagai alternatif untuk bertindak. Ada tiga aspek, yaitu;
1.      Aspek kognitif
2.      Aspek afektif
3.      Aspek konatif
Pembentukan/pengubahan nilai dan sikap dalam diri seseorang dapat dilakukan dengan berbagai cara, seperti pembiasaan, internalisasi nilai melalui ganjaran-hukuman, keteladanan (modeling), teknik klarifikasi nilai, dan sebagainya.
b.)   Pengembangan Kebudayaan
      Kebudayaan mencakup unsur-unsur mulai dari sistem religi, kemasyarakatan, pengetahuan, bahasa, kesenian, mata pencarian, sampai dengan sistem teknologi dan peralatan.Pelestarian nilai-nilai luhur Pancasila sebagai inti ketahanan budaya tersebut menjadi acuan pokok dalam memilih dan memilah segala pengaruh yang datang agar tidak terjadi krisis identitas bangsa Indonesia.Peranan pendidikan merupakan factor menentukan dalam membangun dan memperkuat ketahanan budaya tersebut.

c.)    Pengembangan Sarana Pendidikan
      Pendidikan merupakan salah satu pilar utama dalam mengantisipasi masa depan, karena pendidikan selalu diorientasikan pada penyiapan peserta didik untuk berperan di masa yang akan datang. Oleh karena itu, pengembangan sarana pendidikan sebagai salah satu prasyarat utama untuk menjemput masa depan dengan segala kesempatan dan tantangannya. Peningkatan mutu pendidikan dasar itu yang wajib diikuti oleh semua warga Negara akan menjadi cikal bakal ke arah:

·         Peningkatan mutu pendidikan menengah dan tinggi
·         Terbentuknya masyarakat terdidik yang mampu terus belajar mandiri
Khusus untuk menyongsong era globalisasi yang makin tidak terbendung, terdapat beberapa hal yang secara khusus memerlukan perhatian dalam bidang pendidikan. Santoso S. Hamijoyo mengemukakan lima strategi dasar dalam era globalisasi tersebut yakni:
      1.      Pendidikan untuk pengembangan iptek,
      2.      Pendidikan untuk pengembangan keterampilan manajemen,
    3.  Pendidikan untuk pengelolaan kependudukan, lingkungan, keluarga berencana, dan kesehatan,
     4.      Pendidikan untuk pengembangan sistem nilai,
     5.      Pendidikan untuk mempertinggi mutu tenaga kependidikan dan kepelatihan.
            Khusus untuk pendidikan tinggi, terdapat kecenderungan berkembangnya pola pemecahan masalah secara multidisiplin. Oleh karena itu, diperlukan suatu program pendidikan yang kuat dalam dasar keahlian yang akan memperluas wawasan keilmuan dan membuka peluang kerja sama dengan bidang keahlian lainnya

Senin, 21 Oktober 2019

Materi 5 PPD Perkembangan Bahasa pada Anak

Perkembangan Bahasa pada Anak


Al-Ghazali ra dalam bukunya yang berjudul Ihya Ulumuddin telah menyebutkan: “Perlu diketahui bahwa jalan untuk melatih anak-anak termasuk urusan yang paling penting dan harus mendapat prioritas yang lebih dari yang lainnya”. Anak merupakan amanat ditangan kedua orang tuanya dan kalbunya yang masih bersih merupakan permata yang sangat berharga. Jika ia dibiasakan untuk melakukan kebaikan (dalam lingkungan rumah tangga dan lingkungan sosial), niscaya dia akan tumbuh menjadi baik dan menjadi orang yang bahagia di dunia dan di akhirat. Sebaliknya, jika dibiasakan dengan keburukan (dalam lingkungan rumah tangga dan lingkungan sosial) serta ditelantarkan, niscaya dia akan menjadi orang yang celaka dan berdampak sangat buruk bagi perkembangan baik fisik, mental, maupun spiritual sang anak.
Orang tua berkewajiban memelihara anak-anaknya dengan cara mendidik, menanamkan budi pekerti yang baik, mengajarinya akhlak-akhlak yang mulia melalui keteladanan dari orang tuanya, dan juga berusaha memenuhi kebutuhan anak baik lahir maupun batin secara proporsional sesuai dengan tingkat perkembangan dan kondisi anak. Mendidik dan memberikan tuntunan merupakan sebaik-baik hadiah dan perhiasan paling indah yang diberikan oleh orang tua kepada anaknya. Sudah menjadi keharusan bagi orang tua dan pendidik untuk bekerja bersama-sama memberikan kontribusi secara aktif dan positif dalam membentuk kualitas anak yang cerdas baik secara intelektual, emosional, maupun spiritualnya.
Perkembangan bahasa atau komunikasi pada anak merupakan salah satu aspek dari tahapan perkembangan anak yang seharusnya tidak luput juga dari perhatian para pendidik pada umumnya dan orang tua pada khususnya.  Pemerolehan bahasa oleh anak-anak merupakan prestasi manusia yang paling hebat dan menakjubkan.Oleh sebab itulah masalah ini mendapat perhatian besar. Pemerolehan bahasa telah ditelaah secara intensif sejak lama. Pada saat itu kita telah mempelajari banyak hal mengenai bagaimana anak-anak berbicara, mengerti, dan menggunakan bahasa, tetapi sangat sedikit hal yang kita ketahui mengenai proses aktual perkembangan bahasa.
