Rabu, 09 Oktober 2019

Materi 2 LP: Hubungan Hakikat Manusia dengan Pendidikan


      
A. ASAS-ASAS KEHARUSAN ATAU PERLUNYA PENDIDIKAN BAGI MANUSIA

1.       Manusia sebagai Makhluk yang Belum Selesai

Manusia disebut “Homo Sapiens”, artinya makhluk yang mempunyai

kemampuan untuk berilmu pengetahuan. Salah satu insting manusia adalah selalu cenderung ingin mengetahui segala sesuatu di sekelilingnya yang belum diketahuinya. Berawal dari rasa ingin tahu maka timbullah ilmu pengetahuan.

Dalam hidupnya manusia digerakkan sebagian oleh kebutuhan untuk mencapai sesuatu, dan sebagian lagi oleh tanggung jawab sosial dalam masyarakat. Manusia bukan hanya mempunyai kemampuan-kemampuan, tetapi juga mempunyai keterbatasan-keterbatasan, dan juga tidak hanya mempunyai sifat-sifat yang baik, namun juga mempunyai sifat-sifat yang kurang baik.

Manusia tidak mampu menciptakan dirinya sendiri, beradanya manusia di dunia bukan pula sebagai hasil evolusi tanpa Pencipta sebagaimana diyakini penganut Evolusionisme, melainkan sebagai ciptaan Tuhan. Berkenaan dengan ini, coba Anda simak pertanyaan berikut dan jawablah berdasarkan pengalaman hidup Anda sendiri: setelah diciptakan Tuhan dan setelah kelahirannya di dunia, "apakah manusia sudah selesai menjadi manusia"?

Mari kita bandingkan antara manusia dengan benda-benda. Sama halnya dengan manusia, benda-benda juga adalah ciptaan Tuhan. Namun demikian, benda-benda berbeda dengan manusia, antara lain dalam hal cara beradanya.
Benda-benda hanya terletak begitu saja di dunia, tidak aktif mengadakan "dirinya", dan tidak memiliki hubungan dengan keberadaannya. Contohnya, sebatang kayu yang tergeletak diambil manusia, lalu dijadikan kursi. Kayu tentu tidak aktif mengadakan "diri"nya untuk menjadi kursi, melainkan dibuat menjadi kursi oleh manusia; dan kita tidak dapat mengatakan bahwa kursi bertanggung jawab atas fakta bahwa ia adalah kursi. Oleh sebab itu, dalam istilah Martin Heidegger benda-benda di sebut sebagai "yang berada", dan bahwa benda-benda itu hanya "vorhanden", artinya hanya terletak begitu saja di depan orang, tanpa ada hubungannya dengan orang itu; benda-benda baru berarti sebagai sesuatu, misalnya sebagai kursi jika dihubungkan dengan manusia yang membuatnya, yang memeliharanya atau menggunakannya. Sebaliknya manusia, ia bereksistensi di dunia. Artinya, manusia secara aktif "mengadakan" dirinya, tetapi bukan dalam arti menciptakan dirinya sebagaimana Tuhan menciptakan manusia, melainkan manusia harus bertanggung jawab atas keberadaan dirinya, ia harus bertanggung jawab menjadi apa atau menjadi siapa nantinya. Bereksistensi berarti merencanakan, berbuat, dan menjadi sehingga setiap saat manusia dapat menjadi lebih atau kurang dari keadaannya. Dalam kalimat lain dapat dinyatakan bahwa manusia bersifat terbuka, manusia adalah makhluk yang belum selesai "mengadakan" dirinya.

Sejalan dengan pernyataan terdahulu, telah dikemukakan dalam kegiatan belajar satu bahwa sebagai kesatuan badani-rohani manusia memiliki historisitas dan hidup bertujuan. Oleh karena itu, eksistensi manusia terpaut dengan masa lalunya (misal ia berada karena diciptakan Tuhan, lahir ke dunia dalam keadaan tidak berdaya sehingga memerlukan bantuan orang tuanya atau orang lain, dan seterusnya), serta sekaligus menjangkau masa depan untuk mencapai tujuan hidupnya. Manusia berada dalam perjalanan hidup, perkembangan, dan pengembangan diri. la adalah manusia, tetapi sekaligus "belum selesai" mewujudkan diri sebagai manusia.

