Setiap teori menggunakan cara pendekatan yang berbeda. Pertentangan tentang perkembangan anak atau konflik antar teori telah menimbulkan kesulitan untuk mengembangkan model instruksional yang paling memadai.
Pengaruh terhadap perkembangan manusia dapat ditelusuri melalui kajian terhadap teori-teori perkembangan anak.
A. TEORI KEMATANGAN
Observasi awal terhadap anak yang dilakukan untuk
memahami perkembangannya, dipimpin oleh G. Stanley Hall yang menulis artikel
berjudul the content of children minds (1883).
Observasi selanjutnya dilakukan oleh Arnold Gesell, murid Stanley Hall seorang
doktor. Gesell mengumpulkan data untuk mengungkap pengaruh kematangan pada
perkembangan dan belajar anak.
Menurut Gesell keterampilan berjalan, berbicara, dan
belajar membaca terjadi sebagai akibat perkembangan biologis anak. Kesiapan
biologis merupakan faktor dominan dalam memampukan anak untuk belajar.
Deskripsi Gesell tentang tahap kematangan anak dan
kesiapan untuk belajar pada usia kronologis menginformasikan kepada pengembang
kurikulum tentang bagaimana mendesain kurikulum bagi kelas-kelas yang berbeda.
Beberapa prinsip umum yang dikembangkan oleh Gesell masih dianggap penting
sampai sekarang. Misalnya, Gesell menerangkan bahwa pertumbuhan gerak maju dari
kepala ke ekor (cephalochandall), dan
dari tubuh ke bagian-bagian, seperti tangan dan kaki (proximodistal). Teori perkembangan kognitif dari Piaget pada dekade
berikutnya menerangkan perkembangan kognitif individual lebih baik daripada
usia kronologis. Peranan lingkungan terhadap perkembangan kognitif anak tidak
diterangkan pula dalam teori kematangan dari Gesell. Dalam praktik pendidikan dapat
diketahui bahwa pada usia tertentu sebagian anak sudah siap untuk bersekolah
sedangkan yang lainnya belum mencapai kematangan
B. TEORI
PERKEMBANGAN KOGNITIF/KONSTRUKTIVISME
1. Jean Piaget
Pandangan teori perkembangan kognitif mempunyai
pengaruh besar untuk memahami bagaimana anak memperoleh dan menggunakan
pengetahuan. Karya Jean Piaget telah memperluas pemahaman kita tentang
bagaimana kognisi-kognisi berkembang. Hasil kajian Piaget (1963) tentang kognisi
menunjukkan bahwa anak-anak mempunyai tahap pemahaman yang berbeda pada usia
yang berbeda pula. Teori perkembangan kognitif menunjukkan bahwa interaksi anak
dengan lingkungan dan pengorganisasian kognitif dari pengalaman menghasilkan
kecerdasan. Yang menjadi penekanan teori
ini ialah pada proses pemikiran anak pada saat terjadinya belajar. Pengetahuan
anak terbentuk secara berangsur sejalan dengan pengalaman yang berkesinambungan
dan bertambah luasnya pemahaman tentang informasi-informasi yang ditemui. Menurut
Piaget, anak menjalani urutan yang sudah pasti dari tahap-tahap perkembangan
kognitif. Pada setiap tahap, baik kuantitas informasi maupun kualitas kemampuan
meningkat.
Teori Perkembangan Kognitif, dikembangkan oleh Jean Piaget, seorang psikolog Swiss yang hidup tahun 1896–1980. Teori perkembangan kognitif Piaget adalah salah satu teori yang menjelaskan bagaimana anak beradaptasi dengan dan menginterpretasikan objek dan kejadian-kejadian sekitarnya. Bagaimana anak mempelajari ciri-ciri dan fungsi dari objek-objek seperti mainan, perabot, dan makanan serta objek-objek sosial seperti diri, orangtua dan teman. Bagaimana cara anak mengelompokkan objek-objek untuk mengetahui persamaan-persamaan dan perbedaan-perbedaannya, untuk memahami penyebab terjadinya perubahan dalam objek-objek dan perisiwa-peristiwa dan untuk membentuk perkiraan tentang objek dan peristiwa tersebut.
Piaget percaya bahawa pemikiran anak-anak berkembang menurut tahap-tahap atau priode-periode yang terus bertambah kompleks. Menurut teori tahapan Piaget, setiap individu akan melewati serangkaian perubahan kualitatif yang bersifat invariant, selalu tetap, tidak melompat atau mundur. Perubahan kualitatif ini terjadi karena tekanan biologis untuk menyesuaikan diri dengan lingkungan serta adanya pengorganisasian struktur berfikir.
