A. ASAS-ASAS KEHARUSAN ATAU PERLUNYA PENDIDIKAN BAGI MANUSIA
1. Manusia sebagai Makhluk yang Belum Selesai
Manusia disebut “Homo Sapiens”, artinya makhluk
yang mempunyai
kemampuan untuk berilmu pengetahuan. Salah satu insting manusia adalah
selalu cenderung ingin mengetahui segala sesuatu di sekelilingnya yang belum
diketahuinya. Berawal dari rasa ingin tahu maka timbullah ilmu pengetahuan.
Dalam hidupnya manusia digerakkan sebagian oleh
kebutuhan untuk mencapai sesuatu, dan sebagian lagi oleh tanggung jawab sosial
dalam masyarakat. Manusia bukan hanya mempunyai kemampuan-kemampuan, tetapi
juga mempunyai keterbatasan-keterbatasan, dan juga tidak hanya mempunyai
sifat-sifat yang baik, namun juga mempunyai sifat-sifat yang kurang baik.
Manusia tidak mampu menciptakan dirinya sendiri,
beradanya manusia di dunia bukan pula sebagai hasil evolusi tanpa Pencipta
sebagaimana diyakini penganut Evolusionisme, melainkan sebagai ciptaan Tuhan.
Berkenaan dengan ini, coba Anda simak pertanyaan berikut dan jawablah
berdasarkan pengalaman hidup Anda sendiri: setelah diciptakan Tuhan dan setelah
kelahirannya di dunia, "apakah manusia sudah selesai menjadi
manusia"?
Mari kita bandingkan antara
manusia dengan benda-benda. Sama halnya dengan manusia, benda-benda juga adalah
ciptaan Tuhan. Namun demikian, benda-benda berbeda dengan manusia, antara lain
dalam hal cara beradanya.
Benda-benda hanya terletak begitu saja di dunia, tidak aktif mengadakan
"dirinya", dan tidak memiliki hubungan dengan keberadaannya.
Contohnya, sebatang kayu yang tergeletak diambil manusia, lalu dijadikan kursi.
Kayu tentu tidak aktif mengadakan "diri"nya untuk menjadi kursi,
melainkan dibuat menjadi kursi oleh manusia; dan kita tidak dapat mengatakan
bahwa kursi bertanggung jawab atas fakta bahwa ia adalah kursi. Oleh sebab itu,
dalam istilah Martin Heidegger benda-benda di sebut sebagai "yang
berada", dan bahwa benda-benda itu hanya "vorhanden", artinya
hanya terletak begitu saja di depan orang, tanpa ada hubungannya dengan orang
itu; benda-benda baru berarti sebagai sesuatu, misalnya sebagai kursi jika
dihubungkan dengan manusia yang membuatnya, yang memeliharanya atau
menggunakannya. Sebaliknya manusia, ia bereksistensi di dunia. Artinya, manusia
secara aktif "mengadakan" dirinya, tetapi bukan dalam arti
menciptakan dirinya sebagaimana Tuhan menciptakan manusia, melainkan manusia
harus bertanggung jawab atas keberadaan dirinya, ia harus bertanggung jawab
menjadi apa atau menjadi siapa nantinya. Bereksistensi
berarti merencanakan, berbuat, dan menjadi sehingga setiap saat manusia dapat menjadi lebih atau kurang
dari keadaannya. Dalam kalimat lain dapat dinyatakan bahwa manusia bersifat
terbuka, manusia adalah makhluk yang belum selesai "mengadakan"
dirinya.
Sejalan dengan pernyataan
terdahulu, telah dikemukakan dalam kegiatan belajar satu bahwa sebagai kesatuan
badani-rohani manusia memiliki historisitas
dan hidup bertujuan. Oleh karena itu, eksistensi manusia terpaut dengan masa lalunya (misal ia berada
karena diciptakan Tuhan, lahir ke dunia dalam keadaan tidak berdaya sehingga
memerlukan bantuan orang tuanya atau orang lain, dan seterusnya), serta
sekaligus menjangkau masa depan untuk mencapai tujuan hidupnya. Manusia berada
dalam perjalanan hidup, perkembangan, dan pengembangan diri. la adalah manusia,
tetapi sekaligus "belum selesai" mewujudkan diri sebagai manusia.