2.       Tugas dan Tujuan Manusia adalah Menjadi Manusia

Sejak kelahirannya manusia memang adalah manusia, tetapi ia tidak secara

otomatis menjadi manusia dalam arti dapat memenuhi berbagai aspek hakikat manusia.
    Sebagai individu atau pribadi, manusia bersifat otonom, ia bebas menentukan pilihannya ingin menjadi apa atau menjadi siapa di masa depannya. Demikian halnya, benarkah bahwa mewujudkan berbagai aspek hakikat manusia (atau menjadi manusia) adalah tugas setiap orang? Jika setiap orang bebas menentukan pilihannya, bukankah berarti ia bebas pula menentukan untuk tidak menjadi manusia? Memang tiap orang bebas menentukan pilihannya untuk menjadi apa atau menjadi siapa nantinya di masa depan, tetapi sejalan dengan konsep yang telah diuraikan terdahulu bahwa bereksistensi berarti berupaya secara aktif dan secara bertanggung jawab untuk mengadakan diri sebagai manusia. Andaikan seseorang menentukan pilihan dan berupaya untuk tidak menjadi manusia atau tidak mewujudkan aspek-aspek hakikatnya sebagai manusia maka berarti yang bersangkutan menurunkan martabat kemanusiaannya. Dalam konteks inilah manusia menjadi kurang atau tidak manusiawi, kurang atau tidak bertanggung jawab atas keberadaan dirinya sebagai manusia. Ia menurunkan martabatnya dari tingkat human ke tingkat yang lebih rendah, mungkin ke tingkat hewan, tumbuhan, atau bahkan ke tingkat benda. Sebagai pribadi setiap orang memang otonom, ia bebas menentukan pilihannya, tetapi bahwa bebas itu selalu berarti terikat pada nilai-nilai tertentu yang menjadi pilihannya dan dengan kebebasannya itulah seseorang pribadi wajib bertanggung jawab serta akan dimintai pertanggungjawaban. Oleh sebab itu, tiada makna lain bahwa berada sebagai manusia adalah mengemban tugas dan mempunyai tujuan untuk menjadi manusia, atau bertugas mewujudkan berbagai aspek hakikat manusia. Karl Jaspers menyatakannya dalam kalimat: "to be a man is to become a man", ada sebagai manusia adalah menjadi manusia (Fuad Hasan, 1973). Implikasinya jika seseorang tidak selalu berupaya untuk menjadi manusia maka ia tidaklah berada sebagai manusia.

Berbagai aspek hakikat manusia pada dasarnya adalah potensi yang harus diwujudkan setiap orang. Oleh sebab itu, berbagai aspek hakikat manusia merupakan sosok manusia ideal, merupakan gambaran manusia yang dicita-citakan atau yang menjadi tujuan. Sosok manusia ideal tersebut belum terwujud melainkan harus diupayakan untuk diwujudkan.

3.       Perkembangan Manusia Bersifat Terbuka

Manusia dilahirkan ke dunia dengan mengemban suatu keharusan untuk

menjadi manusia, ia diciptakan dalam susunan yang terbaik, dan dibekali berbagai potensi untuk dapat menjadi manusia. Namun demikian, dalam kenyataan hidupnya, perkembangan manusia bersifat terbuka atau mengandung berbagai kemungkinan. Manusia berkembang sesuai kodrat dan martabat kemanusiaannya atau mampu menjadi manusia, sebaliknya mungkin pula ia berkembang ke arah yang kurang sesuai atau bahkan tidak sesuai dengan kodrat dan martabat kemanusiaannya.
Gehlen seorang pemikir Jerman mengemukakan hasil studi perbandingannya tentang perkembangan struktur dan fungsi tubuh manusia dengan binatang. la sampai pada kesimpulan yang sama dengan Teori Retardasi dari Bolk, yaitu bahwa pada saat kelahirannya taraf perkembangan manusia tidak lebih maju dari hewan, tetapi kurang maju daripada hewan yang paling dekat dengan dia (primat) sekalipun. Manusia lahir prematur dan tidak mengenal spesialisasi seperti hewan. "Ia adalah makhluk yang ditandai kekurangan" (C.A. Van Peursen, 1982). Contoh sebagai berikut: kerbau lahir sebagai anak kerbau, selanjutnya ia hidup sesuai kodrat dan martabat kekerbauannya (mengkerbau atau menjadi kerbau). Sebaliknya manusia, ia lahir sebagai anak manusia, tetapi dalam kelanjutan hidupnya memanusia atau menjadi manusia adalah suatu kemungkinan, mungkin ia memanusia, tetapi mungkin pula kurang atau bahkan tidak memanusia. Jika dibandingkan dengan hewan, manusia sepertinya dilahirkan terlalu dini. Sebelum ia disiapkan dengan spesialisasi tertentu dan sebelum ia mampu menolong dirinya sendiri, ia sudah dilahirkan. Akibatnya sebagi berikut.