Piaget mengatakan bahwa kita melampui perkembangan melalui empat tahap dalam memahami dunia. Masing-masing tahap terkait dengan usia dan terdiri dari cara berpikir yang berbeda. Berikut adalah penjelasan lebih lanjut:
Teori Perkembangan Kognitif, dikembangkan oleh Jean Piaget, seorang psikolog Swiss yang hidup tahun 1896–1980. Teori perkembangan kognitif Piaget adalah salah satu teori yang menjelaskan bagaimana anak beradaptasi dengan dan menginterpretasikan objek dan kejadian-kejadian sekitarnya. Bagaimana anak mempelajari ciri-ciri dan fungsi dari objek-objek seperti mainan, perabot, dan makanan serta objek-objek sosial seperti diri, orangtua dan teman. Bagaimana cara anak mengelompokkan objek-objek untuk mengetahui persamaan-persamaan dan perbedaan-perbedaannya, untuk memahami penyebab terjadinya perubahan dalam objek-objek dan perisiwa-peristiwa dan untuk membentuk perkiraan tentang objek dan peristiwa tersebut.
Piaget percaya bahawa pemikiran anak-anak berkembang menurut tahap-tahap atau priode-periode yang terus bertambah kompleks. Menurut teori tahapan Piaget, setiap individu akan melewati serangkaian perubahan kualitatif yang bersifat invariant, selalu tetap, tidak melompat atau mundur. Perubahan kualitatif ini terjadi karena tekanan biologis untuk menyesuaikan diri dengan lingkungan serta adanya pengorganisasian struktur berfikir.
Piaget mengatakan bahwa kita melampui perkembangan melalui empat tahap dalam memahami dunia. Masing-masing tahap terkait dengan usia dan terdiri dari cara berpikir yang berbeda. Berikut adalah penjelasan lebih lanjut:
- Periode sensorimotor (usia 0–2 tahun)
- Periode pra-operasional (usia 2–7 tahun)
- Periode operasional konkrit (usia 7–11 tahun)
- Periode operasional formal (usia 11 tahun sampai dewasa)
Tahapan operasional konkrit ( usia 0-2 tahun)
Menurut Piaget, bayi lahir dengan sejumlah refleks bawaan selain juga dorongan untuk mengeksplorasi dunianya. Skema awalnya dibentuk melalui diferensiasi refleks bawaan tersebut. Periode sensorimotor adalah periode pertama dari empat periode. Piaget berpendapat bahwa tahapan ini menandai perkembangan kemampuan dan pemahaman spatial penting dalam enam sub-tahapan:
1. Sub-tahapan skema refleks, muncul saat lahir sampai usia enam minggu dan berhubungan terutama dengan refleks.
2. Sub-tahapan fase reaksi sirkular primer, dari usia enam minggu sampai empat bulan dan berhubungan terutama dengan munculnya kebiasaan-kebiasaan.
3. Sub-tahapan fase reaksi sirkular sekunder, muncul antara usia empat sampai sembilan bulan dan berhubungan terutama dengan koordinasi antara penglihatan dan pemaknaan.
4. Sub-tahapan koordinasi reaksi sirkular sekunder, muncul dari usia sembilan sampai dua belas bulan, saat berkembangnya kemampuan untuk melihat objek sebagai sesuatu yang permanen walau kelihatannya berbeda kalau dilihat dari sudut berbeda (permanensi objek).
5. Sub-tahapan fase reaksi sirkular tersier, muncul dalam usia dua belas sampai delapan belas bulan dan berhubungan terutama dengan penemuan cara-cara baru untuk mencapai tujuan.
Tahapan-pra operasional ( usia 2-7 tahun )
Tahapan ini merupakan tahapan kedua dari empat tahapan. Dengan mengamati urutan permainan, Piaget bisa menunjukkan bahwa setelah akhir usia dua tahun jenis yang secara kualitatif baru dari fungsi psikologis muncul. Pemikiran Pra-Operasional dalam teori Piaget adalah prosedur melakukan tindakan secara mental terhadap objek-objek. Ciri dari tahapan ini adalah operasi mental yang jarang dan secara logika tidak memadai. Dalam tahapan ini, anak belajar menggunakan dan merepresentasikan objek dengan gambaran dan kata-kata. Pemikirannya masih bersifat egosentris: anak kesulitan untuk melihat dari sudut pandang orang lain. Anak dapat mengklasifikasikan objek menggunakan satu ciri, seperti mengumpulkan semua benda merah walau bentuknya berbeda-beda atau mengumpulkan semua benda bulat walau warnanya berbeda-beda
Tahapan operasional konkrit ( usia 7-11 tahun )
Tahapan ini adalah tahapan ketiga dari empat tahapan. Muncul antara usia enam sampai duabelas tahun dan mempunyai ciri berupa penggunaan logika yang memadai. Proses-proses penting selama tahapan ini adalah:
1.Pengurutan :kemampuan untuk mengurutkan objek menurut ukuran, bentuk, atau ciri lainnya. Contohnya, bila diberi benda berbeda ukuran, mereka dapat mengurutkannya dari benda yang paling besar ke yang paling kecil.
2.Klasifikasi :kemampuan untuk memberi nama dan mengidentifikasi serangkaian benda menurut tampilannya, ukurannya, atau karakteristik lain, termasuk gagasan bahwa serangkaian benda-benda dapat menyertakan benda lainnya ke dalam rangkaian tersebut. Anak tidak lagi memiliki keterbatasan logika berupa animisme (anggapan bahwa semua benda hidup dan berperasaan).