2. Tugas dan Tujuan Manusia adalah Menjadi Manusia
Sejak
kelahirannya manusia memang adalah manusia, tetapi ia tidak secara
otomatis menjadi manusia dalam
arti dapat memenuhi berbagai aspek hakikat manusia.
Sebagai individu atau pribadi, manusia bersifat
otonom, ia bebas menentukan pilihannya ingin menjadi apa atau menjadi siapa di
masa depannya. Demikian halnya, benarkah bahwa mewujudkan berbagai aspek
hakikat manusia (atau menjadi manusia) adalah tugas setiap orang? Jika setiap
orang bebas menentukan pilihannya, bukankah berarti ia bebas pula menentukan untuk
tidak menjadi manusia? Memang tiap orang bebas menentukan pilihannya untuk
menjadi apa atau menjadi siapa nantinya di masa depan, tetapi sejalan dengan
konsep yang telah diuraikan terdahulu bahwa bereksistensi berarti berupaya
secara aktif dan secara bertanggung jawab untuk mengadakan diri sebagai
manusia. Andaikan seseorang menentukan pilihan dan berupaya untuk tidak menjadi
manusia atau tidak mewujudkan aspek-aspek hakikatnya sebagai manusia maka
berarti yang bersangkutan menurunkan martabat kemanusiaannya. Dalam konteks
inilah manusia menjadi kurang atau tidak manusiawi, kurang atau tidak
bertanggung jawab atas keberadaan dirinya sebagai manusia. Ia menurunkan
martabatnya dari tingkat human ke
tingkat yang lebih rendah, mungkin ke tingkat hewan, tumbuhan, atau bahkan ke
tingkat benda. Sebagai pribadi setiap orang memang otonom, ia bebas menentukan
pilihannya, tetapi bahwa bebas itu selalu berarti terikat pada nilai-nilai
tertentu yang menjadi pilihannya dan dengan kebebasannya itulah seseorang
pribadi wajib bertanggung jawab serta akan dimintai pertanggungjawaban. Oleh
sebab itu, tiada makna lain bahwa berada sebagai manusia adalah mengemban tugas
dan mempunyai tujuan untuk menjadi manusia, atau bertugas mewujudkan berbagai
aspek hakikat manusia. Karl Jaspers menyatakannya dalam kalimat: "to be
a man is to become a man", ada sebagai manusia adalah menjadi manusia (Fuad Hasan, 1973). Implikasinya jika
seseorang tidak selalu berupaya untuk menjadi manusia maka ia tidaklah berada
sebagai manusia.
Berbagai aspek hakikat manusia
pada dasarnya adalah potensi yang harus diwujudkan setiap orang. Oleh sebab
itu, berbagai aspek hakikat manusia merupakan sosok manusia ideal, merupakan
gambaran manusia yang dicita-citakan atau yang menjadi tujuan. Sosok manusia
ideal tersebut belum terwujud melainkan harus diupayakan untuk diwujudkan.
3. Perkembangan Manusia Bersifat Terbuka
Manusia dilahirkan ke dunia dengan mengemban suatu
keharusan untuk
menjadi manusia, ia diciptakan dalam susunan yang
terbaik, dan dibekali berbagai potensi untuk dapat menjadi manusia. Namun
demikian, dalam kenyataan hidupnya, perkembangan manusia bersifat terbuka atau
mengandung berbagai kemungkinan. Manusia berkembang sesuai kodrat dan martabat
kemanusiaannya atau mampu menjadi manusia, sebaliknya mungkin pula ia
berkembang ke arah yang kurang sesuai atau bahkan tidak sesuai dengan kodrat
dan martabat kemanusiaannya.