1. Berbeda dengan hewan, kelanjutan hidup manusia menunjukkan keragaman. Ragam dalam hal kesehatannya, dalam dimensi kehidupan individualitasnya, sosialitasnya, keberbudayaannya, kesusilaannya, dan keberagamaannya.
2. Saat dilahirkannya, manusia belum mempunyai spesialisasi tertentu maka spesialisasinya itu harus diperoleh setelah ia lahir dalam perkembangan menuju kedewasaannya.

Keluarga tempat tumbuh kembang anak

Anne Rollet mengemukakan bahwa sampai tahun 1976 para etnolog telah mencatat kira-kira 60 anak anak buas di seluruh dunia. Tidak diketahui bagaimana awalnya anak-anak tersebut hidup dan dipelihara oleh binatang yang hidup bersama atau dipelihara oleh kijang, kera, ada pula yang hidup dengan serigala. Anak-anak tersebut tidak berperilaku bagaimana layaknya manusia. Tidak berpakaian, agresif untuk menyerang dan menggigit, tidak dapat tertawa, ada yang tidak dapat berjalan tegak, tidak berbahasa sebagaimana manusia. (Intisari, No. 160 Tahun ke XIII, November 1976). Salah satu kasus serupa dikemukakan M.I. Soelaeman (1988), ia mengemukakan suatu peristiwa yang dikenal dengan peristiwa manusia serigala:

Seorang pemburu menemukan di tengah-tengah hutan belantara dua orang anak sekitar enam dan tujuh tahun, ketika anak itu melihat pemburu, mereka lari .... di atas kaki dan tangannya sambil mengeluarkan suara seperti meraung-raung. Mereka masuk gua, mencari perlindungan pada seekor .... serigala. Tapi akhirnya kedua anak itu berhasil ditangkap dan kemudian dibawa ke kota dan dijadikan bahan studi para ahli. Setelah melalui kesukaran, kedua anak itu dapat dididik kembali seperti biasa.

Dari peristiwa di atas, kita dapat memahami bahwa kemampuan berjalan tegak di atas dua kaki, kemampuan berbicara, dan kemampuan berperilaku lainnya yang lazim dilakukan manusia yang berkebudayaan, tidak dibawa manusia sejak kelahirannya. Demikian halnya dengan kesadaran akan tujuan hidupnya, kemampuan untuk hidup sesuai individualitas, sosialitasnya, tidak dibawa manusia sejak kelahirannya, melainkan harus diperoleh manusia melalui belajar, melalui bantuan berupa pengajaran, bimbingan, latihan, dan kegiatan lainnya yang dapat dirangkumkan dalam istilah pendidikan. Jika sejak kelahirannya perkembangan dan pengembangan hidup manusia diserahkan kepada dirinya masing-masing tanpa dididik oleh orang lain, kemungkinannya ia hanya akan hidup berdasarkan dorongan instingnya saja.

Sampai di sini dapat dipahami bahwa manusia belum selesai menjadi manusia, ia dibebani keharusan untuk menjadi manusia, tetapi ia tidak dengan sendirinya menjadi manusia, adapun untuk menjadi manusia ia memerlukan pendidikan atau harus dididik. "Man can become man through education only", demikian pernyataan Immanuel Kant dalam teori pendidikannya (Henderson, 1959). Pernyataan tersebut sejalan dengan hasil studi M. J. Langeveld, bahkan sehubungan dengan kodrat manusia, seperti dikemukakan Langeveld memberikan identitas kepada manusia dengan sebutan Animal Educandum (M.J. Langeveld, 1980).

B.    ASAS-ASAS KEMUNGKINAN PENDIDIKAN

Manusia perlu dididik, implikasinya setiap orang harus melaksanakan pendidikan dan mendidik diri. Permasalahannya: apakah manusia mungkin atau dapat dididik? Hubungan antara manusia dengan pendidikan diawali dari


pertanyaan: "Apakah manusia dapat dididik? Ataukah manusia dapat bertumbuh dan berkembang sendiri menjadi dewasa tanpa perlu dididik?".