  1. A. Tahapan Perkembangan Bahasa Pada Anak Secara Umum
Manusia berinteraksi satu dengan yang lain melalui komunikasi dalam bentuk bahasa. Komunikasi tersebut terjadi baik secara verbal maupun non verbal yaitu dengan tulisan, bacaan dan tanda atau symbol. Manusia berkomunikasi lewat bahasa memerlukan proses yang berkembang dalam tahap-tahap usianya. Bagaimana manusia bisa menggunakan bahasa sebagai cara berkomunikasi selalu menjadi pertanyaan yang menarik untuk dibahas sehingga memunculkan banyak teori tentang pemerolehan bahasa.
Bahasa adalah simbolisasi dari sesuatu idea atau suatu pemikiran yang ingin dikomunikasikan oleh pengirim pesan dan diterima oleh penerima pesan melalui kode-kode tertentu baik secara verbal maupun nonverbal. Bahasa digunakan anak dalam berkomunikasi dan beradaptasi dengan lingkungannya yang dilakukan untuk bertukar gagasan, pikiran dan emosi. Bahasa bisa diekspresikan melalui bicara yang mengacu pada simbol verbal.
Selain itu, bahasa dapat juga diekspresikan melalui tulisan, tanda gestural, dan musik. Bahasa juga dapat mencakup aspek komunikasi nonverbal seperti gestikulasi, gestural atau pantomim. Gestikulasi adalah ekspresi gerakan tangan dan lengan untuk menekankan makna wicara. Pantomim adalah sebuah cara komunikasi yang mengubah komunikasi verbal dengan aksi yang mencakup beberapa gestural (ekspresi gerakan yang menggunakan setiap bagian tubuh) dengan makna yang berbeda beda.
Tahapan-tahapan Umum Perkembangan Kemampuan Berbahasa Seorang Anak, Yaitu:
  • Reflexsive Vocalization
Pada usia 0-3 minggu bayi akan mengeuarkan suara tangisan yang masih berupa refleks. Jadi, bayi menangis bukan karena ia memang ingin menangis tetapi hal tersebut dilakukan tanpa ia sadari.
  • Babling
Pada usia lebih dari 3 minggu, ketika bayi merasa lapar atau tidak nyaman ia akan mengeluarkan suara tangisan. Berbeda dengan sebelumnya, tangisan yang dikeluarkan telah dapat dibedakan sesuai dengan keinginan atau perasaan si bayi.
  • Lalling
Di usia 3 minggu sampai 2 bulan mulai terdengar suara-suara namun belum jelas. Bayi mulai dapat mendengar pada usia 2 s/d 6 bulan sehingga ia mulai dapat mengucapkan kata dengan suku kata yang diulang-ulang, seperti: “ba….ba…, ma..ma….
  • Echolalia
Di tahap ini, yaitu saat bayi menginjak usia 10 bulan ia mulai meniru suara-suara yang di dengar dari lingkungannya, serta ia juga akan menggunakan ekspresi wajah atau isyarat tangan ketika ingin meminta sesuatu.
  • True Speech
Bayi mulai dapat berbicara dengan benar. Saat itu usianya sekitar 18 bulan atau biasa disebut batita. Namun, pengucapannya belum sempurna seperti orang dewasa.
  1. B. Tahapan Perkembangan Bahasa Pada Anak Menurut Beberapa Ahli
  • Lundsteen, membagi perkembangan bahasa dalam 3 tahap, yaitu:
1. Tahap pralinguistik
–  Pada usia 0-3 bulan, bunyinya di dalam dan berasal dari tenggorok.
–  Pada usia 3-12 bulan, banyak memakai bibir dan langit-langit, misalnya ma, da, ba.
2. Tahap protolinguitik
– Pada usia 12 bulan-2 tahun, anak sudah mengerti dan menunjukkan alat-alat tubuh. Ia mulai berbicara beberapa patah kata (kosa katanya dapat mencapai 200-300).
3. Tahap linguistik
– Pada usia 2-6 tahun atau lebih, pada tahap ini ia mulai belajar tata bahasa dan perkembangan kosa katanya mencapai 3000 buah.
  • Bzoch  membagi tahapan perkembangan bahasa anak dari lahir sampai usia 3 tahun dalam empat stadium, yaitu:
  1. 1. Perkembangan bahasa bayi sebagai komunikasi prelinguistik
Terjadi pada umur 0-3 bulan dari periode lahir sampai akhir tahun pertama. Bayi baru lahir belum bisa menggabungkan elemen bahasa baik isi, bentuk, dan pemakaian bahasa. Selain belum berkembangnya bentuk bahasa konvensional, kemampuan kognitif bayi juga belum berkembang. Komunikasi lebih bersifat reflektif daripada terencana. Periode ini disebut prelinguistik. Meskipun bayi belum mengerti dan belum bisa mengungkapkan bentuk bahasa konvensional, mereka mengamati dan memproduksi suara dengan cara yang unik.