Gehlen seorang pemikir Jerman
mengemukakan hasil studi perbandingannya tentang perkembangan struktur dan
fungsi tubuh manusia dengan binatang. la sampai pada kesimpulan yang sama
dengan Teori Retardasi dari Bolk, yaitu bahwa pada saat kelahirannya taraf
perkembangan manusia tidak lebih maju dari hewan, tetapi kurang maju daripada
hewan yang paling dekat dengan dia (primat) sekalipun. Manusia lahir prematur
dan tidak mengenal spesialisasi seperti hewan. "Ia adalah makhluk yang
ditandai kekurangan" (C.A. Van Peursen, 1982). Contoh sebagai berikut:
kerbau lahir sebagai anak kerbau, selanjutnya ia hidup sesuai kodrat dan
martabat kekerbauannya (mengkerbau atau menjadi kerbau). Sebaliknya manusia, ia
lahir sebagai anak manusia, tetapi dalam kelanjutan hidupnya memanusia atau
menjadi manusia adalah suatu kemungkinan, mungkin ia memanusia, tetapi mungkin
pula kurang atau bahkan tidak memanusia. Jika dibandingkan dengan hewan,
manusia sepertinya dilahirkan terlalu dini. Sebelum ia disiapkan dengan
spesialisasi tertentu dan sebelum ia mampu menolong dirinya sendiri, ia sudah
dilahirkan. Akibatnya sebagi berikut.
1. Berbeda dengan hewan, kelanjutan hidup manusia menunjukkan keragaman.
Ragam dalam hal kesehatannya, dalam dimensi kehidupan individualitasnya,
sosialitasnya, keberbudayaannya, kesusilaannya, dan keberagamaannya.
2. Saat dilahirkannya, manusia belum mempunyai spesialisasi
tertentu maka spesialisasinya itu harus diperoleh setelah ia lahir dalam
perkembangan menuju kedewasaannya.
Anne Rollet mengemukakan bahwa
sampai tahun 1976 para etnolog telah mencatat kira-kira 60 anak anak buas di
seluruh dunia. Tidak diketahui bagaimana awalnya anak-anak tersebut hidup dan
dipelihara oleh binatang yang hidup bersama atau dipelihara oleh kijang, kera,
ada pula yang hidup dengan serigala. Anak-anak tersebut tidak berperilaku
bagaimana layaknya manusia. Tidak berpakaian, agresif untuk menyerang dan menggigit, tidak dapat tertawa, ada yang tidak
dapat berjalan tegak, tidak berbahasa sebagaimana manusia. (Intisari, No. 160
Tahun ke XIII, November 1976). Salah satu kasus serupa dikemukakan M.I. Soelaeman (1988), ia
mengemukakan suatu peristiwa yang dikenal dengan peristiwa manusia serigala:
Seorang
pemburu menemukan di tengah-tengah hutan belantara dua orang anak sekitar enam
dan tujuh tahun, ketika anak itu melihat pemburu, mereka lari .... di atas kaki
dan tangannya sambil mengeluarkan suara seperti
meraung-raung. Mereka masuk gua, mencari perlindungan pada seekor ....
serigala. Tapi akhirnya kedua anak itu berhasil ditangkap dan kemudian
dibawa ke kota dan dijadikan bahan studi para ahli. Setelah melalui kesukaran,
kedua anak itu dapat dididik kembali seperti biasa.
Dari peristiwa di atas, kita
dapat memahami bahwa kemampuan berjalan tegak di atas dua kaki, kemampuan
berbicara, dan kemampuan berperilaku lainnya yang lazim dilakukan manusia yang
berkebudayaan, tidak dibawa manusia sejak kelahirannya. Demikian halnya dengan
kesadaran akan tujuan hidupnya, kemampuan untuk hidup sesuai individualitas,
sosialitasnya, tidak dibawa manusia sejak kelahirannya, melainkan harus
diperoleh manusia melalui belajar, melalui bantuan berupa pengajaran,
bimbingan, latihan, dan kegiatan lainnya yang dapat dirangkumkan dalam istilah
pendidikan. Jika sejak kelahirannya perkembangan dan pengembangan hidup manusia
diserahkan kepada dirinya masing-masing tanpa dididik oleh orang lain,
kemungkinannya ia hanya akan hidup berdasarkan dorongan instingnya saja.
Sampai di sini dapat dipahami
bahwa manusia belum selesai menjadi manusia, ia dibebani keharusan untuk
menjadi manusia, tetapi ia tidak dengan sendirinya menjadi manusia, adapun
untuk menjadi manusia ia memerlukan pendidikan atau harus dididik. "Man can become man through education only",
demikian pernyataan Immanuel Kant dalam teori pendidikannya (Henderson, 1959).
Pernyataan tersebut sejalan dengan hasil studi M. J. Langeveld, bahkan
sehubungan dengan kodrat manusia, seperti dikemukakan Langeveld memberikan
identitas kepada manusia dengan sebutan Animal
Educandum (M.J. Langeveld, 1980).