Kendati disadari pengetahuan itu penting masih sering juga muncul pertanyaan untuk apakah manusia memerlukannya? Bukankah tanpa pengetahuan manusia juga bisa hidup. Bagi manusia, kegiatan mengetahui merupakan kegiatan yang secara hakiki melekat pada cara beradanya sebagai manusia. Istilahnya dalam filsafat ilmu “knowing is a mode of being”. Secara kodrati manusia memiliki hasrat untuk mengetahui. Ada yang hasratnya besar sehingga upaya pencarian pengetahuan sangat tinggi dan tidak kenal menyerah. Akan tetapi, ada pula yang hasratnya rendah atau biasa-biasa saja sehingga tidak bermotivasi mencari pengetahuan. Namun demikian, dapat dikatakan bahwa semua manusia punya keinginan untuk tahu.

Dalam arti sempit pengetahuan hanya dimiliki makhluk yang bernama manusia. Memang ada yang berpendapat berdasarkan instingnya, binatang memiliki ‘pengetahuan’. Misalnya, setiap binatang tahu akan ada bahaya yang mengancam dirinya atau ada makanan yang bisa disantap. Seekor harimau tahu persis apa ada binatang di sekitarnya yang dapat dimangsa. Seekor tikus juga tahu bahwa di sekitarnya ada kucing yang siap menerkam dirinya sehingga berdasarkan instingnya dia segera mencari tempat yang aman.

Manusia tidak dapat hidup berdasarkan instingnya saja, walau kadang-kadang juga ada manusia yang memiliki insting yang kuat. Manusia memiliki pengetahuan yang didasarkan atas insting sangat terbatas. Oleh karena manusia merupakan satu-satunya makhluk ciptaan Allah yang diberi akal (kata “aql” tidak kurang dari lima puluh kali disebut dalam kitab suci al Qur’an) maka ia dapat memperoleh pengetahuan tentang segala hal. Hebatnya lagi, manusia tidak saja mampu memperoleh pengetahuan yang diperlukan dalam hidupnya, tetapi juga mengembangkannya menjadi beraneka ragam pengetahuan.

Atas dasar studi fenomenologis yang dilakukannya, M.J. Langeveld (1980) menyatakan bahwa "manusia itu sebagai animal educandum, dan ia memang adalah animal educabile". Jika kita mengacu kepada uraian terdahulu tentang sosok manusia dalam berbagai dimensinya, ada 5 asas antropologis yang mendasari kesimpulan bahwa manusia mungkin dididik atau dapat dididik, yaitu

(1)    potensialitas, (2) dinamika, (3) individualitas, (4) sosialitas, dan (5) moralitas.


1.       Asas Potensialitas

Dalam uraian terdahulu telah dikemukakan berbagai potensi yang ada pada

manusia yang memungkinkan ia akan mampu menjadi manusia, tetapi untuk itu memerlukan suatu sebab, yaitu pendidikan. Contohnya, dalam aspek kesusilaan manusia diharapkan mampu berperilaku sesuai dengan norma-norma moral dan nilai-nilai moral yang diakui. Ini adalah salah satu tujuan pendidikan atau sosok manusia ideal berkenaan dengan dimensi moralitas. Apakah manusia dapat atau mungkin dididik untuk mencapai tujuan tersebut? Jawabannya adalah dapat atau mungkin sebab sebagaimana telah dikemukakan pada uraian terdahulu bahwa manusia memiliki potensi untuk berbuat baik. Demikian pula dengan potensi-potensi lainnya. Berdasarkan hal itu maka dapat disimpulkan bahwa manusia akan dapat dididik karena ia memiliki berbagai potensi untuk dapat menjadi manusia.

2.       Asas Dinamika

Manusia selalu aktif baik dalam aspek fisiologik maupun spiritualnya. Ia

selalu menginginkan dan mengejar segala hal yang lebih dari apa yang telah ada atau yang telah dicapainya. Ia berupaya untuk mengaktualisasikan diri agar menjadi manusia ideal baik dalam rangka interaksi atau komunikasinya secara horizontal (manusia-manusia) maupun vertikal atau transcendental (manusia-Tuhan).