Klinisi harus menentukan apakah bayi mengamati atau bereaksi terhadap suara. Bila tidak, ini merupakan indikasi untuk evaluasi fisik dan audiologi.
Selanjutnya, intervensi direncanakan untuk membangun lingkungan yang menyediakan banyak kesempatan untuk mengamati dan bereaksi terhadap suara.
2. Kata – kata pertama : transisi ke bahasa anak
Terjadi pada umur 3-9 bulan. Salah satu perkembangan bahasa utama milestone adalah pengucapan kata-kata pertama yang terjadi pada akhir tahun pertama, berlanjut sampai satu setengah tahun saat pertumbuhan kosa kata berlangsung cepat, juga tanda dimulainya pembetukan kalimat awal. Berkembangnya kemampuan kognitif, adanya kontrol, dan interpretasi emosional di periode ini akan memberi arti pada kata-kata pertama anak.
Arti kata-kata pertama mereka dapat merujuk ke benda, orang, tempat, dan kejadian-kejadian di seputar lingkungan awal anak.
3. Perkembangan kosa kata yang cepat-Pembentukan kalimat awal.
Terjadi pada umur 9-18 bulan. Bentuk kata-kata pertama menjadi banyak dan dimulainya produksi kalimat. Perkembangan komprehensif dan produksi kata-kata berlangsung cepat pada sekitar umur 18 bulan. Anak mulai bisa menggabungkan kata benda dengan kata kerja yang kemudian menghasilkan sintaks. Melalui interaksinya dengan orang dewasa, anak mulai belajar mengkonsolidasikan isi, bentuk, dan pemakaian bahasa dalam percakapannya. Dengan semakin berkembangnya kognisi dan pengalaman afektif, anak mulai bisa berbicara memakai kata-kata yang tersimpan dalam memorinya. Terjadi pergeseran dari pemakaian kalimat satu kata menjadi bentuk kata benda dan kata kerja.
4. Dari percakapan bayi menjadi registrasi anak pra sekolah yang menyerupai orang dewasa.
Terjadi pada umur 18-36 bulan. Anak dengan mobilitas yang mulai meningkat memiliki akses ke jaringan sosial yang lebih luas dan perkembangan kognitif menjadi semakin dalam. Anak mulai berpikir konseptual, mengkategorikan benda, orang, dan peristiwa serta dapat menyelesaikan masalah fisik. Anak terus mengembangkan pemakaian bentuk fonem dewasa
Perkembangan bahasa pada anak dapat dilihat juga dari pemerolehan bahasa menurut komponen-komponennya, yaitu:
  1. 1. Perkembangan Pragmatik
Perkembangan komunikasi anak sesungguhnya sudah dimulai sejak dini, pertama-tama dari tangisannya bila bayi merasa tidak nyaman, misalnya karena lapar, popok basah. Dari sini bayi akan belajar bahwa ia akan mendapat perhatian ibunya atau orang lain saat ia menangis sehingga kemudian bayi akan menangis bila meminta orang dewasa melakukan sesuatu buatnya.
-Pada usia 3 minggu, bayi tersenyum saat ada rangsangan dari luar, misalnya wajah seseorang, tatapan mata, suara, dan gelitikan. Ini disebut senyum sosial.
-Pada usia 12 minggu, mulai dengan pola dialog sederhana berupa suara balasan bila ibunya memberi tanggapan.
-Pada usia 2 bulan, bayi mulai menanggapi ajakan komunikasi ibunya.
-Pada usia 5 bulan, bayi mulai meniru gerak gerik orang, mempelajari bentuk ekspresi wajah. -Pada usia 6 bulan, bayi mulai tertarik dengan benda-benda sehinga komunikasi menjadi komunikasi ibu, bayi, dan benda-benda.
-Pada usia 7-12 bulan, anak menunjuk sesuatu untuk menyatakan keinginannya. Gerak-gerik ini akan berkembang disertai dengan bunyi-bunyi tertentu yang mulai konsisten. Pada masa ini sampai sekitar 18 bulan, peran gerak-gerik lebih menonjol dengan penggunaan satu suku kata. -Pada usia 2 tahun,  anak kemudian memasuki tahap sintaksis dengan mampu merangkai kalimat dua kata, bereaksi terhadap pasangan bicaranya dan masuk dalam dialog singkat. Anak mulai memperkenalkan atau merubah topik dan mulai belajar memelihara alur percakapan dan menangkap persepsi pendengar. Perilaku ibu yang fasilitatif akan membantu anaknya dalam memperkenalkan topik baru.
-Lewat umur 3 tahun, anak mulai berdialog lebih lama sampai beberapa kali giliran. Lewat umur ini, anak mulai mampu mempertahankan topik yang selanjutnya mulai membuat topik baru. Hampir 50 persen anak 5 tahun dapat mempertahankan topik melalui 12 kali giliran. Sekitar 36 bulan, terjadi peningkatan dalam keaktifan berbicara dan anak memperoleh kesadaran sosial dalam percakapan.