B. ASAS-ASAS KEMUNGKINAN PENDIDIKAN
Manusia perlu dididik, implikasinya setiap orang
harus melaksanakan pendidikan dan mendidik diri. Permasalahannya: apakah manusia mungkin atau dapat dididik? Hubungan antara manusia
dengan pendidikan diawali dari
pertanyaan: "Apakah manusia dapat dididik?
Ataukah manusia dapat bertumbuh dan berkembang sendiri menjadi dewasa tanpa
perlu dididik?".
Kendati disadari pengetahuan itu
penting masih sering juga muncul pertanyaan untuk apakah manusia memerlukannya?
Bukankah tanpa pengetahuan manusia juga bisa hidup. Bagi manusia, kegiatan
mengetahui merupakan kegiatan yang secara hakiki melekat pada cara beradanya
sebagai manusia. Istilahnya dalam filsafat ilmu “knowing is a mode of being”. Secara kodrati manusia memiliki hasrat
untuk mengetahui. Ada yang hasratnya besar sehingga upaya pencarian pengetahuan
sangat tinggi dan tidak kenal menyerah. Akan tetapi, ada pula yang hasratnya
rendah atau biasa-biasa saja sehingga tidak bermotivasi mencari pengetahuan.
Namun demikian, dapat dikatakan bahwa semua manusia punya keinginan untuk tahu.
Dalam arti sempit pengetahuan hanya dimiliki
makhluk yang bernama manusia. Memang ada yang berpendapat berdasarkan
instingnya, binatang memiliki ‘pengetahuan’. Misalnya, setiap binatang tahu
akan ada bahaya yang mengancam dirinya atau ada makanan yang bisa disantap.
Seekor harimau tahu persis apa ada binatang di sekitarnya yang dapat dimangsa.
Seekor tikus juga tahu bahwa di sekitarnya ada kucing yang siap menerkam
dirinya sehingga berdasarkan instingnya dia segera mencari tempat yang aman.
Manusia tidak dapat hidup berdasarkan instingnya
saja, walau kadang-kadang juga ada manusia yang memiliki insting yang kuat.
Manusia memiliki pengetahuan yang didasarkan atas insting sangat terbatas. Oleh
karena manusia merupakan satu-satunya makhluk ciptaan Allah yang diberi akal
(kata “aql” tidak kurang dari lima puluh kali disebut dalam kitab suci al Qur’an)
maka ia dapat memperoleh pengetahuan tentang segala hal. Hebatnya lagi, manusia
tidak saja mampu memperoleh pengetahuan yang diperlukan dalam hidupnya, tetapi
juga mengembangkannya menjadi beraneka ragam pengetahuan.
Atas dasar studi fenomenologis yang dilakukannya,
M.J. Langeveld (1980) menyatakan bahwa "manusia itu sebagai animal educandum, dan ia memang adalah animal educabile". Jika kita
mengacu kepada uraian terdahulu tentang sosok manusia dalam berbagai
dimensinya, ada 5 asas antropologis yang mendasari kesimpulan bahwa manusia
mungkin dididik atau dapat dididik, yaitu
(1) potensialitas, (2) dinamika, (3) individualitas, (4) sosialitas, dan (5)
moralitas.
Dalam
uraian terdahulu telah dikemukakan berbagai potensi yang ada pada
manusia yang memungkinkan ia akan mampu menjadi
manusia, tetapi untuk itu memerlukan suatu sebab, yaitu pendidikan. Contohnya,
dalam aspek kesusilaan manusia diharapkan mampu berperilaku sesuai dengan
norma-norma moral dan nilai-nilai moral yang diakui. Ini adalah salah satu
tujuan pendidikan atau sosok manusia ideal berkenaan dengan dimensi moralitas.
Apakah manusia dapat atau mungkin dididik untuk mencapai tujuan tersebut?
Jawabannya adalah dapat atau mungkin sebab sebagaimana telah dikemukakan pada
uraian terdahulu bahwa manusia memiliki potensi untuk berbuat baik. Demikian
pula dengan potensi-potensi lainnya. Berdasarkan hal itu maka dapat disimpulkan
bahwa manusia akan dapat dididik karena ia memiliki berbagai potensi untuk
dapat menjadi manusia.