Jika ditinjau dari sudut pendidik, pendidikan dilakukan dalam rangka membantu manusia (peserta didik) agar menjadi manusia ideal. Di pihak lain, manusia itu sendiri (peserta didik) memiliki dinamika untuk menjadi manusia ideal. Oleh karena itu, dimensi dinamika mengimplikasikan bahwa manusia akan dapat dididik.

3.       Asas Individualitas

Individu antara lain memiliki kedirisendirian (subjektivitas), ia berbeda dari

yang lainnya dan memiliki keinginan untuk menjadi seseorang sesuai keinginan dirinya sendiri. Sekalipun ia bergaul dengan sesamanya, ia tetap adalah dirinya sendiri. Sebagai individu ia tidak pasif, melainkan bebas dan aktif berupaya untuk mewujudkan dirinya.

Pendidikan dilaksanakan untuk membantu manusia dalam rangka mengaktualisasikan atau mewujudkan dirinya. Pendidikan bukan untuk membentuk manusia sebagaimana kehendak pendidik dengan mengabaikan dimensi individualitas manusia (peserta didik). Di pihak lain manusia sesuai


dengan individualitasnya berupaya untuk mewujudkan dirinya. Oleh karena itu, individualitas manusia mengimplikasikan bahwa manusia akan dapat didik.

4.       Asas Sosialitas

Sebagai insan sosial manusia hidup bersama dengan sesamanya, ia butuh

bergaul dengan orang lain. Dalam kehidupan bersama dengan sesamanya ini akan terjadi hubungan pengaruh timbal balik. Setiap individu akan menerima pengaruh dari individu yang lainnya. Kenyataan ini memberikan kemungkinan bagi manusia untuk dapat dididik sebab upaya bantuan atau pengaruh pendidikan itu disampaikan justru melalui interaksi atau komunikasi antarsesama manusia; dan bahwa manusia dapat menerima bantuan atau pengaruh pendidikan juga melalui interaksi atau komunikasi dengan sesamanya.

5.       Asas Moralitas

Manusia memiliki kemampuan untuk membedakan yang baik dan tidak

baik, dan pada dasarnya ia berpotensi untuk berperilaku baik atas dasar kebebasan dan tanggung jawabnya (aspek moralitas).

Pendidikan hakikatnya bersifat normatif, artinya dilaksanakan berdasarkan sistem nilai dan norma tertentu serta diarahkan untuk mewujudkan manusia ideal, yaitu manusia yang diharapkan sesuai dengan sistem nilai dan norma tertentu yang bersumber dari agama maupun budaya yang diakui. Pendidikan bersifat normatif dan manusia memiliki dimensi moralitas karena itu aspek moralitas memungkinkan manusia untuk dapat didik.

Atas dasar berbagai asas di atas, pendidikan mutlak harus dilaksanakan. Jika berbagai asumsi tersebut diingkari, kita harus sampai pada kesimpulan bahwa manusia tidak perlu didik, tidak akan dapat didik karena itu kita tak perlu melaksanakan pendidikan





11 komentar:

  1. Pertanyaan:
    1.Mengapa manusia perkembangannya tidak lebih maju dari hewan?(perkembangan internal maupun eksternal)
    2.Mengapa manusia perlu di didik?
    3.Mengapa manusia bebas menentukan pilihan?


    By : Kelompok 2

    BalasHapus
  2. Pertanyaan :
    1. Apakah manusia dapat tumbuh dan berkembang sendiri menjadi dewasa tanpa perlu di didik?
    2. Setelah manusia di ciptakan Allah dan telah dilahirkan kedunia, apakah sudah selesai menjadi manusia?
    3.berikan contoh potensi yang ada pada manusia?


    Kelompok : 5

    BalasHapus
  3. Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.

    BalasHapus
  4. KElOMPOK 1
    Syaid Alfany
    Selma Shenda
    Viona Natasya
    Wanda Fatihatun T
    Yuni Sandra

    Pertanyaan :
    1. Mengapa manusia mempunyai rasa ingin tahu yanh tinggi?
    2. Mengapa setiap individu sangat mudah menerima pengaruh dari individu lainnya?
    3. Bagaimana tanggapan tentang manusia yang tidak suka bersosialiasi?

    Terima kasih.