Ucapan yang ditujukan pada pasangan bicara menjadi jelas, tersusun baik dan teradaptasi baik untuk pendengar. Sebagian besar pasangan berkomunikasi anak adalah orang dewasa, biasanya orang tua. Saat anak mulai membangun jaringan sosial yang melibatkan orang diluar keluarga, mereka akan memodifikasi pemahaman diri dan bayangan diri serta menjadi lebih sadar akan standar sosial. Lingkungan linguistik memiliki pengaruh bermakna pada proses belajar berbahasa. Ibu memegang kontrol dalam membangun dan mempertahankan dialog yang benar. Ini berlangsung sepanjang usia pra sekolah. Anak berada pada fase mono dialog, percakapan sendiri dengan kemauan untuk melibatkan orang lain. Monolog kaya akan lagu, suara, kata-kata tak bermakna, fantasi verbal dan ekspresi perasaan.
  1. 2. Perkembangan Semantik
Karena faktor lingkungan sangat berperan dalam perkembangan semantik, maka pada umur 6-9 bulan anak telah mengenal orang atau benda yang berada di sekitarnya. Leksikal dan pemerolehan konsep berkembang pesat pada masa prasekolah. Terdapat indikasi bahwa anak dengan kosa kata lebih banyak akan lebih popular di kalangan teman-temannya. Diperkirakan terjadi penambahan lima kata perhari di usia 1,5 sampai 6 tahun. Pemahaman kata bertambah tanpa pengajaran langsung orang dewasa. Terjadi strategi pemetaan yang cepat diusia ini sehingga anak dapat menghubungkan suatu kata dengan rujukannya. Pemetaan yang cepat adalah langkah awal dalam proses pemerolehan leksikal. Selanjutnya secara bertahap anak akan mengartikan lagi informasi-informasi baru yang diterima. Definisi kata benda anak usia pra sekolah meliputi properti fisik seperti bentuk, ukuran dan warna, properti fungsi, properti pemakaian, dan lokasi. Definisi kata kerja anak prasekolah juga berbeda dari kata kerja orang dewasa atau anak yang lebih besar.
Anak prasekolah dapat menjelaskan siapa, apa, kapan, di mana, untuk apa, untuk siapa, dengan apa, tapi biasanya mereka belum memahami pertanyaan bagaimana dan mengapa atau menjelaskan proses. Anak akan mengembangkan kosa katanya melalui cerita yang dibacakan orang tuanya. Begitu kosa kata berkembang, kebutuhan untuk mengorganisasikan kosa kata akan lebih meningkat dan beberapa jaringan semantik atau antar relasi akan terbentuk.
  1. 3. Perkembangan Sintaksis

Susunan sintaksis paling awal terlihat pada usia kira-kira 18 bulan walaupun pada beberapa anak terlihat pada usia 1 tahun bahkan lebih dari 2 tahun. Awalnya berupa kalimat dua kata. Rangkaian dua kata, berbeda dengan masa “kalimat satu kata” sebelumnya yang disebut masa holofrastis. Kalimat satu kata bisa ditafsirkn dengan mempertimbangkan konteks penggunaannya. Hanya mempertimbangkan arti kata semata-mata tidaklah mungkin kita menangkap makna dari kalimat satu kata tersebut. Peralihan dari kalimat satu kata menjadi kalimat yang merupakan rangkaian kata terjadi secara bertahap. Pada waktu kalimat pertama terbentuk yaitu penggabugan dua kata menjadi kalimat, rangkaian kata tersebut berada pada jalinan intonasi. Jika kalimat dua kata memberi makna lebih dari satu maka anak membedakannya dengan menggunakan pola intonasi yang berbeda. Perkembangan pemerolehan sintaksis meningkat pesat pada waktu anak menjalani usia 2 tahun dan mencapai puncaknya pada akhir usia 2 tahun.
  1. 4. Perkembangan Morfologi
Periode perkembangan ditandai dengan peningkatan panjang ucapan rata-rata yang diukur dalam morfem. Panjang rata-rata ucapan, mean length of utterance (MLU) adalah alat prediksi kompleksitas bahasa pada anak yang berbahasa Inggris. MLU sangat erat berhubungan dengan usia dan merupakan prediktor yang baik untuk perkembangan bahasa. Dari usia 18 bulan sampai 5 tahun MLU meningkat kira-kira 1,2 morfem per tahun. Penguasaan morfem mulai terjadi saat anak mulai merangkai kata sekitar usia 2 tahun. Beberapa sumber yang membahas tentang morfem dalam kaitannya dengan morfologi semuanya merupakan Bahasa Inggris yang sangat berbeda dengan Bahasa Indonesia.
  1. 5. Perkembangan Fonologi
Perkembangan fonologi melalui proses yang panjang dari dekode bahasa. Sebagian besar konstruksi morfologi anak akan tergantung pada kemampuannya menerima dan memproduksi unit fonologi. Selama usia prasekolah, anak tidak hanya menerima inventaris fonetik dan sistem fonologi tapi juga mengembangkan kemampuan menentukan bunyi mana yang dipakai untuk membedakan makna. Pemerolehan fonologi berkaitan dengan proses konstruksi suku kata yang terdiri dari gabungan vokal dan konsonan. Bahkan dalam babbling, anak menggunakan konsonan-vokal (KV) atau konsonan-vokal-konsonan (KVK). Proses lainnya berkaitan dengan asimilasi dan substitusi sampai pada persepsi dan produksi suara.