2. Asas Dinamika
Manusia selalu aktif baik dalam aspek fisiologik
maupun spiritualnya. Ia
selalu menginginkan dan mengejar segala hal yang
lebih dari apa yang telah ada atau yang telah dicapainya. Ia berupaya untuk
mengaktualisasikan diri agar menjadi manusia ideal baik dalam rangka interaksi
atau komunikasinya secara horizontal (manusia-manusia) maupun vertikal atau transcendental (manusia-Tuhan).
Jika
ditinjau dari sudut pendidik, pendidikan dilakukan dalam rangka membantu
manusia (peserta didik) agar menjadi manusia ideal. Di pihak lain, manusia itu
sendiri (peserta didik) memiliki dinamika untuk menjadi manusia ideal. Oleh
karena itu, dimensi dinamika mengimplikasikan bahwa manusia akan dapat dididik.
3. Asas Individualitas
Individu
antara lain memiliki kedirisendirian (subjektivitas), ia berbeda dari
yang lainnya dan memiliki keinginan untuk menjadi
seseorang sesuai keinginan dirinya sendiri. Sekalipun ia bergaul dengan
sesamanya, ia tetap adalah dirinya sendiri. Sebagai individu ia tidak pasif,
melainkan bebas dan aktif berupaya untuk mewujudkan dirinya.
Pendidikan dilaksanakan untuk membantu manusia dalam rangka
mengaktualisasikan atau mewujudkan dirinya. Pendidikan bukan untuk membentuk
manusia sebagaimana kehendak pendidik dengan mengabaikan dimensi individualitas
manusia (peserta didik). Di pihak lain manusia sesuai
dengan individualitasnya berupaya untuk mewujudkan dirinya. Oleh karena
itu, individualitas manusia mengimplikasikan bahwa manusia akan dapat didik.
4. Asas Sosialitas
Sebagai insan sosial manusia hidup bersama dengan
sesamanya, ia butuh
bergaul dengan orang lain. Dalam kehidupan bersama dengan sesamanya ini
akan terjadi hubungan pengaruh timbal balik. Setiap individu akan menerima
pengaruh dari individu yang lainnya. Kenyataan ini memberikan kemungkinan bagi
manusia untuk dapat dididik sebab upaya bantuan atau pengaruh pendidikan itu
disampaikan justru melalui interaksi atau komunikasi antarsesama manusia; dan
bahwa manusia dapat menerima bantuan atau pengaruh pendidikan juga melalui
interaksi atau komunikasi dengan sesamanya.
5. Asas Moralitas
Manusia memiliki kemampuan untuk membedakan yang baik
dan tidak
baik, dan pada dasarnya ia
berpotensi untuk berperilaku baik atas dasar kebebasan dan tanggung jawabnya
(aspek moralitas).
Pendidikan hakikatnya bersifat normatif, artinya dilaksanakan berdasarkan sistem nilai dan norma
tertentu serta diarahkan untuk mewujudkan manusia ideal, yaitu manusia yang
diharapkan sesuai dengan sistem nilai dan norma tertentu yang bersumber dari
agama maupun budaya yang diakui. Pendidikan bersifat normatif dan manusia
memiliki dimensi moralitas karena itu aspek moralitas memungkinkan manusia
untuk dapat didik.
Pertanyaan:
BalasHapus1.Mengapa manusia perkembangannya tidak lebih maju dari hewan?(perkembangan internal maupun eksternal)
2.Mengapa manusia perlu di didik?
3.Mengapa manusia bebas menentukan pilihan?
By : Kelompok 2
Pertanyaan :
BalasHapus1. Apakah manusia dapat tumbuh dan berkembang sendiri menjadi dewasa tanpa perlu di didik?
2. Setelah manusia di ciptakan Allah dan telah dilahirkan kedunia, apakah sudah selesai menjadi manusia?
3.berikan contoh potensi yang ada pada manusia?
Kelompok : 5
Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.
BalasHapusKElOMPOK 1
BalasHapusSyaid Alfany
Selma Shenda
Viona Natasya
Wanda Fatihatun T
Yuni Sandra
Pertanyaan :
1. Mengapa manusia mempunyai rasa ingin tahu yanh tinggi?
2. Mengapa setiap individu sangat mudah menerima pengaruh dari individu lainnya?
3. Bagaimana tanggapan tentang manusia yang tidak suka bersosialiasi?
Terima kasih.