3.Decentering :anak mulai mempertimbangkan beberapa aspek dari suatu permasalahan untuk bisa memecahkannya. Sebagai contoh anak tidak akan lagi menganggap cangkir lebar tapi pendek lebih sedikit isinya dibanding cangkir kecil yang tinggi.
4.Reversibility :anak mulai memahami bahwa jumlah atau benda-benda dapat diubah, kemudian kembali ke keadaan awal. Untuk itu, anak dapat dengan cepat menentukan bahwa 4+4 sama dengan 8, 8-4 akan sama dengan 4, jumlah sebelumnya.
5.Konservasi :memahami bahwa kuantitas, panjang, atau jumlah benda-benda adalah tidak berhubungan dengan pengaturan atau tampilan dari objek atau benda-benda tersebut. Sebagai contoh, bila anak diberi cangkir yang seukuran dan isinya sama banyak, mereka akan tahu bila air dituangkan ke gelas lain yang ukurannya berbeda, air di gelas itu akan tetap sama banyak dengan isi cangkir lain.
6.Penghilangan sifat Egosentrisme :kemampuan untuk melihat sesuatu dari sudut pandang orang lain (bahkan saat orang tersebut berpikir dengan cara yang salah). Sebagai contoh, tunjukkan komik yang memperlihatkan Siti menyimpan boneka di dalam kotak, lalu meninggalkan ruangan, kemudian Ujang memindahkan boneka itu ke dalam laci, setelah itu baru Siti kembali ke ruangan. Anak dalam tahap operasi konkrit akan mengatakan bahwa Siti akan tetap menganggap boneka itu ada di dalam kotak walau anak itu tahu bahwa boneka itu sudah dipindahkan ke dalam laci oleh Ujang.
Tahapan operasional formal ( usia 11 tahun sampai dewasa )
Tahap operasional formal adalah periode terakhir perkembangan kognitif dalam teori Piaget. Tahap ini mulai dialami anak dalam usia sebelas tahun (saat pubertas) dan terus berlanjut sampai dewasa. Karakteristik tahap ini adalah diperolehnya kemampuan untuk berpikir secara abstrak, menalar secara logis, dan menarik kesimpulan dari informasi yang tersedia. Dalam tahapan ini, seseorang dapat memahami hal-hal seperti cinta, bukti logis, dan nilai. Ia tidak melihat segala sesuatu hanya dalam bentuk hitam dan putih, namun ada “gradasi abu-abu” di antaranya. Dilihat dari faktor biologis, tahapan ini muncul saat pubertas (saat terjadi berbagai perubahan besar lainnya), menandai masuknya ke dunia dewasa secara fisiologis, kognitif, penalaran moral, perkembangan psikoseksual, dan perkembangan sosial. Beberapa orang tidak sepenuhnya mencapai perkembangan sampai tahap ini, sehingga ia tidak mempunyai keterampilan berpikir sebagai seorang dewasa dan tetap menggunakan penalaran dari tahap operasional konkrit.
2. Lev
Vygotsky
Karya Lev V. Gotsky seorang ahli psikologi Rusia
dikenal dengan V Gotskian Approach, dia termasuk seorang constructivist, seperti juga Piaget,
V. Gotsky meyakini pula bahwa anak-anak membentuk, membangun, atau
mengkonstruk pengetahuan. Para ahli psikologi Amerika baru menyadari karyanya
yang berjudul thought an language (1932)
yang diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris (1962). Menurut V. Gotsky interaksi
sosial memegang peran penting dalam belajar. Baginya interaksi fisik dan
interaksi sosial sangat penting bagi perkembangan. Orang dewasa memegang peran
penting sebagai mediator sosial, lebih-lebih guru harus mengidentifikasi apa
yang sebenarnya dipahami anak. Lingkungan sosial mencakup keluarga, sekolah,
masyarakat, dan budaya yang menjadi lingkungan hidup anak. Lingkungan budaya
dan lingkungan keluarga anak yang berbeda akan berpengaruh terhadap cara anak
berpikir. V. Gotsky melangkah lebih jauh dan menganggap budaya
anak dan sejarah
hidupnya secara individual sangat penting. Anak berbagi proses mental dalam konteks sosial dan belajar
dengan berbagi pengalaman melalui interaksinya dengan orang lain. Anak belajar
berbagi pengalaman dengan orang lain, kemudian diikuti pengalaman- pengalaman
pribadi (V. Gotsky, 1978).
Konsep-konsep penting teori Sosio Genesis vygotsky tentang perkembangan kognitif yang sesuai dengan revolusi sosiokultural dalam teori belajar dan pembelajaran adalah adalah sebagai berikut;
Hukum Genetic tentang Perkembangan (Genetic Law of Development)
Menurut vygotsky, kemampuan seseorang akan tumbuh dan berkembang melewati 2 tataran, yaitu tataran sosial tempat orang-orang bentuk lingkungan sosial (Interpsikologis atau Intermental), dan dataran sikologis di dalam diri orang yang bersangkutan (Intrapsikologis atau Intramental).