  1. C. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Anak dalam Berbahasa
Ada tiga faktor paling signifikan yang mempengaruhi anak dalam berbahasa, yaitu  biologis, kognitif,dan linkungan

1. Evolusi Biologi
Evolusi biologis menjadi salah satu landasan  perkembangan bahasa. Mereka menyakini bahwa evolusi biologi membentuk manusia menjadi manusia linguistik. Noam Chomsky (1957) meyakini bahwa  manusia terikat secara biologis untuk mempelajari bahasa pada suatu waktu tertentu dan dengan cara tertentu. Ia menegaskan bahwa setiap anak mempunyai language acquisition device (LAD), yaitu kemampuan alamiah anak untuk berbahasa. Tahun-tahun awal masa anak-anak merupakan periode yang penting untuk belajar bahasa (critical-period). Jika pengenalan bahasa tidak terjadi sebelum masa remaja, maka ketidakmampuan dalam menggunakan tata bahasa yang baik akan dialami seumur hidup. Selain itu, adanya periode penting dalam mempelajari bahasa  bisa dibuktikan salah satunya dari aksen orang dalam berbicara. Menurut teori ini, jika orang berimigrasi setelah berusia 12 tahun kemungkinan akan berbicara bahasa negara yang baru dengan aksen asing pada sisa hidupnya, tetapi kalau orang berimigrasi sebagai anak kecil, aksen akan hilang ketika bahasa baru akan dipelajari (Asher & Gracia, 1969).
2. Faktor kognitif
Individu merupakan satu hal yang tidak bisa dipisahkan pada perkembangan bahasa anak. Para ahli kognitif juga menegaskan bahwa kemampuan anak berbahasa tergantung pada kematangan kognitifnya (Piaget,1954). Tahap awal perkembangan intelektual anak terjadi dari lahir sampai berumur 2 tahun. Pada masa itu anak mengenal dunianya melalui sensasi yang didapat dari inderanya dan membentuk persepsi mereka akan segala hal yang berada di luar dirinya. Misalnya, sapaan lembut dari ibu/ayah ia dengar dan belaian halus, ia rasakan, kedua hal ini membentuk suatu simbol dalam proses mental  anak. Perekaman sensasi  nonverbal (simbolik) akan berkaitan dengan memori asosiatif yang nantinya akan memunculkan suatu logika. Bahasa simbolik itu merupakan bahasa yang personal dan setiap bayi pertama kali berkomunikasi dengan orang lain menggunakan bahasa simbolik. Sehingga sering terjadi hanya ibu yang mengerti apa yang diinginkan oleh anaknya dengan melihat/mencermati bahasa simbol yang dikeluarkan oleh anak. Simbol yang dikeluarkan anak dan dibahasakan oleh ibu itulah yang nanti membuat suatu asosiasi, misalnya saat bayi lapar, ia menangis dan memasukkan tangan ke mulut, dan ibu membahasakan, “lapar ya.. mau makan?”
3. lingkungan luar
Sementara itu, di sisi lain proses penguasaan bahasa tergantung dari stimulus dari lingkungan. Pada umumnya, anak diperkenalkan bahasa sejak awal perkembangan mereka, salah satunya disebut motherse, yaitu cara ibu atau orang dewasa, anak belajar bahasa melalui proses imitasi dan perulangan dari orang-orangdisekitarnya.

Bahasa pada bayi berkembang melalui beberapa tahapan umum:
  • mengoceh (3-6 bulan)
  • kata pertama yang dipahami (6-9 bulan)
  • instruksi sederhana yang dipahami (9-12 bulan)
  • kata pertama yang diucapkan (10-15 bulan)
  • penambahan dan penerimaan kosa kata (lebih dari 300 kata pada usia 2 tahun).
  • tiga tahun ke depan kosa kata akan berkembang lebih pesat lagi
Pengenalan bahasa yang lebih dini dibutuhkan untuk memperoleh ketrampilan bahasa yang baik. Tiga faktor diatas saling mendukung untuk menghasilakan kemampuan berbahasa maksimal. Orang tua, khususnya, harus memberikan stimulus yang positif pada pengembangan keterampilan bahasa pada anak, seperti berkomunikasi pada anak dengan kata-kata yang baik dan mendidik, berbicara secara halus, dan sebisa mungkin membuat anak merasa nyaman dalam suasana kondusif rumah tangga yang harmonis, rukun, dan damai. Hal tersebut dapat menstimulus anak untuk bisa belajar berkomunikasi dengan baik karena jika anak distimulus secara positif maka akan mungkin untuk anak merespon secara positif pula.