Pertanyaan :
BalasHapus1.bagaimana keadaan moral pendidikan saat ini
2. Apakah manusia dapat atau mungkin di didik
3.seperti apakah manusia ideal itu
Kelompok 9
Assalamu'alaikum pak, saya dari kelompok 3 ingin bertanya:
BalasHapus1. Mengapa manusia di sebut makhluk yang belum selesai?
2. Mengapa atas potensial harus memerlukan dekungan dari aspek moralitas?
3. Berikan contoh Mengapa tugas dan tujuan manusia adalah menjadi manusia sejak lahir manusia adalah manusia?
Kelas 1D
Nama kelompok: 1. wahyu apriansyah
2. Wira yudha
3. Umi kulsum
4. Vioni salpa
kaliyah
5. Putri Erika
Kumala sari
TUGAS KELOMPOK
BalasHapusKELOMPOK 6
Anggota:1.Afriyani (190141678)
2.Desi Dian(190141658)
3.Siti M. (190141659)
4.Umi K. (190141646)
Kelas : 1D/PGSD
Materi :Hubungan Hakikat Manusia dengan Pendidikan
Dosen :Muhammad Iqbal Arrosyad
Makul :Landasan Pendidikan
Pertanyaannya:
1.Bagaimana kesatuan badani-rohani manusia dalam memiliki historisitas dan hidup bertujuan?Jelaskan!
2.Mengapa manusia sangat butuh pendidikan atau harus menjadi orang terdidik? Jelaskan!
3.Dalam asas-asas kemungkinan pendidikan,terdapat 5 asas
-asas potensial
-asas dinamika
-asas individualitas
-asas sosialitas
-asas moralitas
Jelaskan maksud dari uraian diatas tersebut menurut pendapat anda!
Thank You😊☺️
TUGAS KELOMPOK
BalasHapusKELOMPOK 6
Anggota:1.Afriyani (190141678)
2.Desi Dian(190141658)
3.Siti M. (190141659)
4.Umi K. (190141646)
Kelas : 1D/PGSD
Materi :Hubungan Hakikat Manusia dengan Pendidikan
Dosen :Muhammad Iqbal Arrosyad
Makul :Landasan Pendidikan
Pertanyaannya:
1.Bagaimana kesatuan badani-rohani manusia dalam memiliki historisitas dan hidup bertujuan?Jelaskan!
2.Mengapa manusia sangat butuh pendidikan atau harus menjadi orang terdidik? Jelaskan!
3.Dalam asas-asas kemungkinan pendidikan,terdapat 5 asas
-asas potensial
-asas dinamika
-asas individualitas
-asas sosialitas
-asas moralitas
Jelaskan maksud dari uraian diatas tersebut menurut pendapat anda!
Thank You😊☺️
KELOMPOK 8
BalasHapusANGGOTA :
1. DIAH JULIANTI (190141676)
2. FRISCA MELANI (190141672)
3. HENDI PERIYATNA (190141676)
4. RIDA FITRIA ( 190141671)
KELAS : 1D/PGSD
1. Bagaimana upaya untuk mewujudkan manusia ideal?
2. Kenapa setiap individu dapat menerima pengaruh dari individu lainnya?
3. Bagaimana manusia mendidik diri?
Assalamualaikum.
BalasHapusKelompok:4
Anggota:
-Risma Artilia
-Desvitasari
-Tiara Fiska
-Navita
-Iqbal
Kelas:1D
1.Kenapa Manusia dikatakan makhluk yang belum selesai?apakah masih ada tugas yang lain?
2.Apa Contoh Asas Individualis?Dan Apakah ada keterkaitan dengan Asas yang lain?
3.Apakah asas potensial itu muncul sendiri didalam diri manusia atau harus diasah terlebih dulu?
Terimakasih
Kelompok 7
BalasHapus-Amanda Sri Febianti
-Tarwinda Puasari
-Nurul Sapita
-Zeni Sagita
-Zihan Oktaviana
Kelas : 1 D
Pertanyaan :
1. Bagaimana proses pendidikan yang memanusiakan manusia?
2. Mengapa setiap manusia memiliki perbedaan dalam kepribadiannya?
3. Apa buktinya jika manusia telah memenuhi tugas menjadi manusia?