Intermental merupakan faktor premier dan terhadap pembentukan pengetahuan serta perkembangan kognitif seseorang. Pandangan teori ini menyatakan bahwa fungsi-fungsi hal yang lebih tinggi dalam diri seseorang akan muncul dan berasal dari kehidupan sosialnya. Sementara, fungsi intermental sebagai derivasi atau keturunan yang tumbuh atau terbentuk melalui penguasaan dan internalisasi terhadap proses-proses sosial tersebut.
Zona Perkembangan Proksimal (Zone of Proximal Development)
Vygotsky juga mengemukakan konsep Zone of Proximal Development (Zona Perkembangan Proksimal). Kita singkat dengan ZPD. Konsep ini berpandangan bahwa dalam perkembangannya kemampuan seseorang dibedakan dalam 2 (dua) tingkatan, yaitu tingkat perkembangan aktual dan perkembangan potensial.
Tingkat perkembangan aktual tampak dari kemampuan seseorang dalam menyelesaikan tugas-tugas atau memecahkan masalah secara mandiri, disebut juga sebagai kemampuan intramental. Sedangkan, tingkat perkembangan potensial tampak dari kemampuan seseorang untuk menyelesaikan tugas-tugas atau masalah dengan bimbingan orang dewasa atau ketika berkolaborasi dengan teman sebaya yang lebih kompeten, disebut juga sebagai kemampuan intermental. Jarak antara kedua tingakt kemampuan ini disebut dengan ZPD.
ZPD diartikan sebagai kemampuan atau fungsi yang masih pada proses pematangan. Ibaratnya sebagai kuncup bunga yang belum menjadi buah. Anak berkembang melalui interaksinya dengan orang dewasa atau kolaborasi dengan teman sebaya yang lebih kompeten. Untuk menafsirkan ZPD ini menggunakan Scaffolding Interpretation, yaitu memandang ZPD sebagai perancah, sejenis wilayah penyangga atau batu loncatan untuk mencapai taraf perkembangan yang semakin tinggi.
Gagasan ZPD ini mendasari perkembangan teori belajar dan menigkatkan kualitas pembelajaran dan mengoptimalkan perkembangan kognitif anak. Kuncinya adalah bahwa perkembangan dan belajar bersifat interdependen atau saling terkait, perkembangan kemampuan seseorang bersifat konteks dependen atau tidak dapat dipisahkan dari konteks sosial dan sebagai bentuk benda mental dalam belajar adalah partisipasi dalam kegiatan sosial.
Mediasi
Hubungan antara lingkungan sosii-kulturak dan proses perkembangan anak dibutuhkan mediasi. Mediatornya berupa tanda maupun lambing-lambang yang menjadi kunci utama untuk memahami proses sosial dan psikologis. Tanda-tanda atau lambang-lambang tersebut merupakan produk dari lingkungan sosio-kultural di mana seseorang berada. Semua perbuatan atau proses psikologis yang khas manusiawi dimediasikan dengan psychological tools atau alat-alat berupa bahasa, tanda dan lambang, atau semiotika.
Ada 2 (dua) jenis mediasi dalam Teori perkembangan kognitif Vygotsky, yaitu media Metakognitif dan mediasi Kognitif. Media metakognitif adalah penggunaan alat Semiotic yang tujuannya untuk melakukan self Regalution (pengaturan diri) yang mencakup; Self-Planning, Self-Monitoring, Self-Chechikng dan Self-Evaluation. Sedangkan media Kognitif adalah penggunaan alat-alat kognitif yang tujuannya memecahkan masalah yang berhubungan dengan pengetahuan tertentu. Sehingga, media kognitif bisa berupa konsep spontan (yang bisa salah) dan berupa konsep ilmiah (yang lebih terjamin kebenarannya). Menurut vygotsky, untuk membantu anak mengembangkan pengetahuan yang sungguh-sungguh, dengan cara memadukan antara kedua mediasi melalui demonstrasi dan praktek.
Tahap Pengkonstruksian Pengetahuan
Berdasarkan uraian di atas, Vygotsky menekankan bahwa pengkonstruksian pengetahuan seorang individu dicapai melalui interaksi sosial. Ada beberapa tahapan pengkontrusian pengetahuan tersebut;
Tahap Perkembangan Aktual (Tahap I)
Terjadi pada saat Peserta Didik berusaha sendiri menyudahi konflik kognitif yang dialaminya. Perkembangan aktual ini dapat mencapai tahap maksimum apabila kepada mereka dihadapkan masalah menantang sehingga terjadinya konflik kognitif di dalam dirinya yang memicu dan memacu mereka untuk menggunakan segenap pengetahuan dan pengalamannya dalam menyelesaikan masalah tersebut.