D.    Pengaruh Pola Asuh terhadap Perkembangan Bahasa Anak

Secara mentali, pemerolehan bahasa bisa dimulai sejak bayi masih berada dalam kandungan. Sang ibu bisa mengajak bayi berkomunikasi tentang hal yang positif. Kontak batin antara ibu dan janin akan tercipta dengan baik bila kondisi psikis ibu dalam keadaan stabil. Keharmonisan yang terjalin lewat komunikasi bisa memengaruhi kejiwaan anak. Orangtua bisa mengajak anak bercerita tentang kebesaran Sang Pencipta dan alam ciptaan-Nya; mengenalkannya pada kicau burung, kokok ayam, rintik hujan, desir angin; memperdengarkan Kalam Ilahi atau membacakan kisah-kisah bijak.
Yudibrata dkk. (1998: 65-72) menjelaskan bahwa selama bulan-bulan pertama pascalahir atau sebelum seorang anak mempelajari kata-kata yang cukup untuk digunakan sebagai sarana berkomunikasi, anak secara kreatif terlebih dahulu akan menggunakan empat bentuk komunikasi prabicara (preespeech). Keempat prabicara itu adalah tangisan, ocehan/celoteh/meraban, isyarat, dan ungkapan emosional. Menurut para pakar, perkembangan pemerolehan bahasa pada anak sangat berhubungan dengan kematangan neuromoskularnya yang kemudian dipengaruhi oleh stimulus yang diperolehnya setiap hari (Yudibrata, 1998: 72-73). Awalnya, tidak ada kontrol terhadap pola tingkah laku termasuk tingkah laku verbalnya. Vokal anak dan otot-otot bicaranya bergerak secara refleks. Pada bulan-bulan pertama, otaknya berkembang dan mengatur mekanisme saraf sehingga gerakan refleks tadi sudah dapat dikontrol. Refleks itu berhubungan dengan gerakan lidah atau mulut. Misalnya, anak akan mengedipkan mata kalau melihat cahaya yang berubah-ubah atau bibirnya akan bergerak-gerak ketika ada sesuatu disentuhkan ke bibirnya. Selanjutnya, dalam rangka memerikan perkembangan pemerolehan bahasa, Stork dan Widdowson (dalam Yudibrata, 1998: 73) membedakan antara kematangan menyimak (receptive language skills) dan kematangan mengeluarkan bunyi bahasa atau berbicara (expressive language skills). Kematangan menyimak terjadi lebih dahulu daripada kematangan berbicara meskipun dalam perkembangan selanjutnya kedua kematangan ini saling berhubungan.
Pada awal kelahirannya, anak belum dapat membalas stimulus yang berasal dari manusia. Seiring dengan berfungsinya alat artikulasi, yakni ketika anak sudah mulai berceloteh dengan bunyi bilabial seperti [m] untuk ma-ma dan [p] untuk pa-pa atau [b] untuk ba-ba, orangtua sudah bisa melakukan interaksi bahasa dengan anak. Satu hal yang perlu diingat, ma-ma dan pa-pa sebagai celotehan anak bukan merujuk pada makna kata secara harfiah yang berarti ibu dan ayah, melainkan karena semata-mata bunyi konsonan bilabial dan vokal [a] adalah bunyi yang mudah dikuasai pada saat permulaan berujar. Dari keterampilan ini bisa terjalin suasana yang lebih komunikatif antara orangtua dan anak yang berdampak pada perkembangan selanjutnya. Dampaknya bisa positif bisa juga negatif. Semakin baik stimulus yang diberikan orangtua, semakin positif respon yang dimunculkan anak. Untuk melatih keterampilan menyimak, orangtua bisa menggunakan metode simak-dengar dengan menyuguhi anak cerita yang disukainya. Penceritaan langsung tanpa menggunakan buku sekali-kali perlu dilakukan untuk perubahan suasana. Bercerita langsung dengan kata-kata sendiri yang dimengerti anak akan memberi efek lebih pada penceritaannya. Kegiatan bercerita ini hendaknya dilakukan dengan menggunakan bahasa ibu (bahasa pertama anak).
Keterampilan menyimak akan berdampak pada keterampilan berbicara. Stimulus orangtua yang berupa data simakan bagi anak bisa direspon dengan metode ulang-ucap. Metode ini akan menunjukkan daya serap anak terhadap cerita atau ujaran orangtua. Pada tahapan ini, orangtua sebaiknya mengubah posisi dari posisi pencerita menjadi pendengar yang baik. Biarkan anak bercerita dengan lugas menurut pemahamannya. Ini bisa membantu anak dalam proses berbicara. Orangtua jangan menuntut anak untuk bercerita sesuai dengan gaya penceritaan orangtua.
Hal itu akan membuat jiwa anak tertekan dan terhambat daya kreativitasnya dalam berbahasa. Terkadang anak ingin berbagi cerita tentang suatu hal yang baru dialami atau didapatinya dan ia akan sangat senang jika orangtuanya mau meluangkan sedikit waktu untuk duduk bersamanya dan mendengarkan celoteh riangnya. Namun, ada kalanya anak enggan bercerita sama sekali. Jika ini terjadi, jangan paksa anak untuk bercerita. Kondisi psikis anak tidak selalu dalam keadaan yang stabil. Seringkali timbul sensitivitas yang memengaruhi sisi kejiwaannya sehingga muncul perasaan kesal, marah, atau benci pada sesuatu hal. Dialog atau komunikasi interpersonal antara orangtua dan anak bisa menjadi alternatif solusi.