    BalasHapus
  5. Pertanyaan :

    1.bagaimana keadaan moral pendidikan saat ini
    2. Apakah manusia dapat atau mungkin di didik
    3.seperti apakah manusia ideal itu

    Kelompok 9

    BalasHapus
  6. Assalamu'alaikum pak, saya dari kelompok 3 ingin bertanya:
    1. Mengapa manusia di sebut makhluk yang belum selesai?
    2. Mengapa atas potensial harus memerlukan dekungan dari aspek moralitas?
    3. Berikan contoh Mengapa tugas dan tujuan manusia adalah menjadi manusia sejak lahir manusia adalah manusia?

    Kelas 1D
    Nama kelompok: 1. wahyu apriansyah
    2. Wira yudha
    3. Umi kulsum
    4. Vioni salpa
    kaliyah
    5. Putri Erika
    Kumala sari

    BalasHapus
  7. TUGAS KELOMPOK
    KELOMPOK 6
    Anggota:1.Afriyani (190141678)
    2.Desi Dian(190141658)
    3.Siti M. (190141659)
    4.Umi K. (190141646)
    Kelas : 1D/PGSD
    Materi :Hubungan Hakikat Manusia dengan Pendidikan
    Dosen :Muhammad Iqbal Arrosyad
    Makul :Landasan Pendidikan
    Pertanyaannya:
    1.Bagaimana kesatuan badani-rohani manusia dalam memiliki historisitas dan hidup bertujuan?Jelaskan!
    2.Mengapa manusia sangat butuh pendidikan atau harus menjadi orang terdidik? Jelaskan!
    3.Dalam asas-asas kemungkinan pendidikan,terdapat 5 asas
    -asas potensial
    -asas dinamika
    -asas individualitas
    -asas sosialitas
    -asas moralitas
    Jelaskan maksud dari uraian diatas tersebut menurut pendapat anda!
    Thank You😊☺️

    BalasHapus
  8. TUGAS KELOMPOK
    KELOMPOK 6
    Anggota:1.Afriyani (190141678)
    2.Desi Dian(190141658)
    3.Siti M. (190141659)
    4.Umi K. (190141646)
    Kelas : 1D/PGSD
    Materi :Hubungan Hakikat Manusia dengan Pendidikan
    Dosen :Muhammad Iqbal Arrosyad
    Makul :Landasan Pendidikan
    Pertanyaannya:
    1.Bagaimana kesatuan badani-rohani manusia dalam memiliki historisitas dan hidup bertujuan?Jelaskan!
    2.Mengapa manusia sangat butuh pendidikan atau harus menjadi orang terdidik? Jelaskan!
    3.Dalam asas-asas kemungkinan pendidikan,terdapat 5 asas
    -asas potensial
    -asas dinamika
    -asas individualitas
    -asas sosialitas
    -asas moralitas
    Jelaskan maksud dari uraian diatas tersebut menurut pendapat anda!
    Thank You😊☺️

    BalasHapus
  9. KELOMPOK 8
    ANGGOTA :
    1. DIAH JULIANTI (190141676)
    2. FRISCA MELANI (190141672)
    3. HENDI PERIYATNA (190141676)
    4. RIDA FITRIA ( 190141671)
    KELAS : 1D/PGSD

    1. Bagaimana upaya untuk mewujudkan manusia ideal?
    2. Kenapa setiap individu dapat menerima pengaruh dari individu lainnya?
    3. Bagaimana manusia mendidik diri?

    BalasHapus
  10. Assalamualaikum.
    Kelompok:4
    Anggota:
    -Risma Artilia
    -Desvitasari
    -Tiara Fiska
    -Navita
    -Iqbal
    Kelas:1D

    1.Kenapa Manusia dikatakan makhluk yang belum selesai?apakah masih ada tugas yang lain?

    2.Apa Contoh Asas Individualis?Dan Apakah ada keterkaitan dengan Asas yang lain?

    3.Apakah asas potensial itu muncul sendiri didalam diri manusia atau harus diasah terlebih dulu?
    Terimakasih

    BalasHapus
  11. Kelompok 7
    -Amanda Sri Febianti
    -Tarwinda Puasari
    -Nurul Sapita
    -Zeni Sagita
    -Zihan Oktaviana
    Kelas : 1 D

    Pertanyaan :
    1. Bagaimana proses pendidikan yang memanusiakan manusia?
    2. Mengapa setiap manusia memiliki perbedaan dalam kepribadiannya?
    3. Apa buktinya jika manusia telah memenuhi tugas menjadi manusia?

    BalasHapus