Perkembangan Potensial (Tahap II)
Terjadi pada saat Peserta Didik berinteraksi dengan pihak lain dalam komunitas kelas yang memiliki kemampuan lebih, seperti teman dan guru, atau dengan komunitas lain seperti orang tua. Perkembangan potensial ini akan mencapai tahap maksimal jika pembelajaran dilakukan secara kooperatif (cooperative learning) dalam kelompok kecil dua sampai empat orang dan guru melakukan intervensi secara proporsional dan terarah. Dalam hal ini guru dituntut terampil menerapkan teknik scaffolding yaitu membantu kelompok secara tidak langsung menggunakan teknik bertanya dan teknik probing yang efektif, atau memberikan petunjuk (hint) seperlunya.
Proses Internalisasi (Tahap III)
Proses pengkonstruksian pengetahuan ini terjadi rekonstruksi mental yaitu berubahnya struktur kognitif dari skema yang telah ada menjadi skema baru yang lebih lengkap. Menurut Vygotsky merupakan aktivitas mental tingkat tinggi jika terjadi karena adanya interaksi sosial. Setelah memahami teori belajar Vygotsky yang menekankan bahwa pengkonstruksian pengetahuan seorang individu dicapai melalui interaksi sosial.
3. Teori Behaviorisme
Teori ini berakar dari karya Ivan Pavlov seorang ahli
psikologi Rusia yang menetapkan bahwa binatang dapat mempelajari respon
fisiologi kepada lingkungan melalui rangsangan (stimuli). Para ahli
behaviorisme menanamkan teori S-R (stimulus-respon) dalam perkembangan anak.
Menurut para ahli behaviorisme baru, faktor kritis dalam pertumbuhan dan
perkembangan adalah lingkungan dan kesempatan untuk belajar.
Belajar itu berkelanjutan, merupakan hasil jerih payah
dalam lingkungan, serta tidak ada
hubungannya dengan umur dan tahap-tahap perkembangan. Arah perilaku ditentukan
melalui pengendalian lingkungan belajar dan pengalaman-pengalaman individual
Melalui karya B. F. Skinner (1953) para ahli
behaviorisme menyampaikan gagasannya kepada para orang tua dan sekolah.
Menurutnya, jika lingkungan ditata untuk memfasilitasi ketercapaian perilaku
yang dikehendaki maka akan dipengaruhi untuk mencapai perilaku yang seharusnya.
Menurut Skinner, karya semua perilaku dipelajari maka akan dapat dibentuk atau
dimodifikasi. Strategi untuk memodifikasi perilaku didasarkan atas reinforcement. Bila perilaku yang
dikehendaki dilakukan anak dan diberi hadiah (reward), perilaku itu sudah di-reinforced,
dan kesempatan untuk perilaku itu akan diulang lagi. Hukuman digunakan untuk
menghentikan perilaku yang tidak dikehendaki. Memberikan hadiah (penghargaan)
untuk perilaku yang dikehendaki lebih efektif daripada memberi hukuman pada
perilaku yang tidak dikehendaki.
Aplikasi teori behavioristik dalam kegiatan pembelajaran tergantung dari beberapa hal seperti: tujuan pembelajaran, sifat materi pelajaran, karakteristik pebelajar, media dan fasilitas pembelajaran yang tersedia. Pembelajaran yang dirancang dan berpijak pada teori behavioristik memandang bahwa pengetahuan adalah obyektif, pasti, tetap, tidak berubah. Pengetahuan telah terstruktur dengan rapi, sehingga belajar adalah perolehan pengetahuan, sedangkan mengajar adalah memindahkan pengetahuan (transfer of knowledge) ke orang yang belajar atau pebelajar. Fungsi mind atau pikiran adalah untuk menjiplak struktur pengetahuan yang sudah ada melalui proses berpikir yang dapat dianalisis dan dipilah, sehingga makna yang dihasilkan dari proses berpikir seperti ini ditentukan oleh karakteristik struktur pengetahuan tersebut. Pebelajar diharapkan akan memiliki pemahaman yang sama terhadap pengetahuan yang diajarkan. Artinya, apa yang dipahami oleh pengajar atau guru itulah yang harus dipahami oleh murid.
Aplikasi teori behavioristik dalam kegiatan pembelajaran tergantung dari beberapa hal seperti: tujuan pembelajaran, sifat materi pelajaran, karakteristik pebelajar, media dan fasilitas pembelajaran yang tersedia. Pembelajaran yang dirancang dan berpijak pada teori behavioristik memandang bahwa pengetahuan adalah obyektif, pasti, tetap, tidak berubah. Pengetahuan telah terstruktur dengan rapi, sehingga belajar adalah perolehan pengetahuan, sedangkan mengajar adalah memindahkan pengetahuan (transfer of knowledge) ke orang yang belajar atau pebelajar. Fungsi mind atau pikiran adalah untuk menjiplak struktur pengetahuan yang sudah ada melalui proses berpikir yang dapat dianalisis dan dipilah, sehingga makna yang dihasilkan dari proses berpikir seperti ini ditentukan oleh karakteristik struktur pengetahuan tersebut. Pebelajar diharapkan akan memiliki pemahaman yang sama terhadap pengetahuan yang diajarkan. Artinya, apa yang dipahami oleh pengajar atau guru itulah yang harus dipahami oleh murid.