Pola asuh seperti dipaparkan di atas akan berhasil bilamana orangtua mampu menciptakan lingkungan yang kondusif bagi perkembangan bahasa anak. Para ahli sepakat bahwa pemerolehan bahasa sangat dipengaruhi oleh penggunaan bahasa sekitar. Dengan kata lain, perjalanan pemerolehan bahasa seorang anak akan sangat bergantung pada lingkungan bahasa anak tersebut (Yudibrata, 1998: 65). Sebelum anak memasuki lingkungan sosial yang lebih luas, masa bermain dan bersekolah, lingkungan keluarga seyogianya bisa menjadi arena yang menyenangkan bagi proses perkembangan anak. Rumah adalah sekolah pertama bagi anak, dan orangtua adalah guru pertama yang bisa mengantar anak menuju gerbang pendidikan formal. Sebagai guru, orangtua memiliki andil yang besar dalam pendidikan anaknya, baik dalam segi waktu, materi, dan tenaga. Penyediaan sarana dan prasarana pendidikan di lingkungan rumah merupakan hal penting bagi proses perkembangan anak. Proses ini semestinya tidak terhambat oleh masalah finansial. Yang penting, bagaimana orangtua membuat kondisi rumah sedemikian rupa agar mampu menghasilkan stimulus positif sebanyak dan sevariatif mungkin. Sesuai dengan nalurinya, anak senantiasa ingin mengetahui segala hal dan mencoba sesuatu yang baru. Pemberian stimulus akan memengaruhi perubahan perilaku anak. Stimulus yang diberikan orangtua akan terbingkai dalam pola pikir, pola tindak, dan pola ucap anak. Jika orangtua menginginkan anaknya santun berbahasa, maka berikan stimulus yang positif. Setiap aktivitas yang ada dan terjadi di lingkungan rumah merupakan rangkaian dari proses pemerolehan yang sifatnya berkala dan berkesinambungan. Dalam hal ini orangtua berperan sebagai motor penggerak yang memegang kendali pertama dan utama dalam perkembangan bahasa anak melalui (salah satunya) pola asuh yang mendidik.
  1. E. Gangguan Perkembangan Bahasa pada Anak
Gangguan bicara dan bahasa adalah salah satu penyebab terhambatnya tumbuh-kembang anak yang sering ditemui. Adapun gangguan yang sering dikeluhkan orangtua yaitu keterlambatan bicara. Beberapa laporan menyebutkan angka kejadian gangguan bicara dan bahasa berkisar 5-10 % pada anak sekolah. Anak dikatakan mengalami keterlambatan bicara dan harus berkonsultasi dengan ahli, bila sampai usia 12 bulan sama sekali belum mengeluarkan ocehan atau babbling, sampai usia 18 bulan belum keluar kata pertama yang cukup jelas, padahal sudah dirangsang dengan berbagai cara, terlihat kesulitan mengatakan beberapa kata konsonan, seperti tidak memahami kata-kata yang kita ucapkan, serta terlihat berusaha sangat keras untuk mengatakan sesuatu, misalnya sampai ngiler atau raut muka berubah. Penyebab keterlambatan bicara sangat luas dan banyak. Mulai yang bisa membaik hingga yang sulit dikoreksi. Semakin dini mendeteksi keterlambatan bicara, maka semakin baik kemungkinan pemulihan gangguan tersebu.
Ada beberapa gangguan yang perlu diperhatikan orangtua:

1.Disfasia

Adalah gangguan perkembangan bahasa yang tidak sesuai dengan perkembangan kemampuan anak seharusnya. Ditengarai gangguan ini muncul karena adanya ketidaknormalan pada pusat bicara yang ada di otak. Anak dengan gangguan ini pada usia setahun belum bisa mengucapkan kata spontan yang bermakna, misalnya mama atau papa. Kemampuan bicara reseptif (menangkap pembicaraan orang lain) sudah baik tapi kemampuan bicara ekspresif (menyampaikan suatu maksud) mengalami keterlambatan. Karena organ bicara sama dengan organ makan, maka biasanya anak ini mempunyai masalah dengan makan atau menyedot susu dari botol.
2.Gangguan disintegratif pada kanak-kanak (Childhood Diintegrative Disorder/CDD)
Pada usia 1-2 tahun, anak tumbuh dan berkembang dengan normal, kemudian kehilangan kemampuan yang telah dikuasainya dengan baik. Anak berkembang normal pada usia 2 tahun pertama seperti kemampuan komunikasi, sosial, bermain dan perilaku. Namun, kemampuan itu terganggu sebelum usia 10 tahun, yang terganggu di antaranya adalah kemampuan bahasa, sosial, dan motorik.