- Tokoh Teori Belajar Behaviorisme
Menurut Anonim (2010), ada beberapa tokoh teori belajar behaviorisme, antara lain: Pavlov, Thorndike, Watson, Clark Hull, Edwin Guthrie, dan Skinner. Berikut ini akan dibahas karya-karya para tokoh aliran behaviorisme dan analisis serta peranannya dalam pembelajaran.
- 1. Teori Belajar Behavioristik Menurut Pavlov
Ivan Petrovich Pavlov lahir 14 September 1849 di Ryazan Rusia yaitu desa tempat ayahnya Peter Dmitrievich Pavlov menjadi seorang pendeta. Ia dididik di sekolah gereja dan melanjutkan ke Seminari Teologi. Pavlov lulus sebagai sarjan kedokteran dengan bidang dasar fisiologi. Pada tahun 1884 ia menjadi direktur departemen fisiologi pada institute of Experimental Medicine dan memulai penelitian mengenai fisiologi pencernaan. Ivan Pavlov meraih penghargaan nobel pada bidang Physiology or Medicine tahun 1904. Karyanya mengenai pengkondisian sangat mempengaruhi psikology behavioristik di Amerika. Karya tulisnya adalah Work of Digestive Glands(1902) dan Conditioned Reflexes(1927).
- 2. Teori Belajar Behavioristik Menurut Thorndike
Menurut Thorndike, belajar adalah proses interaksi antara stimulus dan respon. Stimulus adalah apa yang merangsang terjadinya kegiatan belajar seperti pikiran, perasaan, atau hal-hal lain yang dapat ditangkap melalui alat indera. Sedangkan respon adalah reaksi yang dimunculkan peserta didik ketika belajar, yang dapat pula berupa pikiran, perasaan, atau gerakan/tindakan. Jadi perubahan tingkah laku akibat kegiatan belajar dapat berwujud konkrit, yaitu yang dapat diamati, atau tidak konkrit yaitu yang tidak dapat diamati. Meskipun aliran behaviorisme sangat mengutamakan pengukuran, tetapi tidak dapat menjelaskan bagaimana cara mengukur tingkah laku yang tidak dapat diamati. Teori Thorndike ini disebut pula dengan teori koneksionisme (Slavin, 2000, dalam Sanjaya, 2011).
Ada tiga hukum belajar yang utama, menurut Thorndike yakni: 1) hukum efek; 2) hukum latihan, dan 3) hukum kesiapan (Bell, Gredler, 1991). Ketiga hukum ini menjelaskan bagaimana hal-hal tertentu dapat memperkuat respon.
- 3. Teori Belajar Behavioristik Menurut Watson
Watson mendefinisikan belajar sebagai proses interaksi antara stimulus dan respon, namun stimulus dan respon yang dimaksud harus dapat diamati (observable) dan dapat diukur. Jadi walaupun dia mengakui adanya perubahan-perubahan mental dalam diri seseorang selama proses belajar, namun dia menganggap faktor tersebut sebagai hal yang tidak perlu diperhitungkan karena tidak dapat diamati.
- 4. Teori Belajar Behavioristik Menurut Clark Hull
Clark Hull juga menggunakan variabel hubungan antara stimulus dan respon untuk menjelaskan pengertian belajar. Namun dia sangat terpengaruh oleh teori evolusi Charles Darwin. Bagi Hull, seperti halnya teori evolusi, semua fungsi tingkah laku bermanfaat terutama untuk menjaga agar organisme tetap bertahan hidup. Oleh sebab itu, Hull mengatakan kebutuhan biologis (drive) dan pemuasan kebutuhan biologis (drive reduction) adalah penting dan menempati posisi sentral dalam seluruh kegiatan manusia, sehingga stimulus (stimulus dorongan) dalam belajarpun hampir selalu dikaitkan dengan kebutuhan biologis, walaupun respon yang akan muncul mungkin dapat berwujud macam-macam.
- 5. Teori Belajar Behavioristik Menurut Edwin Guthrie
Azas belajar Guthrie yang utama adalah hukum kontiguiti. Yaitu gabungan stimulus-stimulus yang disertai suatu gerakan, pada waktu timbul kembali cenderung akan diikuti oleh gerakan yang sama (Bell, Gredler, 1991). Guthrie juga menggunakan variabel hubungan stimulus dan respon untuk menjelaskan terjadinya proses belajar. Belajar terjadi karena gerakan terakhir yang dilakukan mengubah situasi stimulus sedangkan tidak ada respon lain yang dapat terjadi. Penguatan sekedar hanya melindungi hasil belajar yang baru agar tidak hilang dengan jalan mencegah perolehan respon yang baru. Hubungan antara stimulus dan respon bersifat sementara, oleh karena dalam kegiatan belajar peserta didik perlu sesering mungkin diberi stimulus agar hubungan stimulus dan respon bersifat lebih kuat dan menetap. Guthrie juga percaya bahwa hukuman (punishment) memegang peranan penting dalam proses belajar. Hukuman yang diberikan pada saat yang tepat akan mampu mengubah tingkah laku seseorang.
Saran utama dari teori ini adalah guru harus dapat mengasosiasi stimulus respon secara tepat. Pebelajar harus dibimbing melakukan apa yang harus dipelajari. Dalam mengelola kelas guru tidak boleh memberikan tugas yang mungkin diabaikan oleh anak (Bell, Gredler, 1991).
- 6. Teori Belajar Behavioristik Menurut Skinner
Menurut Skinner hubungan antara stimulus dan respon yang terjadi melalui interaksi dengan lingkungannya, yang kemudian menimbulkan perubahan tingkah laku, tidaklah sesederhana yang dikemukakan oleh tokoh tokoh sebelumnya. Menurutnya respon yang diterima seseorang tidak sesederhana itu, karena stimulus-stimulus yang diberikan akan saling berinteraksi dan interaksi antar stimulus itu akan mempengaruhi respon yang dihasilkan. Respon yang diberikan ini memiliki konsekuensi-konsekuensi. Konsekuensi-konsekuensi inilah yang nantinya mempengaruhi munculnya perilaku (Slavin, 2000 dalam Sanjaya, 2011). Oleh karena itu dalam memahami tingkah laku seseorang secara benar harus memahami hubungan antara stimulus yang satu dengan lainnya, serta memahami konsep yang mungkin dimunculkan dan berbagai konsekuensi yang mungkin timbul akibat respon tersebut. Skinner juga mengemukakan bahwa dengan menggunakan perubahan-perubahan mental sebagai alat untuk menjelaskan tingkah laku hanya akan menambah rumitnya masalah. Sebab setiap alat yang digunakan perlu penjelasan lagi, demikian seterusnya.
- 7. Teori Belajar Behavioristik Menurut Bandura
Bandura lahir pada tanggal 4 Desember 1925 di Mondare alberta berkebangsaan Kanada. Ia seorang psikolog yang terkenal dengan teori belajar sosial atau kognitif sosial serta efikasi diri. Eksperimennya yang sangat terkenal adalah eksperimen Bobo Doll yang menunjukkan anak meniru secara persis perilaku agresif dari orang dewasa disekitarnya.
Menurut Bandura dalam eksperimennya terdapat faktor-faktor yang berproses dalam belajar observasi yaitu:
- Perhatian, mencakup peristiwa peniruan dan karakteristik pengamat.
- Penyimpanan atau proses mengingat, mencakup kode pengkodean simbolik.
- Reprodukdi motorik, mencakup kemampuan fisik, kemampuan meniru, keakuratan umpan balik.
- Motivasi, mencakup dorongan dari luar dan penghargaan terhadap diri sendiri.
4. Teori
Belajar Sosial
Pada perkembangan terakhir, para ahli behaviorisme
telah memperluas hakikat belajar dengan mencakup imitasi dan observasi. Para
ahli teori belajar seperti Albert
Bandura (1963) menyatakan bahwa banyak perilaku yang tidak dipelajari melalui
pembentukan tetapi berkembang melalui reaksi dan interpretasi individu terhadap situasi.
Stimulus dan situasi yang sama akan menimbulkan reaksi
yang berbeda bergantung kepada interpretasi individu terhadapnya.
Petunjuk/perintah verbal ditambah observasi individu dalam suatu konteks sosial, akan
berdampak pada ekspektasi, kemampuan, dan pertimbangan-pertimbangan individu
lainnya dalam menentukan respon. Maka, seorang anak yang melihat anak lain yang
dihukum karena perilaku yang tidak dikehendaki akan dapat mempelajari respon
yang semestinya. Dengan kata lain dapat dikatakan bahwa anak dapat mempelajari
perilaku yang baru dengan melakukan imitasi (peniruan) anak lain yang
berperilaku secara benar.
Dari uraian di atas jelaslah bahwa ada faktor-faktor
tertentu yang mempengaruhi perkembangan manusia yang oleh para ahli dilukiskan
melalui teori-teori berkaitan dengan perkembangan.
Albert Bandura mengemukakan bahwa seorang individu belajar banyak tentang perilaku melalui peniruan / modeling, bahkan tanpa adanya penguat (reinforcement) sekalipun yang diterimanya. Proses belajar semacam ini disebut "observational learning" atau pembelajaran melalui pengamatan. Albert Bandura (1971), mengemukakan bahwa teori pembelajaran sosial membahas tentang (1) bagaimana perilaku kita dipengaruhi oleh lingkungan melalui penguat (reinforcement) dan observational learning, (2) cara pandang dan cara pikir yang kita miliki terhadap informasi, (3) begitu pula sebaliknya, bagaimana perilaku kita mempengaruhi lingkungan kita dan menciptakan penguat (reinforcement) dan observational opportunity.