3.Sindrom Asperger
Gejala khas yang timbul adalah gangguan interaksi sosial ditambah gejala keterbatasan dan pengulangan perilaku, ketertarikan, dan aktivitas. Anak dengan gangguan ini mempunyai gangguan kualitatif dalam interaksi sosial. Ditandai dengan gangguan penggunaan beberapa komunikasi nonverbal (mata, pandangan, ekspresi wajah, sikap badan), tidak bisa bermain dengan anak sebaya, kurang menguasai hubungan sosial dan emosional.
4.Gangguan Multisystem Development Disorder (MSDD)
MSDD digambarkan dengan ciri-ciri mengalami problem komunikasi, sosial, dan proses sensoris (proses penerimaan rangsang indrawi). Ciri-cirinya yang jelas adalah reaksi abnormal, bisa kurang sensitif atau hipersensitif terhadap suara, aroma, tekstur, gerakan, suhu, dan sensasi indera lainnya. Sulit berpartisipasi dalam kegiatan dengan baik, tetapi bukan karena tertarik, minat berkomunikasi dan interaksi tetap normal tetapi tidak bereaksi secara optimal dalam interaksinya. Ada masalah yang terkait dengan keteraturan tidur, selera makan, dan aktivitas rutin lainnya.
  1. F. Elaborasi Mengenai Hasil Pemaparan atau Penjelasan Tentang Perkembangan Bahasa Pada Anak
Tahapan-tahapan perkembangan anak baik fisik maupun mental sangat penting untuk dipelajari dan dipahami oleh para orang tua pada khususnya dan para pendidik pada umumnya. Hal itu penting karena apa yang diberikan oleh orang tua dan para pendidik kepada anak dalam masa perkembangannya akan sangat berpengaruh pada masa depan sang anak dikemudian harinya . Sebagai contohnya yaitu dalam aspek perkembangan bahasa atau komunikasi pada anak. Untuk menanamkan perkembangan bahasa anak yang baik diperlukan pola pengasuhan yang komprehensif dari orang tua yang merupakan pendidik yang pertama dan utama bagi seorang anak.
Keluarga merupakan ‘taman sekolah’ pertama bagi seorang anak. Dari sana lah sang anak dibentuk pertama kali oleh orang tuanya akan menjadi seperti apa dikemudian harinya. Orang tua harus memahami betul kapan seorang anak mengalami perkembangan bahasa pertahapannya sehingga orang tua dapat memberikan stimulus positif yang sesuai dengan tahapan perkembangannya.
Dari awal ketika bayi lahir, seorang ayah langsung menyuarakan adzan ke telinga sang bayi dengan tujuan agar suara yang pertama kali didengar oleh anak adalah kalimat yang baik walaupun pada saat bayi lahir pendengarannya belum dapat berfungsi dengan baik. Namun, jika pertamanya diawali dengan baik maka dalam perkembangannya pun insya Allah dapat baik pula.
Kemudian, ketika bayi mulai tumbuh dan melalui fase-fase perkembangan bahasa, seorang ibu harus menstimuli sang anak dengan mengucapkan kata-kata yang baik, pujian-pujian, kata-kata kasih sayang, dan disertai pula dengan komunikasi nonverbal seperti ekspresi wajah yang lembut, memberi ciuman dan pelukan hangat. Komunikasi verbal saja tidak cukup. Jadi, harus saling bersamaan antara komunikasi verbal dan nonverbal. Dengan begitu, emotional bonding antara ibu dan anak semakin kuat.
Demikian pula ketika menstimulasi anak melalui sarana komunikasi, seperti televisi, komputer, dan radio. Orang tua harus menemani anak dalam menonton televisi. Berdasarkan penelitian, televisi dapat menghambat perkembangan bahasa anak. Orang tua harus memilah-milah mana tontonan yang baik dan sesuai dengan perkembangan anak dan mana yang tidak dan pula harus diberi penjelasan mengenai pesan-pesan dari tontonan tersebut pada anak. Kemudian, dalam memperkenalkan komputer pada anak, orang tua harus secara aktif menemani anak dalam memperkenalkan dan mempelajari  komputer. Waktu pemakaian komputer pun juga harus dibatasi karena anak juga harus berinteraksi dengan lingkungan sosialnya. Lalu terkait dengan nyanyian atau lagu untuk anak-anak. Hal itu pula harus diperhatikan karena sangat mempengaruhi bahasa anak. Lebih baik menghidupi suasana rumah dengan senandung Al-Qur’an dan perkenalkanlah Al-Qur’an sejak dini kepada anak.
Perkembangan bahasa pada anak tidak dapat berlangsung dengan baik tanpa didukung aktif oleh orang tua dan pendidik. Selain ibu, peran ayah pun juga sangat dibutuhkan dalam masa perkembangan bahasa anak. Ayah juga harus menjadi teladan yang baik bagi anaknya, yaitu dalam mengucapkan atau berkomunikasi dengan mengucapkan kata-kata yang penuh ilmu dan tuntunan agama, tidak kasar, dan tidak membentak. Jika orang tua dan pendidik bekerja sama dengan baik dalam memberikan teladan yang positif pada anak dalam masa-masa perkembangannya baik fisik maupun mental maka anak kelak akan tumbuh menjadi generasi penerus bangsa yang mulia budi pekertinya dan santun budi bahasanya.