Albert Bandura mengemukakan bahwa seorang individu belajar banyak tentang perilaku melalui peniruan / modeling, bahkan tanpa adanya penguat (reinforcement) sekalipun yang diterimanya. Proses belajar semacam ini disebut "observational learning" atau pembelajaran melalui pengamatan. Albert Bandura (1971), mengemukakan bahwa teori pembelajaran sosial membahas tentang (1) bagaimana perilaku kita dipengaruhi oleh lingkungan melalui penguat (reinforcement) dan observational learning, (2) cara pandang dan cara pikir yang kita miliki terhadap informasi, (3) begitu pula sebaliknya, bagaimana perilaku kita mempengaruhi lingkungan kita dan menciptakan penguat (reinforcement) dan observational opportunity.
Teori belajar sosial menekankan observational learning sebagai proses pembelajaran, yang mana bentuk pembelajarannya adalah seseorang mempelajari perilaku dengan mengamati secara sistematis imbalan dan hukuman yang diberikan kepada orang lain.
Dalam observational learning terdapat empat tahap belajar dari proses pengamatan atau modeling Proses yang terjadi dalam observational learning tersebut antara lain :
a. Atensi, dalam tahapan ini seseorang harus memberikan perhatian terhadap model dengan cermat
b. Retensi, tahapan ini adalah tahapan mengingat kembali perilaku yang ditampilkan oleh model yang diamati maka seseorang perlu memiliki ingatan yang bagus terhadap perilaku model.
c. Reproduksi, dalam tahapan ini seseorang yang telah memberikan perhatian untuk mengamati dengan cermat dan mengingat kembali perilaku yang telah ditampilkan oleh modelnya maka berikutnya adalah mencoba menirukan atau mempraktekkan perilaku yang dilakukan oleh model.
d. Motivasional, tahapan berikutnya adalah seseorang harus memiliki motivasi untuk belajar dari model
a. Atensi, dalam tahapan ini seseorang harus memberikan perhatian terhadap model dengan cermat
b. Retensi, tahapan ini adalah tahapan mengingat kembali perilaku yang ditampilkan oleh model yang diamati maka seseorang perlu memiliki ingatan yang bagus terhadap perilaku model.
c. Reproduksi, dalam tahapan ini seseorang yang telah memberikan perhatian untuk mengamati dengan cermat dan mengingat kembali perilaku yang telah ditampilkan oleh modelnya maka berikutnya adalah mencoba menirukan atau mempraktekkan perilaku yang dilakukan oleh model.
d. Motivasional, tahapan berikutnya adalah seseorang harus memiliki motivasi untuk belajar dari model
Assalamualaikum, Pak ini pertanyaan dari kelompok 6 (Teori Lev Vygotsly)
BalasHapusNama Anggota :
1.Andri Ardiansyah (190141557)
2.Anisa Azhari Wahyudi (190141558)
3.Astinah (190141560)
4.Cika Sri Harum Ningsih (190141565)
5.Hafiziah (190141584)
6.Jery Prayoga (190141593)
Pertanyaannya :
1.Apakah keadaan psikologi anak2 berubah pada berbagai tahap perkembangan mereka? (Teori Piaget)
2. Apa yang harus dilakukan oleh guru jika hendak menerapkan teori behavior dalam proses pembelajaran? (Teori Behavior)
3. Apa faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangan sosial anak? (Teori Sosial)
Terima kasih pak.
"Assalammu'alaikum.wrb".
BalasHapusPak ini pertanyaan dari kelompok 1 (Teori Piaget)
Nama Anggota :
1. Aseliyanti (190141559)
2. Dista Chaniara (190141573)
3. Efryadi (190141575)
4. Erdianna (190141577)
5. Iqbal Setiawan (190141590)
6. Sintia Sapitri (190141563)
Pertanyaannya :
1. Apakah fungsi MKO itu sendiri? (Teori Perkembangan Lev Vygotsly)
2. Apakah fungsi dari stimulus itu sendiri berdasarkan teori tersebut?
(Teori Perkembangan Behavior)
3. Apakah pengertian dari peniruan tidak sekatlaluan?
(Teori Perkembangan sosial)
Terimakasih Pak
"Wasalammu'alaikum.wrb"
Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.
BalasHapusKelompok 5
BalasHapusKelas 1B
Pertanyaan dari teori piaget
Nama anggota:
-chalsa khizza shafwa (190141564)
-juni parista (190141595)
-babelita yuli edlina (190141562)
-dea angelica (190141566)
-gita septiana (190141581)
-dera ade lestari (190141569)
-ifansyah (190141588)
1.apa faktor kritis dalam pertumbuhan dan perkembangan dalam teori behaviorisme. (teori behaviorisme)
2.bagaimana mengaplikasikan teori belajar sosial dalam dunia pendidikan. (belajar sosial)
3.jelaskan pendekatan vygotsky tentang pengkonstruksian pengetahuan. (lev vygotsky)